Lompat ke konten
Daftar Isi

Akad Wadiah dalam Tabungan Syariah dan Jenisnya

Akad wadiah

Pernahkah Anda menitipkan sandal atau sepatu sebelum masuk masjid? Atau menitipkan motor dan mobil Anda saat ingin masuk ke stasiun? Dalam ekonomi Islam, transaksi titip menitip seperti ini disebut dengan akad wadiah.

Tidak hanya dalam kehidupan sehari-hari, akad yang satu ini juga kerap digunakan dalam berbagai produk keuangan syariah, termasuk diantaranya adalah tabungan. Simak pembahasannya berikut ini:

Pengertian Akad Wadiah

Secara bahasa, wadiah berasal dari kata wada’a yang berarti titipan. Dari sini dapat disimpulkan bahwa akad wadiah adalah akad atau kontrak titip menitip barang atau aset dari satu pihak kepada pihak lain. 

Akad ini memiliki beberapa karakteristik, diantaranya adalah barang atau aset yang dititipkan wajib kembali utuh seperti semula kepada pihak yang menitipkan. Misalnya, ketika menitipkan motor ke lokasi parkir stasiun, tentunya Anda berharap motor Anda kembali dalam kondisi utuh kepada Anda bukan?

Karakteristik selanjutnya adalah, akad ini tidak memiliki imbal hasil atau keuntungan yang harus dibagikan oleh pihak penerima titipan kepada penitip. Sama seperti tukang parkir atau pengelola stasiun tidak wajib memberikan keuntungan tambahan kepada Anda, selain motor dan helm Anda kembali dalam keadaan utuh. 

Hal yang sama juga terjadi pada akad wadiah dalam bank syariah. Nasabah atau penitip berhak mendapatkan uangnya kembali secara utuh dan mengaksesnya ketika dibutuhkan. Tapi, bank juga tidak boleh memberikan hadiah atau imbal hasil kepada nasabah yang melakukan penitipan uang ini. 

Dalam konteks perbankan syariah, skema akad wadiah umumnya diberikan untuk produk tabungan untuk keperluan transaksi nasabah saja dan bukan untuk keperluan investasi. 

Jenis-jenis Akad Wadiah

Secara garis besar, akad wadiah terbagi menjadi 2 jenis, yaitu:

1. Wadiah yad amanah

Sesuai dengan namanya, wadiah yad amanah adalah jenis akad wadiah dimana bank atau penerima titipan diberikan kepercayaan untuk menjaga aset tersebut. Dalam akad yang satu ini, penerima titipan tidak boleh menggunakan barang yang dititipkan. Tapi sebagai gantinya, mereka berhak atas biaya jasa. 

Contohnya adalah ketika Anda menitipkan kendaraan bermotor ke stasiun. Pihak stasiun atau tukang parkir tentu tidak memiliki hak untuk menggunakan motor Anda. Sebagai gantinya, Anda wajib membayar biaya parkir kepada mereka. 

2. Wadiah yad dhamanah

Jenis akad wadiah yang kedua adalah wadiah yad dhamanah. Dalam akad yang satu ini, penitip memberikan hak kepada penerima titipan untuk menggunakan barang yang dititipkan. Contoh akad ini dalam kehidupan sehari-hari, seperti ketika Anda menitipkan motor kepada teman, lalu berkata “motor ini bisa kamu gunakan, selama kamu menggunakannya dengan hati-hati dan bensinnya diganti”. 

Akad wadiah yad dhamanah inilah yang acap kali digunakan dalam tabungan di bank syariah. Dalam hal ini, nasabah penitip akan diminta untuk menyetujui kontrak yang menyebutkan bahwa bank diberi hak untuk menggunakan uang yang dititipkan, selama nasabah tersebut bisa mengakses uangnya kembali sewaktu-waktu. 

Oleh bank, uang yang dititipkan oleh nasabah tersebut kemudian akan dialokasikan dalam berbagai program kredit. Namun demikian karena karakteristik akad ini, bank tidak bisa menjanjikan berapa jumlah imbal hasil atau keuntungan yang diperoleh oleh nasabah.

Syarat dan Rukun Wadiah

Syarat

Akad wadiah dapat dilakukan oleh orang-orang atau pihak-pihak yang telah memenuhi syarat berikut

  1. Pihak yang bertransaksi harus sudah baligh dan berakal sehat. Ini artinya, transaksi yang dilakukan oleh anak-anak yang belum mimpi basah atau menstruasi dan orang yang tidak sepenuhnya sadar atas hal-hal yang dia lakukan, entah itu karena gila atau alasan lain tidak bisa dianggap sah. 
  2. Barang yang dititipkan harus harta yang halal dan memiliki nilai. Hal ini termasuk uang, emas atau aset lain yang bisa dititipkan ke bank. 
  3. Ijab qabul atau serah terima. Dalam kehidupan sehari-hari, ijab qabul akan wadiah bisa dilakukan hanya dengan ucapan. Namun dalam akad wadiah dalam Bank Syariah, ijab qabul umumnya ditulis dalam sebuah kontrak yang kemudian ditandatangani oleh nasabah dan pihak bank. 

Rukun

Selain syarat, akad wadiah juga memiliki rukun. Apabila salah satu dari beberapa rukun ini tidak dapat dipenuhi, maka akad dapat dinyatakan batal. Beberapa rukun akad wadiah adalah:

  • Muwaddi’ atau nasabah yang menitipkan uang.
  • Mustauda’ atau pihak yang menerima titipan
  • Wadi’ah atau aset yang dititipkan
  • Sighat  atau ijab qabul atau serah terima antara kedua belah pihak.

Perbedaan Akad Wadiah dan Mudharabah dalam Tabungan Syariah

Akad lain yang sering ditawarkan dalam tabungan syariah adalah akad mudharabah. Meskipun sama-sama digunakan dalam tabungan syariah, namun akad wadiah dan mudharabah adalah dua hal yang berbeda. 

Dalam akad mudharabah, peran dari nasabah bukan sebagai penitip, melainkan sebagai pemodal atau investor. Ini artinya, dalam akad ini, nasabah memberikan modal usaha kepada bank untuk diputar dalam berbagai bisnis bank tersebut. Oleh karena itu, dalam akad ini, nasabah berhak mendapatkan informasi mengenai imbal hasil yang akan dibagikan. Tapi risikonya, nasabah juga harus menanggung risiko apabila usaha bank tersebut mengalami kegagalan, entah itu dalam bentuk penurunan imbal hasil maupun risiko lainnya.

Di sisi lain, dalam akad wadiah, bank tidak boleh memberikan janji besaran imbal hasil maupun bonus yang akan diperoleh nasabah. Tapi, nasabah juga tidak akan menanggung risiko apapun ketika bank mengalami kegagalan usaha. Dalam akad ini, nasabah wajib menerima uang mereka kembali terlepas dari apapun kondisi keuangan bank saat itu.  

Contoh Akad Wadiah

Salah satu contoh akad wadiah dalam bank syariah adalah program tabungan emas dari Bank Syariah Indonesia (BSI). Dalam hal ini, BSI menawarkan program tabungan emas dengan akad wadiah yad amanah. Ini artinya, dana yang disetorkan oleh nasabah untuk membeli emas di bank tersebut tidak boleh digunakan untuk keperluan lain. Selain itu, BSI juga tidak memberikan janji atau jaminan berapapun imbal hasil yang akan diterima oleh nasabah dengan melakukan transaksi ini. 

Sebagai gantinya, BSI berhak menerima biaya transaksi sebesar Rp24.000 per tahun atas transaksi ini. Hal ini tentu akan menguntungkan nasabah yang ingin membeli emas batangan maupun perhiasan namun belum memiliki dana yang cukup. 

Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa dalam akad ini, nasabah tidak akan menerima imbal hasil berapapun kecuali jika imbal hasil tersebut diberikan atas inisiatif bank. Namun demikian, hal ini bukan berarti menabung dengan menggunakan akad ini tidak menguntungkan. Apabila jeli dalam menghitung dan memilih aset tabungan yang digunakan, niscaya nasabah juga bisa mendapatkan keuntungan.

Farichatul Chusna

Farichatul Chusna

Setelah lulus dari Ilmu Ekonomi Universitas Gadjah Mada, Farichatul Chusna aktif sebagai penulis artikel ekonomi, investasi, bisnis, dan keuangan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *