Lompat ke konten
Daftar Isi

Divestasi: Pengertian, Tujuan, Contoh, dan Dampak Bagi Investor

Pengertian Divestasi

Beberapa tahun lalu sempat geger diberitakan oleh media nasional mengenai kasus divestasi saham Newmont yang diduga merugikan negara hingga miliaran rupiah. Polemik tersebut dimulai ketika pemerintah daerah memutuskan untuk melakukan menjual sahamnya sebanyak 24% atas perusahaan pertambangan emas tersebut ke PT. Amman Mineral Internasional. 

Dari kasus yang hingga kini masih diselidiki ini, kita tahu bahwa divestasi adalah salah satu aktivitas penting dalam investasi. Apalagi apabila divestasi ini menyangkut dana publik. Tapi, apakah sebenarnya yang dimaksud dengan divestasi dan bagaimana hal ini dapat berdampak bagi investor? Simak ulasannya berikut ini:

Pengertian Divestasi

Divestasi adalah pelepasan unit usaha atau aset perusahaan demi mencapai berbagai manfaat tertentu di masa depan. Singkatnya, divestasi adalah kebalikan dari investasi.

Jika investasi adalah pembelian atau pendirian unit usaha dan aset demi mendapatkan keuntungan, maka divestasi adalah sebaliknya.

Dalam contoh kasus divestasi Newmont di atas, divestasi sama dengan penjualan saham oleh pemerintah daerah. Namun, pada dasarnya kata divestasi dapat digunakan untuk pelepasan aset secara umum. Misalnya, penjualan mobil perusahaan atau gedung perusahaan kepada pihak ketiga. 

Tujuan Divestasi

Meskipun terdengar memiliki konotasi negatif, akan tetapi divestasi bisa bermakna positif dan negatif tergantung dengan tujuannya. Berikut ini beberapa tujuan dari divestasi:

1. Menjual aset yang kurang menguntungkan

Tujuan divestasi yang pertama adalah untuk menjual aset yang kurang menguntungkan atau bahkan merugikan. Pada kasus Newmont di atas misalnya. Alasan pemerintah daerah menjual kepemilikan sahamnya pada tahun 2016 adalah karena perusahaan tambang tersebut tidak membagikan dividen selama 5 tahun sejak tahun 2011.

Dengan terjualnya aset yang dianggap buruk, maka perusahaan bisa lebih fokus untuk mengembangkan aset produktifnya.

2. Restrukturisasi bisnis

Alasan yang kedua sebuah perusahaan menghapus investasinya pada lini usaha tertentu adalah demi restrukturisasi bisnis. Restrukturisasi ini bisa terjadi karena beberapa hal seperti adanya unit usaha yang tidak menguntungkan, ingin fokus pada unit usaha lain yang lebih menguntungkan atau karena adanya merger dan akuisisi yang menyebabkan sebuah perusahaan harus menyesuaikan diri dengan perusahaan lainnya.

Salah satu perusahaan yang melakukan divestasi bisnis dengan alasan ini adalah Gojek. Sebagaimana yang diberitakan oleh Kompas, Gojek secara resmi menutup seluruh layanan GoLife miliknya pada bulan Juli 2020. Hal ini karena layanan ini adalah layanan yang paling terdampak pandemi dan karena Gojek ingin fokus pada 3 layanan utamanya (Goride, Gofood dan Gopay) serta layanan yang berpotensi menguntungkan di kala pandemi seperti GoSend dan layanan grocery-nya. 

3. Divestasi karena take profit

Alasan lain seseorang atau sebuah perusahaan melakukan divestasi adalah karena harga instrumen investasi miliknya sudah mencapai level yang diinginkan sehingga pas untuk take profit (mengambil untung).

Contohnya mudah. Katakanlah investor A membeli saham CC ketika harga saham tersebut masih Rp. 3.000 per lembar. Investor A percaya bahwasannya cepat atau lambat saham perusahaan tersebut akan mencapai Rp. 3.500 per lembar. Maka, ketika harga saham CC sudah mencapai Rp. 3.500 per lembar, investor A bisa melakukan divestasi dengan cara menjual saham yang dia miliki. 

4. Mengurangi potensi kerugian

Alasan terakhir mengapa sebuah perusahaan atau individu melakukan investasi adalah karena mengurangi potensi kerugian. Contoh divestasi karena hal ini dalam investasi adalah ketika seorang investor mengaplikasikan cut loss pada aset yang harganya sedang menurun hingga level tertentu. 

Apabila strategi cut loss ini tidak diterapkan, tidak menutup kemungkinan harga aset tersebut akan terus jatuh dan tidak naik kembali sehingga alih-alih mendapatkan keuntungan, saham investor terkait justru akan nyangkut. 

Cara Kerja Divestasi

Divestasi dapat dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya:

1. Menjual Aset

Seorang investor atau perusahaan bisa dikatakan melakukan divestasi ketika dia menjual asetnya, baik itu berupa surat berharga maupun fisik, kepada perusahaan atau individu lain.

2. Spin-off

Divestasi dengan cara spin-off adalah salah satu cara divestasi yang umumnya dilakukan oleh perusahaan kepada unit bisnisnya. Caranya adalah dengan menjadikan unit bisnis tersebut sebagai entitas anak perusahaan tetapi dalam hal pembukuan masih bergabung dengan perusahaan induknya. Dengan demikian, saham anak perusahaan tersebut bisa dijual kepada investor.

3. Carve out

Metode carve out mirip dengan divestasi dengan metode spin-off diatas. Bedanya adalah, unit usaha yang dijadikan anak perusahaan tersebut benar-benar menjadi perusahaan baru dengan tidak mencampurkan pembukuannya dengan pembukuan keuangan perusahaan induk.

4. Menutup unit usaha terkait

Cara divestasi yang terakhir adalah dengan menutup atau menghentikan kegiatan bisnis unit usaha yang tidak menguntungkan. Boleh dibilang cara ini adalah alternatif yang terakhir. Hal ini mengingat bahwasannya di dalam unit usaha tersebut ada tenaga kerja yang terpaksa harus di PHK dan aset fisik yang tidak bisa ditinggalkan.

Dengan adanya beberapa strategi divestasi alternatif di atas, diharapkan perusahaan perusahaan memilih salah satu dari beberapa strategi alternatif tersebut alih-alih menutup unit bisnis terkait.

Dampak Divestasi Bagi Investor

Secara garis besar, divestasi bisa memberikan keuntungan, maupun kerugian untuk seorang investor baik itu investor ritel maupun institusi. Divestasi bisa mendatangkan keuntungan apabila dilakukan dengan benar dan dengan pertimbangan yang matang.

Contohnya, ketika Anda memutuskan untuk menjual saham perusahaan A yang harganya terus menurun hingga level cut loss yang Anda tentukan sebelumnya. Bisa jadi Anda ragu-ragu karena sebenarnya kondisi keuangan perusahaan A baik-baik saja meskipun pandemi merugikan beberapa sektor bisnisnya.

Namun, Anda tetap memutuskan untuk menjualnya karena alasan disiplin terhadap trading plan. Ternyata, beberapa hari setelah Anda menjual saham tersebut, harga saham perusahaan A masih terus jatuh karena penutupan unit bisnisnya secara besar-besaran.

Sebaliknya, divestasi juga bisa mengakibatkan kerugian. Kerugian disini bisa bermakna kerugian materiil maupun kehilangan kesempatan. Kerugian akibat kehilangan kesempatan ini seringkali menjangkiti investor yang membeli saham hanya karena fear of missing out sehingga, ketika harga saham terkait turun mereka buru-buru menjualnya. Padahal, tidak menutup kemungkinan harganya akan naik lagi di masa depan.

Mengapa Perencanaan Divestasi Adalah Hal yang Penting?

Tidak hanya cut loss dalam jual beli saham, perencanaan divestasi adalah hal yang penting bagi semua bisnis. Dalam hal ini, perusahaan harus membuat key performance indicator (KPI) sedemikian hingga kinerja karyawan dan unit bisnis tertentu bisa terukur dengan baik.

KPI ini bisa menjadi patokan apakah sebuah unit bisnis mencapai target kinerja dan keuntungan yang diharapkan atau tidak. Kalau ternyata target keuntungan tidak tercapai dan hal itu terjadi berulang kali, maka perusahaan bisa melakukan divestasi atas unit bisnis terkait demi efisiensi kinerja bisnis. Sebaliknya, apabila target kinerja terpenuhi, perusahaan bisa menambah investasi pada unit bisnis tersebut.

Farichatul Chusna

Farichatul Chusna

Setelah lulus dari Ilmu Ekonomi Universitas Gadjah Mada, Farichatul Chusna aktif sebagai penulis artikel ekonomi, investasi, bisnis, dan keuangan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *