Kenali Istilah gharimDalam Al Quran surat At Taubah ayat 60 disebutkan bahwasanya zakat, baik fitrah maupun mal, wajib disalurkan kepada 8 golongan manusia. Salah satu diantaranya adalah gharimiin atau orang yang memiliki utang.
Namun demikian, tidak semua orang yang memiliki utang berhak menerima zakat. Berikut ini pembahasannya:
Definisi Gharim dalam Zakat
Secara bahasa, kata gharim adalah sebutan bagi orang yang memiliki utang. Namun para ulama’ seringkali memberikan definisi yang berbeda sesuai dengan penyebabnya. Dilansir dari Al Manhaj, Ibnu Atsir mendefinisikan gharim sebagai orang-orang yang memiliki utang karena menanggung utang orang lain, bangkrut karena memenuhi kebutuhan hidup dan tidak meminjam uang untuk hal-hal yang dilarang agama maupun untuk perbuatan maksiat.
Lebih khusus lagi, istilah gharim adalah istilah untuk orang-orang yang memiliki utang harta benda kepada manusia lainnya. Jadi, orang-orang yang memiliki utang kepada Allah S.W.T entah itu utang kafarat (denda karena melanggar sesuatu) maupun utang nadzar tidak bisa mendapatkan zakat.
Jenis-Jenis Gharim
Zakat boleh dialokasikan untuk jenis-jenis gharim berikut:
1. Orang yang berutang untuk dirinya sendiri
Secara garis besar, seseorang dikatakan gharim apabila dia memiliki utang yang cukup besar dan tidak mampu melunasinya sendiri. Hal ini dengan catatan, uang hasil pinjaman tersebut tidak digunakan untuk keperluan maksiat, seperti judi online dan kalaupun digunakan untuk kegiatan maksiat, maka orang tersebut sudah benar-benar bertobat.
Selain itu, orang tersebut tidak memiliki kemampuan untuk melunasinya sendiri, sementara utangnya sudah jatuh tempo. Misalnya, 3 tahun lalu Pak A utang ke bank sebesar Rp100.000.000 untuk membuka bisnis. Tanggal jatuh tempo utang tersebut adalah tahun ini, sedangkan bisnis Pak A mengalami kebangkrutan dan dia tidak memiliki sumber pendapatan tambahan. Maka, bisa dikatakan Pak A berhak mendapatkan zakat.
Jumlah zakat yang diberikan kepada mustahiq jenis ini adalah sesuai dengan kebutuhannya. Jadi, apabila ia memiliki utang sebesar Rp100.000.000 dan tidak bisa melunasi semuanya, maka besaran zakat yang diberikan adalah Rp100.000.000. Tapi, jika orang tersebut bisa melunasi Rp30.000.000, maka sebesar Rp70.000.000 sisanya bisa menggunakan uang zakat.
Termasuk gharim jenis ini adalah orang-orang yang kehilangan harta bendanya karena terkena musibah, seperti bencana alam, kebakaran dan lain sebagainya. Maka dari itu, tidak heran jika dana zakat yang disalurkan kepada gharim golongan pertama ini bisa digunakan untuk membantu memenuhi kebutuhan hariannya.
2. Orang yang berutang untuk mendamaikan perselisihan
Jenis gharim yang kedua adalah orang yang terpaksa berutang untuk mendamaikan perselisihan antara dua orang atau dua kelompok dan lebih. Misalnya, Pak B dan Pak C berselisih karena suatu masalah. Keduanya lantas meminta mediasi kepada Pak D, selaku tetua desa. Proses mediasi yang panjang dan butuh ke pengadilan, membuat Pak D terpaksa berutang untuk membiayai proses peradilan tersebut. Oleh karena itu, Pak D berhak mendapatkan zakat.
Berbeda dengan jenis gharim lainnya, gharim jenis ini bisa jadi adalah orang-orang kaya atau mampu tapi harus berutang untuk menyelesaikan sengketa. Hanya saja, seseorang tidak bisa dikatakan sebagai gharim dan mendapatkan zakat, apabila orang tersebut menyelesaikan sengketa dengan merogoh koceknya sendiri.
3. Berutang untuk kebaikan umat
Jenis ketiga dari gharim adalah orang yang berutang untuk kebaikan umat. Misalnya, Desa Maju Mundur Cantik mengalami kekeringan panjang, Lurah desa tersebut lantas berutang ke bank supaya bisa membangun sumur bor sekaligus membangun sumber daya pengairan lainnya. Karena nilai utangnya yang amat besar, Pak Lurah tidak bisa melunasinya dengan menggunakan uangnya sendiri, maka ia berhak untuk mendapatkan zakat.
Dilansir dari NU Online, ulama’ ada perbedaan pendapat mengenai rincian pemberian zakat gharim jenis ini. Ada yang berpendapat kalau gharim jenis ini baru boleh menerima zakat jika ia miskin (hartanya tidak mencukupi pelunasan), tapi ada juga yang berpendapat bahwa gharim jenis ini berhak mendapatkan zakat meskipun ia adalah orang yang mampu.
4. Berutang karena menanggung utang orang lain
Penyebab lain seseorang bisa terjebak dalam jeratan utang adalah ketika ia menanggung utang dari orang lain secara sengaja. Misalnya, orang tua Anda memiliki banyak utang pinjaman online (pinjol), sehingga sebagai anak, mau tidak mau Anda harus menanggungnya.
Jika baik orang tua maupun Anda sendiri tidak mampu melunasi utang tersebut, maka Anda berhak untuk mendapatkan zakat. Namun apabila Anda mampu melunasi utang tersebut dan orang tua Anda tidak, maka hanya orang tua Anda yang berhak untuk menerima zakat.
Syarat Gharim Penerima Zakat
Syarat seseorang untuk dapat disebut sebagai gharim dan berhak untuk menerima zakat adalah :
- Orang yang merdeka atau bukan budak. Jika termasuk golongan budak, maka golongan penerima zakat yang cocok adalah riqab.
- Islam. Zakat wajib diberikan kepada sesama muslim. Tidak sah apabila zakat diberikan kepada non muslim.
- Bukan keturunan Rasulullah S.A.W dan Bani Hasyim.
- Utang dalam bentuk harta benda kepada manusia.
- Orang yang bersangkutan kesulitan melunasi utangnya.
- Kepemilikan utang disebabkan oleh hal-hal yang diperbolehkan agama.
- Utang yang dimiliki harus segera dibayarkan. Jika seseorang punya utang yang masih memiliki tanggal jatuh tempo yang panjang, maka ia tidak berhak untuk mendapatkan zakat “tahun ini”.
Meskipun berhak mendapatkan bantuan zakat, utang tetaplah akan menjadi salah satu hal yang diperhitungkan di akhirat nanti. Oleh karena itu, pastikan anda berutang dengan hati-hati sambil tetap mempertimbangkan kemampuan Anda untuk membayarnya.