Lompat ke konten
Daftar Isi

Impulse Buying: Pengertian, Faktor Pemicu & Tips Mencegahnya

Seseorang sedang membawa kantong belanja yang banyak.

Pernahkah Anda membeli sebuah barang secara tiba-tiba walaupun tidak terlalu dibutuhkan? Jika pernah, berarti Anda termasuk salah satu konsumen yang melakukan impulse buying

Impulse buying menjadi istilah yang akhir-akhir ini marak digunakan oleh masyarakat yang merujuk kepada aktivitas pembelian barang secara tidak terencana. Kemudahan bertransaksi dari mana saja dan kapan saja menjadi salah satu penyebab terjadinya fenomena ini.

Namun, tidak hanya itu saja, secara luas impulse buying dipengaruhi oleh berbagai faktor pemicu dan juga dibedakan menjadi beberapa jenis. Untuk memahami lebih mendalam, mari simak penjelasan di bawah ini mengenai fenomena tersebut!

Pengertian Impulse Buying

Impulse buying adalah kegiatan membeli barang atau jasa secara mendadak/spontan dan tidak terencana. Biasanya, seseorang yang melakukan aktivitas ini, merasa dirinya membutuhkan barang tersebut walaupun sebenarnya masih banyak keperluan lain yang harus dipenuhi.

Fenomena ini bisa terjadi karena pengaruh atau rangsangan dari lingkungan sekitar, seperti iklan, lingkungan sosial, penampilan barang, dan masih banyak lagi. Dengan kata lain, aktivitas impulse buying bisa terjadi karena dorongan dari dalam dan luar diri sendiri.

Sebagai akibatnya, barang yang telah dibeli melebihi budget belanja yang sudah ditetapkan sebelumnya dan berujung pada penyesalan di kemudian hari. Hal ini disebabkan karena pembelian ini tidak disertai rencana yang matang sehingga menggunakan uang yang sudah dikelompokkan sesuai posnya. 

Jenis-Jenis Impulse Buying

Dalam realitanya, impulse buying dibedakan menjadi beberapa jenis sebagai berikut: 

1. Planned impulse buying

Jenis pertama ini terjadi ketika seseorang sudah memiliki keinginan untuk membeli sebuah barang sejak awal. Biasanya konsumen seperti ini sudah memiliki pemikiran untuk membeli barang tersebut lebih awal karena adanya faktor-faktor pendukung.

Misalnya, Anda ingin membeli sabun muka lebih awal karena ada promo diskon 50% dari suatu toko. Anda memutuskan untuk membeli sabun tersebut karena yakin di kemudian hari sabun itu akan habis. Jadi, Anda tetap bisa merasakan potongan harga tersebut dan memiliki persediaan untuk sabun muka. 

2. Pure impulse buying

Jenis yang kedua ini merupakan aktivitas seorang konsumen yang tidak merencanakan sama sekali terkait pembelian sebuah barang. Dengan kata lain, mereka secara spontan akan membeli barang tersebut apabila dirasa perlu dan mendesak.

Bahkan, tidak jarang jenis pembelian ini mengarahkan seseorang untuk membeli di luar perencanaan keuangan. Jenis ini banyak ditemukan pada konsumen yang berbelanja di pusat perbelanjaan. 

Konsumen biasa melakukan window shopping atau melihat-lihat produk dari balik kaca toko sebelum memutuskan untuk membeli barang tersebut. Contohnya, sebenarnya tujuan utama ke pusat perbelanjaan adalah untuk membeli 1 potong baju. Namun, selama perjalanan ke toko baju tersebut, konsumen menemukan judul buku yang menarik perhatian sehingga ia memutuskan untuk membeli buku tersebut juga. 

3. Reminder impulse buying

Reminder impulse buying ini pada dasarnya adalah planned impulse buying yang tertunda. Bagaimana maksudnya? Pada awalnya, seorang konsumen sudah berencana atau tertarik untuk membeli barang A, tetapi ia memutuskan untuk menundanya.

Kemudian, ketika ia sedang melihat marketplace atau pergi ke pusat perbelanjaan, ia melihat iklan atau promosi tentang barang A. Iklan atau promosi yang muncul ini mengingatkan kembali rencana pembelian barang A sehingga konsumen tersebut tanpa berpikir panjang lagi segera membeli produk tersebut. 

4. Suggestion impulse buying

Jenis terakhir ini sangat berkaitan dengan pengaruh dari penjual atau orang sekitar. Sebelum membeli sebuah barang, tidak jarang seseorang akan bertanya mengenai pendapat atau meminta validasi apakah barang tersebut penting atau tidak. 

Ketika teman atau seller yang dimintai pendapat mendorongnya untuk membeli produk tersebut, secara langsung konsumen tersebut akan langsung membelinya.  

Faktor Pemicu Impulse Buying

Ada beberapa faktor pemicu impulse buying yang umum ditemukan pada konsumen, yaitu:

1. Produk menarik

Pemicu utama adanya aktivitas impulse buying adalah ketertarikan akan suatu produk. Seorang konsumen biasanya tertarik pada produk yang murah, packaging menarik, banyak promo, dan lain sebagainya. 

Bahkan, tidak jarang beberapa konsumen hanya membeli produk karena kemasannya yang unik. Dengan kata lain, mereka hanya mengutamakan estetika dibandingkan fungsi dan kebutuhannya. 

2. Strategi pemasaran

Strategi pemasaran yang tepat akan berpengaruh baik pada penjualan perusahaan, tetapi bisa menjadi petaka juga bagi konsumen. Mengapa demikian? 

Aktivitas impulse buying bisa semakin meningkat karena mereka akan segera tertarik dari iklan yang disiarkan, kemudahan bertransaksi, hingga lokasi toko yang mudah dijangkau. Dengan begitu, mereka tidak akan mempertimbangkan banyak hal dan lebih memilih untuk mengutamakan kesenangan mereka. 

3. Pola perilaku konsumen

Yang menjadi faktor pemicu paling utama dari adanya impulse buying adalah pola perilaku konsumen itu sendiri. Setiap konsumen memiliki kepribadian, jenis, dan karakteristik sosial yang berbeda. 

Dari segi kemampuan ekonomi pun berpengaruh terhadap adanya aktivitas pembelian spontan ini. Dengan kata lain, pola perilaku konsumen lebih berkaitan dengan faktor psikologis dari seseorang. Biasanya perilaku ini diikuti dengan ketakutan akan ketinggalan tren masyarakat atau dikenal dengan istilah FOMO (fear of missing out). 

Tanda-Tanda Impulse Buying

Untuk membedakan pembelian berdasarkan kebutuhan dengan spontan, ada tanda-tanda yang bisa dilihat dari pola perilaku konsumen. Berikut adalah karakteristiknya: 

  • Munculnya ketertarikan berlebihan terhadap sebuah produk 
  • Adanya perasaan untuk segera membeli dan memiliki sebuah produk yang dijual
  • Tidak memikirkan secara matang dari segi keuangan dan kebutuhan sehingga seringkali mengabaikan konsekuensi dari pembelian produk
  • Merasakan sensasi puas dan senang sesaat setelah membeli produk 

Contoh Perilaku Impulse Buying

Contoh perilaku impulse buying yang sering terjadi di masyarakat adalah seringnya belanja saat sedang promo besar-besaran. Mungkin Anda sudah tidak asing lagi dengan acara promo tanggal kembar (contohnya: 1.1, 2.2, dsb), harbolnas, dan sebagainya.

Dengan mengikuti acara tersebut tanpa memiliki rencana yang matang, Anda sama saja melakukan impulse buying terhadap barang yang tidak diperlukan. 

Tips Mencegah Impulse Buying

Perilaku impulse buying bisa dicegah dengan beberapa tips berikut ini: 

1. Membuat anggaran belanja

Tips pertama tentunya adalah membuat anggaran belanja. Pastikan Anda membuat anggaran sesuai skala prioritas yang sudah ditentukan. Anda bisa menggunakan berbagai metode seperti salah satunya metode 50-30-20.

50% pendapatan Anda dialokasikan untuk kebutuhan pokok seperti makan, bayar cicilan/tagihan, dan sebagainya. Berikutnya, 30% untuk keinginan Anda seperti membeli baju, menonton film, jalan-jalan, dan lain-lain. 20% terakhir Anda alokasikan untuk menabung atau investasi. 

Dengan adanya anggaran ini, Anda secara tidak langsung membatasi diri untuk tidak memakai uang dari pos-pos anggaran lain. 

2. Membatasi akses transaksi digital 

Mudahnya transaksi digital menjadikan seseorang lebih konsumtif dan berisiko melakukan impulse buying. Untuk mencegahnya, Anda bisa membatasi akses transaksi secara langsung dari smartphone atau perangkat lainnya. 

Misalnya, Anda dapat menentukan batas maksimal pengeluaran harian dari aplikasi m-Banking Anda. Jadi, jika Anda sudah bertransaksi melebihi batas limit, Anda akan diperingatkan untuk mengurangi pengeluaran dan bahkan akses transaksi akan diblokir. 

Setelah memahami pembahasan di atas, apakah Anda pernah terjebak dalam aktivitas impulse buying? Jika pernah, tidak ada kata terlambat untuk mulai mencegahnya dan memahami tanda-tanda dari munculnya impulse buying

Lusita Amelia

Lusita Amelia

Lusita Amelia adalah seorang content writer dengan pengalaman menulis berbagai macam jenis artikel. Dia menekuni kepenulisan di bidang investasi, bisnis, ekonomi, dan isu-isu terkini.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *