Lompat ke konten
Daftar Isi

Jenis-jenis Riba dan Bahayanya bagi Keuangan

Jenis-jenis riba

Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.” Begitulah bunyi potongan ayat Al Qur’an Surat Al Baqarah ayat 275. Dalam ayat tersebut dan ayat-ayat sebelum maupun sesudahnya, Allah S.W.T dengan tegas mengharamkan riba dan mendorong para pemeluk Agama Islam untuk melakukan transaksi keuangan yang adil dan transparan. 

Hingga saat ini, riba menjadi salah satu transaksi perekonomian yang dilarang dalam praktik Agama Islam. Tapi, sebenarnya, apakah yang dimaksud dengan riba? Dan mengapa ia dilarang? Simak selengkapnya berikut ini:

Definisi Riba dan Hukumnya dalam Islam

Secara bahasa, arti riba adalah “tambahan”. Secara istilah, riba adalah penambahan pendapatan yang tidak sah (POJK Nomor 31/POJK.05/2014 tentang Penyelenggaraan Usaha Pembiayaan Syariah). 

Praktik riba sudah ada sejak zaman jahiliyah. Dalam hal ini, jumlah utang yang dibebankan kepada orang yang berhutang akan semakin tinggi seiring dengan keterlambatan pembayaran yang dilakukan oleh orang tersebut. 

Misalnya, Bu Ana meminjam uang Rp1.000.000 kepada Pak Dedi dengan tenggat waktu 1 Desember 2024. Jika Bu Ana membayar tepat waktu, maka ia hanya perlu membayar sebesar Rp1.000.000 saja, tapi jika ia telat sehari, maka ia harus membayar Rp1.050.000. Sisa Rp50.000 inilah yang disebut dengan riba dalam masa jahiliyah. 

Riba dalam ekonomi Islam dilarang (haram) mengingat bahwasannya hal ini akan mendorong ketimpangan ekonomi. Sederhananya, apabila orang yang berutang adalah orang yang membutuhkan, entah itu miskin atau fakir, dan orang yang memberi pinjaman adalah orang kaya, maka konsep riba akan semakin memberatkan orang miskin dan membuat orang kaya semakin kaya. Hal ini tentunya berbeda dengan usaha Islam untuk membentuk perekonomian yang lebih transparan, berkonsep tolong menolong dan adil. 

Tidak hanya pada ayat di atas, pelarangan riba juga tercantum dalam berbagai ayat lain, seperti surat Ali Imran ayat 130 maupun dari hadits-hadits shahih. Hal ini membuat riba menjadi salah satu transaksi keuangan yang paling jelas hukumnya dalam perekonomian Islam. 

Jenis-jenis Riba dan Contohnya

Berikut ini beberapa jenis riba dan contohnya:

1. Riba jahiliyah

Riba jahiliyah adalah praktik penambahan bunga atas pokok utang yang dibebankan kepada nasabah peminjam atas keterlambatan pembayaran pinjaman. Misalnya, Pak Ari meminjam sebesar Rp10.000.000 kepada Bu Sinta dengan tenggat waktu 1 Desember 2024. Namun karena baru bisa membayar pada 1 Januari 2025, Pak Ari dikenakan bunga sebesar 10%, sehingga harus membayar Bu Sinta sebesar Rp11.000.000. Nah, selisih Rp1.000.000 antara pokok pinjaman dan uang pelunasan inilah yang disebut dengan riba. Praktik riba seperti ini sudah ada sejak zaman jahiliyah, sehingga disebut dengan riba jahiliyah.

2. Riba fadhl

Riba fadhl atau kelebihan adalah jenis riba yang terjadi ketika adanya transaksi antara dua atau lebih barang ribawi yang mana ada penambahan ukuran dari salah satu barang yang dipertukarkan tersebut. Adapun barang-barang ribawi yang dimaksud adalah emas, perak (mata uang), gandum, kurma dan garam (bahan makanan pokok). 

Misalnya, Bu Arti memiliki 1 kilogram beras bagus padahal ia butuh beras jelek untuk bahan makanan burungnya, Di sisi lain, Bu Deni memiliki 2 kilogram beras yang bijinya pendek-pendek (kualitas kurang baik), padahal ia dan keluarganya butuh makan. Karena sama-sama butuh, Bu Arti dan Bu Deni saling bertukar (barter) beras yang dimilikinya. Nah, tindakan yang demikian ini disebut dengan riba fadhl, karena meskipun kualitasnya beda, barang yang ditukarkan adalah sama-sama beras. 

Lain halnya jika Bu Deni punya jagung dan Bu Arti punya beras, maka keduanya boleh ditukarkan dengan takaran yang berbeda dengan catatan penukaran tersebut harus dilakukan secara tunai (langsung, tidak mengangsur) dan besaran takaran tersebut harus sesuai dengan harga pasar yang berlaku. Misalnya, 1 Kg beras seharga Rp15.000 dan harga 1 Kg jagung adalah Rp3.000, maka pada saat transaksi, Bu Arti harus mendapatkan 5 Kg jagung dan Bu Deni mendapatkan 1 Kg beras.

Lalu solusinya gimana? Solusinya adalah, Bu Arti menjual berasnya ke pasar terlebih dahulu untuk kemudian uangnya digunakan untuk membeli beras jelek milik Bu Deni. 

3. Riba nasiah

Riba nasiah adalah riba yang terjadi ketika dua barang ribawi di atas dipertukarkan, satu secara tunai dan yang lainnya dibayar dengan mengangsur. Hal ini berlaku untuk dua barang yang sama (misal, emas ditukar dengan emas), maupun 2 barang yang berbeda (emas ditukar perak). 

Contohnya, Perusahaan ABC melakukan impor gandum ke Indonesia (gandum ditukar dengan uang) pada tanggal 7 November 2024. Ketika itu, 1 Kg gandum dijual dengan harga Rp170.000. Perusahaan ABC melakukan pembelian dengan tunai (langsung mengirim uang sebesar Rp170.000). Tapi, pihak mitra hanya mengirim 0,5 kg, sementara sisanya dikirim minggu depan. Transaksi seperti inilah yang disebut dengan riba. 

Hal ini dilarang karena harga barang-barang ribawi baik itu emas, perak, mata uang maupun bahan makanan pokok cenderung fluktuatif, sehingga penundaan pengiriman satu barang di kemudian hari, bisa merugikan pihak lain. 

Hal ini berlaku juga apabila pihak terkait memberikan penambahan sebagai tebusan atas keterlambatan pengiriman yang ia lakukan. Oleh karena itu, diperlukan transaksi untuk menetapkan nominal harga dan tanggal pengiriman barang. 

Bahaya Perbuatan Riba

Dalam berbagai ayat Al Quran dan hadits, Allah S.W.T dan Rasulullah S.W.T melaknat praktik riba dengan berbagai kalimat, seperti dosa riba sama seperti berzina dengan ibu sendiri (H.R. Hakim) maupun berzina sebanyak 36 kali. 

Lalu bagaimana jika kita sudah meminjam atau menerima pendapatan dengan mekanisme riba? Selain tentunya dengan bersungguh-sungguh bertaubat, membersihkan harta ini juga bisa dilakukan dengan cara melepaskan diri dari praktik riba tersebut. Kalau sudah terlanjur meminjam utang ya lunasi utang sekalian bunganya. Kalau Anda mendapatkan penghasilan dari praktik riba, Anda bisa mengembalikannya kepada orang yang berhak (jika memungkinkan) atau memberikannya untuk kepentingan umum dengan tanpa menyebut diri Anda sebagai donatur.

Farichatul Chusna

Farichatul Chusna

Setelah lulus dari Ilmu Ekonomi Universitas Gadjah Mada, Farichatul Chusna aktif sebagai penulis artikel ekonomi, investasi, bisnis, dan keuangan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *