Pernahkah Anda merasa bahwa ketika pendapatan Anda naik, maka jumlah uang yang Anda gunakan untuk membeli barang juga naik? Misalnya, ketika gaji Anda sebesar Rp1.500.000, Anda mengeluarkan uang sebesar Rp1.400.000 untuk makan, bayar kost, beli pulsa dan lain-lain.
Lalu, ketika gaji Anda naik menjadi Rp3.000.000, Anda mengeluarkan Rp2.000.000 untuk biaya makan, menyewa kamar kost yang lebih mahal, membeli pulsa dan lain-lain. Nah, perubahan proporsi pendapatan untuk konsumsi akibat kenaikan pendapatan itulah yang disebut dengan marginal propensity to consume (MPC).
Pengertian Marginal Propensity to Consume (MPC)
Seperti yang telah disebutkan di atas, marginal propensity to consume (MPC) adalah perubahan proporsi pendapatan untuk konsumsi akibat kenaikan pendapatan. Misalnya, Anda mendapatkan bonus tahunan sebesar Rp500.000. Jika 400.000 dari bonus tahunan tersebut Anda gunakan untuk jalan-jalan, maka MPC Anda adalah sebesar 0.8.
Umumnya, individu dengan tingkat pendapatan yang rendah akan memiliki nilai MPC yang tinggi. Sebab ini artinya, semakin besar proporsi dari pendapatan yang digunakan untuk membeli barang kebutuhan sehari-hari. Sebaliknya, individu dengan pendapatan tinggi cenderung memiliki nilai MPC yang rendah, sebab kebutuhannya sudah terpenuhi dan sebagian besar pendapatan mereka akan ditabung.
Sejarah Konsep MPC
Konsep ini pertama kali diperkenalkan oleh John Maynard Keynes dalam bukunya yang berjudul The General Theory of Employment, Interest, and Money. Dalam buku yang terbit pada tahun 1936 tersebut, Keynes mengungkapkan pemikirannya mengenai pentingnya stimulus dari pemerintah untuk meningkatkan permintaan agregat.
Sebagai konteks, ekonom sebelum Keynes percaya bahwasanya supply barang dan jasa akan tetap laku (supply creates its own demand). Anggapan ini terbantahkan ketika terjadi the great depression yang mana ketika itu, ada banyak barang yang diproduksi gagal terjual karena rendahnya permintaan agregat (aggregate demand) akibat rendahnya pendapatan.
Dalam bukunya, Keynes berpendapat bahwa stimulus pemerintah, seperti diskon pajak, subsidi, bantuan dana untuk pengangguran dan program fiskal lainnya dibutuhkan untuk meningkatkan permintaan agregat. Sederhananya, jika pemerintah memberikan stimulus tersebut, bantuan dana untuk pengangguran misalnya, maka pendapatan dan konsumsi masyarakat akan naik sehingga ekonomi akan berputar. Kenaikan tingkat konsumsi akibat pendapatan naik inilah yang tergambar dalam MPC.
Rumus MPC
Rumus MPC cukup sederhana, yaitu:
MPC = Perubahan Konsumsi / Perubahan Pendapatan Disposabel
Keterangan:
Pendapatan disposabel (disposable income) adalah pendapatan yang telah dikurangi dengan pajak atau pendapatan yang benar-benar bisa digunakan untuk konsumsi.
Pada contoh di atas misalnya. Ketika Rp1.500.000, Anda mengeluarkan uang sebesar Rp1.400.000 untuk makan, bayar kost, beli pulsa dan lain-lain, sementara ketika gaji Anda naik menjadi Rp3.000.000, Anda mengeluarkan Rp2.000.000 untuk konsumsi. Maka, nilai MPC pengeluaran bulanan Anda adalah:
MPC = 2.000.000-1.400.000/3.000.000-1.500.000 = 600.000/1.500.000= 0,4
Ini artinya, Anda menggunakan 40% dari tambahan pendapatan yang Anda terima untuk konsumsi, sementara 60% sisanya ditabung.
Menginterpretasikan nilai MPC cukup mudah. Apabila nilai MPC=1, maka seluruh tambahan pendapatan digunakan untuk konsumsi. Apabila nilai MPC 0<MPC<1, maka sebagian tambahan pendapatan digunakan untuk konsumsi, dan sebagian lagi ditabung. Apabila MPC=0, maka semua tambahan pendapatan akan ditabung.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi MPC
Setidaknya terdapat 5 faktor yang dapat mempengaruhi nilai MPC. 5 faktor tersebut adalah:
1. Tingkat pendapatan
Seperti yang telah disinggung di atas, orang dengan tingkat pendapatan yang rendah cenderung memiliki nilai MPC yang tinggi, sebab mereka menggunakan sebagian besar pendapatannya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Sebaliknya, individu dengan pendapatan yang tinggi cenderung akan menggunakan sebagian besar pendapatannya untuk ditabung sebab kebutuhan dasarnya sudah terpenuhi.
2. Periode peningkatan pendapatan
Individu yang mendapatkan peningkatan pendapatan sementara waktu, seperti mendapatkan bonus tahunan atau THR, cenderung akan menggunakan uang tambahan tersebut untuk ditabung. Sebaliknya, individu yang mendapatkan penghasilan tambahan yang lebih permanen, seperti akibat kenaikan jabatan, cenderung menggunakan tambahan pendapatan tersebut untuk konsumsi.
3. Tingkat suku bunga
Tingkat suku bunga merupakan “pedang bermata dua” untuk ekonomi, sehingga harus digunakan dengan bijak. Penurunan tingkat suku bunga di satu sisi dapat meningkatkan konsumsi, sebab itu artinya akan lebih banyak orang yang meminjam uang di bank dan menggunakannya untuk membeli kebutuhan sehari-hari atau untuk kebutuhan bisnis. Di sisi lain, penurunan tingkat suku bunga juga melemahkan motivasi penabung atau investor untuk menyimpan uangnya di bank.
4. Pajak
Sistem pajak dan subsidi sebuah negara harus didesain dengan hati-hati. Sebab, di satu sisi pajak merupakan sumber pendapatan utama pemerintah, namun di sisi lain pajak juga mengurangi konsumsi. Keynes berpendapat bahwasanya total pajak yang dibayarkan oleh individu dengan pendapatan menengah kebawah harus lebih rendah dibandingkan dengan pajak yang harus dibayarkan oleh individu dengan pendapatan tinggi. Sebab, individu dengan pendapatan rendah membutuhkan pendapatan disposabel yang lebih tinggi untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan memutar roda perekonomian.
5. Tingkat kepercayaan konsumen
Tingkat kepercayaan konsumen terhadap kondisi perekonomian secara keseluruhan juga bisa mempengaruhi nilai MPC. Sederhananya, apabila konsumen percaya bahwa dalam beberapa tahun ke depan ekonomi Indonesia akan baik-baik saja, maka mereka akan lebih banyak menggunakan uangnya untuk berbelanja (MPC tinggi). Sebaliknya, jika Indonesia sedang krisis atau terkena isu resesi, maka konsumen akan menabung sebagian besar pendapatannya untuk berjaga-jaga (MPC rendah).
Pengaruh MPC pada Ekonomi
MPC merupakan konsep yang penting dalam mengukur efisiensi kebijakan fiskal pemerintah. Asumsinya adalah, semakin banyak fiskal stimulus yang diterbitkan oleh pemerintah, semakin tinggi pendapatan masyarakat. Akibatnya, semakin tinggi pula proporsi pendapatan yang digunakan untuk belanja (konsumsi).
Dalam teorinya, MPC merupakan variabel yang digunakan untuk menghitung efek pengganda (multiplier effect). Multiplier effect adalah tingkat penambahan atau pengurangan pada pendapatan yang diakibatkan oleh peningkatan atau pengurangan pada pengeluaran.
Keynes percaya bahwasanya peningkatan pengeluaran pemerintah dapat meningkatkan ekonomi melalui efek pengganda ini. Misalnya, pemerintah menjalankan program pembangunan infrastruktur dengan budget 1 triliun rupiah, 500 miliar untuk membeli bahan baku, 500 miliar untuk gaji pegawai. 500 miliar dari bahan baku ini akan berdampak pada semakin banyaknya produksi bahan baku dan toko bangunan yang semakin laku.
Sementara 500 miliar untuk gaji pegawai bisa digunakan untuk membeli kebutuhan sehari-hari, membayar sekolah anak, hingga digunakan untuk membuka bisnis. Akibatnya, uang 1 triliun tadi bisa kembali ke pemerintah dengan nilai atau dampak yang lebih besar. Maka dari itu, disebut dengan efek pengganda.
Hal ini juga berlaku sebaliknya. Apabila stimulus dari pemerintah dikurangi, maka ada kemungkinan MPC mengecil, sehingga pertumbuhan ekonomi juga melambat.