Lompat ke konten
Daftar Isi

Apa itu Market Challenger?

Market challenger

Persaingan merupakan hal yang penting bagi sebuah industri. Dengan adanya tingkat persaingan yang sehat, perusahaan dalam sebuah industri akan berusaha untuk meningkatkan inovasi dan layanan, sehingga meningkatkan kepuasan konsumen. 

Dalam dunia persaingan bisnis, perusahaan-perusahaan dalam sebuah industri dapat dibagi menjadi empat, yaitu market leader (pemimpin pasar), market challenger (penantang pasar).  market follower (pengikut pasar), dan market niche (perusahaan dengan produk sejenis tapi sifatnya lebih khusus) . 

Seorang pebisnis perlu memahami posisi perusahaannya dalam peta persaingan ini. Tujuannya adalah untuk menciptakan strategi bisnis yang tepat guna untuk bertahan atau bahkan memenangkan persaingan. Dalam artikel kali ini, penulis akan fokus pada pembahasan  market challenger (penantang pasar). 

Pengertian Market Challenger

Market challenger adalah perusahaan yang menguasai pangsa pasar yang lebih rendah dibandingkan dengan market leader tapi cukup besar untuk mendapatkan kontrol dalam industri. Sederhananya, jika market leader adalah perusahaan nomor 1, maka market challenger adalah perusahaan nomor 2 dan 3. 

Karakteristik perusahaan dengan posisi persaingan ini adalah:

  1. Terbilang merupakan perusahaan besar dari segi pendapatan dan volume penjualan. 
  2. Menguasai pangsa pasar +- 30%. 
  3. Dapat menemukan kelemahan dari perusahaan lainnya dan dapat menggunakannya untuk kepentingan perusahaan. 
  4. Umumnya perusahaan ini tidak segan-segan berekspansi dengan mengakuisisi perusahaan lemah. 

Pangsa pasar (market share) adalah persentase pendapatan atau penjualan produk sebuah perusahaan dibandingkan dengan total penjualan atau pendapatan produk tersebut di pasar. Indikator ini umum digunakan untuk menentukan peta persaingan perusahaan dalam sebuah industri. 

Misalnya, total penjualan produk pada industri smartphone adalah 100.000 keping. Apabila perusahaan A berhasil menjual 20.000 keping, maka dia dikatakan menguasai market share sebanyak 20%. Ini artinya, sebuah perusahaan smartphone dapat dikatakan sebagai market challenger apabila dia berhasil menjual setidaknya 30.000 keping smartphone. 

Selain dari market share, sebuah market challenger juga cenderung berdiri atau masuk industri setelah market leader, tapi memiliki kemampuan adaptasi yang baik. Untuk beradaptasi dengan baik ini, umumnya para penantang pasar akan menyajikan produk dengan kualitas yang sama dengan pemimpin pasar, meningkatkan awareness untuk brand mereka dan menjalin hubungan baik dengan pelanggan.

Contoh Market Challenger

1. Mie Sedap

Masyarakat Indonesia tentunya sudah tidak asing dengan persaingan antara Indomie dan Mie Sedap dalam industri mie instan di tanah air. Menurut data dari Euromonitor pada tahun 2017, Wings Corp dengan Mie Sedap menguasai 18,9% pangsa pasar mie instan di tanah air. 

Meskipun tampaknya market share perusahaan ini masih cukup jauh dari kategori market challenger di atas, namun menurut penulis, Mie Sedap bisa dikatakan masuk dalam kategori ini mengingat bahwasanya Indomie, sang market leader, menguasai lebih dari 70% pasar mie instan tanah air. 

2. Airbus

Airbus merupakan perusahaan pabrikan pesawat terbang (aircraft) asal Eropa. Didirikan pada tahun 1970, perusahaan yang melayani pesanan pesawat terbang dari berbagai maskapai di seluruh dunia ini dulu merupakan penantang pasar dari perusahaan yang memimpin industri ini, yaitu Boeing. 

Seiring dengan peningkatan kualitas dan penjualan, ditambah dengan skandal yang melibatkan Boeing selama beberapa tahun ini, kini Airbus berhasil menjadi market leader di industri passenger jet (pesawat terbang untuk penumpang) dengan menguasai pangsa pasar sekitar 62% (Leeham News).

 3. Grab

Jika disuruh untuk menyebut nama perusahaan ojek online, umumnya masyarakat Indonesia akan menyebut Gojek atau Grab. Memang dari segi pangsa pasar, kedua perusahaan ini sangat mendominasi pasar ojek online di Indonesia. 

Menurut data dari dfd news, per Juli 2022 Grab menguasai market share ojek online sebesar 48%, sementara Gojek 52%. Keduanya bersaing dengan sangat ketat sehingga rasio pangsa pasar ini dapat berubah meskipun tidak terlalu tajam. Grab boleh dibilang sebagai market challenger karena baru masuk pasar Indonesia pada tahun 2014, sementara Gojek sudah ada di negeri ini sejak tahun 2010.

Strategi Market Challenger

Karena berusaha untuk menguasai pasar, perusahaan yang masuk ke dalam kategori market challenger cenderung menerapkan strategi pemasaran yang agresif. Berikut ini beberapa strategi yang umumnya digunakan oleh perusahaan dalam kategori ini:

1. Full frontal attack

Dalam strategi yang satu ini, market challenger akan berusaha menyamai strategi yang dilakukan oleh market leader, mulai dari kualitas produk, harga, hingga iklan dan diskon akan coba mereka samakan. Misalnya, jika perusahaan pemimpin industri ecommerce memberikan promo gratis ongkos kirim, maka perusahaan penantang juga akan melakukan strategi yang sama. 

2. Indirect attack

Biasanya, perusahaan market leader memiliki sumber daya yang lebih besar dibandingkan dengan challenger, sehingga kadang strategi full frontal attack dirasa kurang efektif. Sebagai pengganti, challenger bisa saja menerapkan strategi yang menyasar kelemahan market leader (indirect attack) atau menawarkan solusi produk yang belum dicoba oleh perusahaan pemimpin tersebut. 

Contohnya, Airbus yang sukses mengembangkan pesawat hemat bahan bakar dengan A320neo pada tahun 2014. Pesawat ini sukses di pasaran karena bahan bakar merupakan komponen biaya terbesar dalam industri maskapai dan Boeing ketika itu belum mencoba memproduksi produk yang serupa.

3. Encirclement attack

Encirclement attack adalah strategi yang menggabungkan full frontal dan indirect attack alias perusahaan challenger berusaha menekan leader dari sisi kelemahan maupun kelebihannya.

Contohnya HP yang mengakuisisi Compaq pada tahun 2002 untuk menantang Dell. Sebelum secara langsung menantang produsen notebook terkemuka tersebut dan memotong harga printer serta notebook di pasaran, HP terlebih dahulu membangun brand image dan pasarnya sendiri.

4. Baypass attack

Tidak jarang perusahaan challenger susah untuk menghadapi leader secara langsung. Pada kasus seperti ini, challenger bisa menggunakan baypass attack dengan cara menemukan strategi alternatif untuk masuk industri, misalnya dengan membuka pasar baru di tempat yang berbeda. 

Misalnya, aplikasi audio Noice. Boleh dibilang bahwasanya saat ini Spotify menjadi aplikasi pemutar audio (musik dan podcast) terbesar di Indonesia. Alih-alih menantang Spotify dengan menyediakan konten audio yang sama, Noice tetap menghadirkan podcast tapi tidak digabung dengan musik, melainkan dengan audiobook dan radio. 

Selain itu, Noice juga memiliki fitur live yang menjadi satu dengan aplikasi utamanya (tidak seperti Spotify yang terpisah) dan mengembangkan kelas podcasting khusus demi meningkatkan kualitas konten dan komunitas kreator. 

5. Guerilla warfare

Sesuai dengan namanya, perang gerilya, strategi pemasaran yang satu ini cenderung bergerak “di bawah tanah” dengan mengandalkan keberhasilan-keberhasilan kecil yang bisa jadi tidak langsung head to head dengan leader, tapi lambat laun bisa bergerak secara efektif. 

Strategi ini umumnya digunakan oleh perusahaan penantang yang ingin menantang market leader dengan budget kecil tapi efisien dalam jangka panjang. Strategi ini digunakan oleh Mie Sedap untuk masuk pasar mie instan di Indonesia. 

Ketika pertama kali diterbitkan, Edi Katuari, pemimpin Wings Group menggunakan jaringan distribusi umum perusahaan untuk menyebarkan produk baru ini di desa-desa dan kota-kota kecil terlebih dahulu. Baru setelah pangsa pasar mulai terbentuk dengan kuat, produk mie ini mulai masuk kota besar dan supermarket. 

Perbedaan Market Challenger dan Market Follower

Berbeda dengan market challenger, perusahaan yang masuk dalam kategori market follower tidak berusaha menantang leader dan cukup puas dengan posisi mereka di industri saat ini. Perusahaan dengan tipe ini cenderung akan meniru strategi pemasaran yang dilakukan oleh leader maupun follower dan labanya tinggi akibat biaya pemasaran yang relatif rendah.

Farichatul Chusna

Farichatul Chusna

Setelah lulus dari Ilmu Ekonomi Universitas Gadjah Mada, Farichatul Chusna aktif sebagai penulis artikel ekonomi, investasi, bisnis, dan keuangan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *