Sebagai pelaku ekonomi, Indonesia tentunya tidak bisa berdiri sendiri. Sama seperti pelaku ekonomi lainnya, Indonesia harus berinteraksi dengan negara-negara lain, khususnya negara-negara tetangga, supaya ekonomi negeri ini jadi lebih maju.
Salah satu bentuk kerjasama ekonomi antar negara tetangga di Asia Tenggara itu adalah terbentuknya Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) atau asosiasi negara-negara Asia tenggara pada tahun 1967 di Bangkok, Thailand. Seiring dengan berjalannya waktu, organisasi regional Asia Tenggara tersebut membentuk sebuah proyek besar bernama ASEAN Economic Community (AEC) atau kalau dalam Bahasa Indonesia, disebut dengan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).
Apa itu MEA, dan apa dampaknya bagi Indonesia? Simak penjelasan lengkapnya berikut ini:
Pengertian MEA (Masyarakat Ekonomi ASEAN)
MEA (Masyarakat Ekonomi ASEAN) adalah satu proyek besar dari negara-negara anggota ASEAN yang beranggotakan Indonesia, Singapura, Malaysia,Vietnam, Filipina, Brunei Darussalam, Kamboja, Laos, Myanmar, dan Thailand.
Setelah terbentuknya organisasi ASEAN itu sendiri, sejarah MEA dapat ditelusuri hingga tahun 1992. Ketika itu, pimpinan negara-negara di Asia Tenggara merencanakan pembuatan ASEAN Free Trade Area (AFTA) atau area perdagangan bebas di Asia Tenggara. Lalu, pada tahun 2003 terbentuklah rencana pembentukan integrasi ekonomi Asia Tenggara dengan ditandatanganinya the Declaration of ASEAN Concord II pada tahun 2003. Awalnya, AEC ini direncanakan untuk terbentuk pada tahun 2020, namun kemudian dipercepat hingga tahun 2015.
Sebelum beranjak untuk memahami tujuan terbentuknya MEA, kiranya Anda perlu mengetahui tantangan yang harus dihadapi dalam perdagangan internasional terlebih dahulu. Sebab, pada dasarnya, terbentuknya MEA adalah untuk memudahkan negara-negara anggota dalam menyelesaikan tantangan ini.
Perdagangan internasional secara teoritis dibutuhkan karena setiap negara memiliki keunggulan kompetitif (competitive advantage) dibandingkan dengan negara lain. Indonesia misalnya, unggul dibidang jumlah tenaga kerja (labor abundance) tapi relatif minim sumber daya modal. Hal ini tentu berkebalikan dengan Singapura, sebuah negara kota yang kaya sumber daya modal tapi memiliki jumlah tenaga kerja terbatas.
Namun sayangnya, perdagangan antar negara ini terhalang dengan adanya tantangan, seperti, perbedaan mata uang, perbedaan hukum yang berlaku, adanya pajak masuk dan keluar (bea cukai) dan lain sebagainya. Dengan adanya AEC atau MEA, diharapkan tantangan-tantangan tersebut jadi lebih ringan sehingga pertukaran sumber daya antar negara-negara di Asia Tenggara jadi lebih lancar.
Tujuan Dari MEA
Lalu, apa saja tujuan kerjasama ASEAN ini?
1. Membentuk pasar dan basis produksi tunggal
Dengan jumlah total penduduk lebih dari 600 juta orang, Asia Tenggara tentunya menjadi basis konsumen sekaligus basis produsen yang potensial. Apalagi dengan letak geografisnya yang terletak diantara dua benua. Dengan aliran sumber daya modal dan tenaga kerja yang bebas, diharapkan pasar dan basis produksi tunggal di negara-negara ini dapat menarik investor dari luar regional maupun dari dalam regional ASEAN itu sendiri.
2. Membentuk ekonomi regional yang kompetitif
Sebagai regional dengan kekuatan ekonomi terbesar ketiga di Asia, harapan dengan terbentuknya MEA adalah negara-negara anggota MEA dapat menjadi negara-negara yang memiliki daya saing tinggi di bidang ekonomi.
3. Menjadikan perkembangan ekonomi di negara-negara ASEAN lebih merata
Seperti yang telah disebutkan di atas, MEA memiliki 10 negara anggota. Mayoritas negara-negara anggota tersebut adalah negara berkembang. Hanya dua diantara 10 anggota tersebut yang merupakan negara maju, yaitu Brunei Darussalam dan Singapura. Dengan berdirinya ASEAN Economic Community ini, diharapkan pembangunan ekonomi di negara-negara ini jadi lebih merata karena arus sumber daya modal dan tenaga kerja yang lebih bebas.
4. Menjadikan ekonomi di ASEAN terintegrasi
Tujuan terakhir terbentuknya AEC adalah untuk membentuk ekonomi ASEAN yang terintegrasi. Sederhananya, hal ini berarti Anda bisa mengimpor barang atau keluar masuk negara tetangga dengan bebas. Apalagi jika nanti rencana AEC untuk membuat ASEAN single monetary unit (mata uang tunggal) berhasil, Anda tidak perlu menukar rupiah dengan ringgit ketika Anda pergi ke Malaysia.
Dampak MEA Bagi Indonesia
Dampak positif
- Ekspor impor jadi lebih lancar. Bagi pengusaha yang berorientasi ekspor di Indonesia, adanya MEA mempermudah mereka untuk menjual barangnya ke negara tetangga. Adapun bagi pengusaha yang membutuhkan barang-barang impor untuk bahan produksi atau dijual kembali, adanya MEA juga memudahkan mereka untuk membeli barang dari luar negeri.
- Meningkatkan investasi negara tetangga ke Indonesia. Investasi asing, khususnya dari negara tetangga, bermanfaat untuk mengembangkan ekonomi negeri ini. Sebab, tak jarang investasi asing ke Indonesia digunakan untuk membangun pabrik, atau infrastruktur yang memberdayakan tenaga kerja lokal. Akibatnya, tingkat penyerapan tenaga kerja jadi lebih tinggi. Sejauh ini, Singapura dan Malaysia merupakan salah dua negara yang banyak berinvestasi di Indonesia.
- Transfer ilmu pengetahuan. Harapannya selain investasi dalam bentuk modal, adanya MEA juga mengakibatkan investasi dalam bentuk sumber daya manusia. Misalnya, tim ahli dari Singapura atau Malaysia bekerja di Indonesia, dengan demikian, tenaga kerja Indonesia yang bekerja di bawah supervisi-nya jadi mendapatkan tambahan ilmu pengetahuan.
- Ekonomi yang lebih stabil. Tahukah Anda, kalau krisis moneter 1998 merupakan krisis yang ditularkan dari Thailand? Tidak hanya Thailand dan Indonesia, Malaysia juga terdampak. Krisis ini menunjukkan bahwa secara natural ekonomi di negara-negara Asia Tenggara saling terikat satu sama lain. Dengan adanya kerjasama ekonomi yang lebih jelas atau bahkan integrasi ekonomi, diharapkan krisis serupa tidak terjadi lagi.
Dampak negatif
- Persaingan tenaga kerja. Meskipun merupakan negara dengan jumlah penduduk terbesar di Asia Tenggara, namun tidak dapat dipungkiri bahwasanya adanya MEA akan meningkatkan persaingan tenaga kerja antara penduduk Indonesia dengan penduduk-penduduk negara ASEAN lainnya. Contohnya saja, persaingan TKI Indonesia dengan Filipina. Karena merupakan bekas jajahan Amerika Serikat, TKI di negara kepulauan tersebut lebih jago Bahasa Inggris dibandingkan TKI dari Indonesia.
- Persaingan dengan produk luar negeri. Barang impor tidak hanya berupa barang mentah yang bisa diolah lagi, tetapi juga barang jadi. Barang jadi impor ini akan menjadi pesaing utama barang jadi yang sama tapi diproduksi dalam negeri. Contohnya saja, sepatu import dengan sepatu yang diproduksi di Cibaduyut. Meskipun fungsinya sama, namun tak jarang barang impor dinilai lebih memiliki prestige dibandingkan barang lokal.
- Eksploitasi sumber daya. Sebagai negara yang kaya dengan sumber daya alam dan sumber daya manusia (dari segi jumlah), tantangan Indonesia saat MEA adalah menjaga supaya SDA dan SDM negeri ini tidak dieksploitasi sambil tetap bersaing dengan negara lainnya. Karena walau bagaimanapun, pengusaha pasti mencari sumber daya produksi yang lebih terjangkau.
Cara utama yang bisa Anda lakukan untuk menghadapi MEA adalah dengan meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) dengan meningkatkan skill dan berbagai pengetahuan yang dibutuhkan.