Lompat ke konten
Daftar Isi

Sejarah Uang di Indonesia

Seseorang sedang memegang pecahan uang Rp100.000,00 sebanyak 12 lembar.

Siapa yang tak mengenal uang? Uang merupakan salah satu hal paling penting dalam kehidupan karena menjadi media transaksi sehari-hari. 

Namun, apakah Anda tahu bagaimana sejarah uang itu bermula? Mari simak penjelasan sejarah uang di Indonesia di bawah ini!

Masa Pra-Kolonial

Sebelum mengenal uang atau sekitar 6000 SM, manusia menggunakan sistem barter untuk mendapatkan barang atau jasa. Sistem ini sudah sangat lama dikenal dan mampu memfasilitasi dalam pertukaran barang maupun jasa. Sistem barter dahulu dinilai efektif dan saling menguntungkan  satu sama lain. Namun, lama-kelamaan sistem ini menjadikan masalah, sebab manusia tidaklah pernah puas dengan apa yang mereka miliki. Ditambah, mereka merasakan bahwa semakin lama, mereka mandapatkan barang atau jasa yang tidak seimbang saat bertukar. Hal inilah yang menyebabkan timbulnya uang untuk mendapatkan barang atau jasa.

Secara harfiah, definisi tersebut dapat dikatakan sebagai barang yang dapat ditukar secara umum dengan barang atau jasa lainnya. Ketika seseorang menerima uang, benda tersebut dapat digunakan kembali untuk menukar barang lain, dan seterusnya. Alat pembayaran ini kemudian disepakati secara umum, tetapi kehadirannya tidak serempak. Hal ini disebabkan karena setiap komunitas di berbagai daerah atau tempat memiliki kesepakatan yang berbeda-beda. 

Di masa awal, uang yang digunakan menggunakan bahan logam, sebab barang tersebutlah yang diketahui sebagai barang yang memiliki nilai serta memenuhi syarat-syarat alat pembayaran. Selain itu, logam juga dapat dibentuk sesuai dengan kesepakatan daerah masing-masing dan dapat dibawa ke mana-mana dengan mudah. Namun, seiring dengan perkembangan kerajaan-kerajaan di Nusantara, mulailah logam-logam tersebut dicetak menggunakan model-model, seperti binatang, bunga, lambang kerajaan, sebagai salah satu bentuk dari kekuasaan kerajaan tersebut. 

Era Kolonial Belanda dan Pendudukan Jepang

Pada masa kolonial Belanda, uang kertas mulai diperkenalkan melalui perusahaan dagang Belanda yang dikenal sebagai VOC pada tahun 1748. Sejatinya, uang kertas ini dahulunya dikenal sebagai surat utang yang dapat menjadi alat tukar. Kemudian, pada tahun 1783, VOC mengedarkan uang kertas dengan jaminan perak 100 persen. Namun, pada tahun 1799, ketika VOC dinyatakan bangkrut, kekuasaannya dialihkan ke Pemerintah Hindia Belanda. 

Jelang ke-26 tahun masa pemerintahannya, tepatnya pada tahun 1825 ketika Hindia Belanda dipimpin oleh Raja Willem I, diusulkanlah pendirian bank yang bertugas dan berwenang untuk mengeluarkan serta mengedarkan uang kertas senilai lima gulden ke atas. Demikianlah terbentuk De Javasche Bank, tiga tahun setelahnya, tepatnya pada tahun 1828, yang dilandasi dengan ketentuan serta wewenang khusus dari Raja Belanda yang dinamai Hak Oktroi. 

Melalui hak yang diberikan oleh Raja Belanda ini, The Javasche Bank dapat leluasa untuk mengeluarkan dan mengedarkan uang kertas sejumlah lima gulden ke atas, serta menerbitkan beberapa alat pembayaran berbentuk koin dan logam.

Kemudian, pada tahun 1942, ketika Jepang menduduki Nusantara. Seluruh negeri pun didominasi oleh pemerintahan Jepang, baik itu segi budaya, pendidikan, hingga alat pembayaran. Gulden pun tergantikan oleh mata uang Jepang secara bertahap. 

Uang kertas Jepang pertama yang tersebar di Nusantara saat itu adalah De Japansche Regeering dengan nilai serupa yang telah Belanda tetapkan pada masanya. Kemudian, secara bertahap, Jepang mengeluarkan alat pembayaran senilai satu sen, lima sen, sepuluh sen, satu gulden, lima gulden, sepuluh gulden, yang dicetak di Djakarta Insiatsu Kodjo.

Setahun kemudian, pada tahun 1943, Jepang mengeluarkan uang kertas yang berganti nama menjadi Roepiah, dengan nominal baru pula, yakni setengah roepiah, satu roepiah, lima roepiah, sepuluh roepiah, seratus roepiah. Walaupun bertuliskan Roepiah, unsur nama Jepang tetap terselip di dalamnya, yakni Dai Nippon Teikoku Seihi yang terdapat di tengah-tengah uang kertas tersebut. Pada uang baru ini, Jepang pun memberikan kode terhadap seluruh mata uang yang dikeluarkan. Kode tersebut berguna sebagai tanda bahwa uang tersebut dikeluarkan oleh pemerintah Jepang di Hinda Belanda. Kode ini berinisial ”S”.

Jika Anda berminat untuk melihat koleksi uang masa pendudukan Jepang, uang ini masih tersedia di Museum Banteng Vredeburg Yogyakarta. 

Era Kemerdekaan dan Republik Indonesia

Pada era Kemerdekaan Republik Indonesia, pemerintah Indonesia kemudian memutuskan untuk membuat dan mengedarkan mata uangnya sendiri. Sejarah mata uang Indonesia bukanlah dimulai pada tahun 1945, melainkan satu tahun setelahnya ketika Indonesia mengeluarkan uang pertamanya, yakni Oeang Republik Indonesia (ORI) pada tanggal 30 Oktober 1946. 

ORI dibuat sebagai bentuk kedaulatan negara Indonesia, serta menjadi salah satu cara untuk menyelamatkan Indonesia dari inflasi yang tinggi pada saat itu. Mata uang ini didesain menggunakan bahan kertas dengan desain yang sederhana, namun dapat membangkitkan semangat masyarakat Indonesia untuk memperjuangkan kedaulatannya. 

Dengan demikian, saat setelah uang nasional ini terbit, seluruh uang terbitan Jepang haruslah ditukarkan menjadi ORI. Standar yang ditetapkan adalah dengan menghargai satu ORI sama dengan lima puluh Roepiah. Pemerintah juga mengklaim bahwa nilai satu ORI senilai dengan 0,5 gram emas.  

Namun, setahun setelahnya, tepatnya pada Maret 1947, nilai ORI mulai tidak terkendali, sehingga menimbulkan inflasi yang tinggi. Hal ini menyebabkan merosotnya nilai ORI terhadap gulden yang awalnya satu ORI senilai lima gulden, menjadi 0,3 gulden. Maka dari itu, pada tahun yang sama, Indonesia kembali menerbitkan mata uang lokal, yakni ORIDA (ORI Daerah), seperti ORIDA Provinsi Sumatera Utara, ORIDA untuk Daerah Banten, dan ORIDA untuk Daerah Jawa, yang bertujuan untuk menangkal nilai mata uang gulden, serta untuk menyatukan kembali Indonesia akibat Agresi Militer Belanda.

Setelah Agresi Militer Belanda selesai, tepatnya pada Januari 1950, terbitlah mata uang Indonesia yang baru, yakni Uang Republik Indonesia Serikat (RIS). Uang ini ditandatangani oleh Menteri Keuangan, MR. Sjafruddin Prawiranegara, serta menetapkan bahwa Uang RIS adalah uang yang berlaku sebagai alat pembayaran yang sah untuk wilayah Indonesia Serikat.

RIS dibentuk dengan tujuan untuk menghapus berbagai jenis mata uang dengan nilai yang berbeda-beda. Selain itu juga, laju pertumbuhan inflasi ditekan dengan kebijakan moneter terkenal, yakni ”Gunting Sjafruddin,” yang bertujuan menggunting uang kertas De Javasche Bank versi lama dan mata uang Belanda sebelumnya. Namun, peredaran uang ini kemudian dihentikan, sebab Republik Indonesia Serikat berubah menjadi NKRI pada Agustus 1950, dan mengganti Uang RIS.

Tiga tahun setelahnya, tepatnya pada Juli 1953, De Javasche Bank digantikan menjadi Bank Indonesia  dan menjadi bank sentral di Indonesia. Awalnya, Indonesia memberlakukan dua alat pembayaran yang sah, yakni uang yang diterbitkan oleh Pemerintah RI dan uang yang diterbitkan oleh Bank Indonesia. 

Pemerintah RI mengeluarkan uang dengan nominal lebih kecil dari lima rupiah, sedangkan Bank Indonesia mengeluarkan uang dengan nominal lebih besar dari lima rupiah. Namun, pemerintah Indonesia mengeluarkan Undang-Undang No. 13 Tahun 1968 yang menyatakan bahwa Bank Indonesia menjadi pemegang hak tunggal dalam mengeluarkan dan mengedarkan uang.

Era Modern dan Digital

Di masa modern ini, Anda tidak perlu lagi repot-repot membawa segepok uang untuk membeli barang-barang branded di pasar swalayan. Dengan hadirnya ATM atau debit card maupun credit card, Anda dimudahkan dalam segala transaksi tanpa harus mengeluarkan kocek uang tunai. Anda hanya perlu kode untuk menyelesaikan transaksi, atau menggeseknya di mesin EDC. Namun, sistem ini memerlukan koneksi internet yang stabil dan maraknya kasus penipuan dalam era digital ini yang menjadikan Anda harus selalu waspada.

Demikianlah sejarah uang di Indonesia yang menjadi salah satu identitas bangsa. Ketahui dan pelajari sejarah uang di atas agar lebih memiliki pemahaman mendalam tentang keuangan di Indonesia.

Lusita Amelia

Lusita Amelia

Lusita Amelia adalah seorang content writer dengan pengalaman menulis berbagai macam jenis artikel. Dia menekuni kepenulisan di bidang investasi, bisnis, ekonomi, dan isu-isu terkini.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *