Lompat ke konten
Daftar Isi

Status Kewajiban Perpajakan Suami Istri

Pajak Keluarga

Status kewajiban perpajakan suami istri adalah kondisi yang menentukan cara pemberlakuan pajak penghasilan suami dan istri. Status itu dikategorikan menjadi 4 kelompok berbeda yaitu KK, HB, PH, dan MT. Apa arti dari istilah-istilah perpajakan itu? Simak penjelasannya berikut ini.

Jenis Status Pajak Suami Istri

Terdapat beberapa jenis status pajak dalam keluarga:

1. Status KK

Pada Status KK (Kepala Keluarga) pemasukan yang dihasilkan semua anggota keluarga yang disatukan. Di sini kewajiban pajak hanya diambil seorang yang merupakan kepala keluarga. Berarti satu keluarga suami dan istri itu cuma punya satu Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).

Ini berlaku mesti istri bekerja. Istri tak usah menyiapkan laporan SPT Tahunan sendiri. Termasuk menentukan status kewajiban pajak ketika melengkapi lembar SPT Tahunan.

Kepala keluarga harus membuat laporan SPT Tahunan bagi setiap anggota keluarga. Apabila istri bekerja hanya di satu perusahaan berarti penghasilan pajak bersifat final kemudian dilaporkan di kolom Penghasilan yang Dikenakan PPh Final dan/atau Bersifat Final. Ketika mengisi SPT Tahunan suami istri berstatus KK maka penghasilan istri tak disatukan dengan suami namun dimasukkan ke kolom berbeda, di formulir SPT Tahunan 1770 S yaitu di lampiran II nomor 14. Jumlah PPh terutang yaitu sebesar PPh Pasal 21 yang sudah dipotong pemberi kerja. Di formulir SPT Tahunan 1770 yaitu di lampiran III nomor 16.

2. Status HB

Hidup Berpisah (HB) merujuk pada kondisi di mana pasangan suami istri hidup terpisah atau bercerai. Dalam status HB, masing-masing suami dan istri memiliki NPWP tersendiri dan mengajukan SPT Tahunan secara terpisah.

Untuk memenuhi kewajiban perpajakan dalam status HB, perhitungan pajak penghasilan suami dan istri dilakukan secara terpisah. Keduanya akan memperoleh Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) dan melaporkan SPT Tahunan secara individual. Dalam hal ini, metode perhitungan pajak penghasilan proporsional digunakan.

Metode proporsional menggabungkan penghasilan netto suami dan istri untuk menghitung total pajak penghasilan, kemudian membaginya sesuai dengan porsi penghasilan netto masing-masing. Sebagai hasilnya, suami dan istri akan membayar pajak penghasilan yang sesuai dengan proporsi penghasilan mereka masing-masing.

3. Status PH

PH yaitu Pisah Harta yaitu suami dan istri membuat kesepakatan pisah harta tertulis. Istri memperoleh NPWP sendiri dan diperbolehkan melaksanakan kewajiban pajaknya sendiri. Penghasilan tak kena pajak (PTKP) untuk suami dan istri dengan status PH yaitu K/I. PTKP suami boleh disatukan bersama PTKP istri. Ketika melaporkan SPT Tahunan dari suami atau istri yaitu melengkapi Lembar Penghitungan Pajak Penghasilan Terutang.

4. Status MT

MT (Memilih Terpisah) adalah di mana istri memilih menjalankan hak dan kewajiban perpajakan terpisah. Artinya bisa menghendaki NPWP tersendiri namun tak ingin mengadakan kesepakatan pisah harta. Dalam status kewajiban perpajakan ini, istri harus membuat laporan SPT Tahunan sendiri.

Besaran PTKP
Besaran Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Sumber: pajak.go.id.

Contoh Cara Menghitung PPh

Misalnya Pak Budi dan Nyonya Tina adalah suami istri dengan Status Pajak Suami Istri PH. Pak Budi adalah direktur perusahaan dan memiliki NPWP: 01.234.567.2-007.000 dengan penghasilan netto tahun 2021 sebesar Rp 543,5 juta. Sementara Nyonya Tina adalah karyawan dengan penghasilan netto tahun 2021 sebesar Rp.300 juta.

Suami istri itu hidup dalam satu rumah dan tak punya tanggungan. Pak Budi dan Nyonya Tina mengadakan kesepakatan pisah harta di hadapan notaris. Sehingga status perkawinan dalam pajak suami istri ini yaitu PH (Pisah Harta).

Berikut ini adalah perhitungan Pajak Penghasilan Terutang untuk Pak Budi dan Nyonya Tina yang telah diperbaiki:

  1. Menghitung total penghasilan netto gabungan Pak Budi dan Nyonya Tina: Rp.543.500.000 + Rp.300.000.000 = Rp.843.500.000
  2. Menghitung penghasilan netto setelah dikurangi PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak) untuk suami dan istri:
    • Nilai PTKP: Orang Pribadi Rp54 juta; Status Kawin Rp4,5 juta; Istri Rp54 juta. Total PTKP: Rp.112.500.000
    • Total penghasilan netto setelah PTKP: Rp.843.500.000 – Rp.112.500.000 = Rp.731.000.000 (penghasilan kena pajak)
  3. Menghitung Pajak Penghasilan Orang Pribadi dengan tarif Pasal 17 UU PPh:
    • 5% x Rp.50.000.000 = Rp.2.500.000
    • 15% x Rp.200.000.000 = Rp.30.000.000
    • 25% x Rp.250.000.000 = Rp.62.500.000
    • 30% x Rp.231.000.000 = Rp.69.300.000
    • Total pajak penghasilan gabungan: Rp.164.300.000
  4. Menentukan Pajak Penghasilan suami dan istri secara proporsional:
    • PPh Pak Budi = (penghasilan bersih Pak Budi / total penghasilan bersih gabungan) x total Pajak Penghasilan Gabungan
    • PPh Nyonya Tina = (penghasilan bersih Nyonya Tina / total penghasilan bersih gabungan) x total Pajak Penghasilan Gabungan

Hasil perhitungan:

  • Total Pajak Penghasilan Pak Budi: Rp.105.864.908
  • Total Pajak Penghasilan Nyonya Tina: Rp.58.435.092

Berbeda dengan yang belum menikah, pajak penghasilan yang harus dilunasi suami istri Pak Budi dan Nyonya Tina akan lebih rendah bila status kewajiban perpajakan suami istri tidak PH. Itu disebabkan tarif pasal 17 UU PPh menerapkan aturan progresif. Makin besar penghasilan kena pajak otomatis persentase pajak pun makin besar.

Tanya Jawab

Pratomo Eryanto

Pratomo Eryanto

Pratomo Eryanto memiliki motto "Investasi tidak harus membosankan". Sebagai penggiat dunia pasar saham, Pratomo memiliki misi meningkatkan literasi finansial masyarakat Indonesia.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *