Lompat ke konten
Daftar Isi

Akad Ijarah: Jenis dan Ketentuannya dalam Pembiayaan Syariah

Akad ijarah

Agama Islam adalah agama yang mengatur banyak aspek kehidupan penganutnya, termasuk diantaranya adalah aspek perekonomian. Dalam kaidah fiqh muamalah, terdapat beberapa jenis transaksi keuangan yaitu jual beli (bai’), sewa menyewa (ijarah), pesan memesan (salam), gadai (rahn), mudharabah dan masih banyak lainnya. 

Dalam artikel kali ini, penulis akan membahas akad ijarah dan contohnya, mengingat akad ini umum digunakan dalam mekanisme perbankan syariah maupun dalam kehidupan sehari-hari. 

Pengertian Akad Ijarah

Sebelum memahami pengertian akad ijarah, Anda harus memahami perbedaan antara hak guna dan hak milik terlebih dahulu. Hak guna adalah hak yang diberikan satu pihak kepada pihak lain untuk mendapatkan guna atau manfaat atas aset tertentu. Adapun hak milik adalah hak yang diberikan satu pihak kepada pihak lain untuk mendapatkan aset tersebut secara keseluruhan. 

Berbeda dengan hak milik, ketika hanya mendapatkan hak guna suatu aset, Anda tidak bisa menggunakan aset tersebut selain rincian penggunaan yang telah ditentukan sebelumnya. Pemilik hak guna juga tidak bisa mewariskan aset tersebut kepada anaknya atau menjualnya, seperti halnya jika Anda memiliki hak milik atas aset tersebut. 

Dilansir dari NU Online, Syaikh Nawawi Banten, salah satu ulama ahli fiqih Asal Indonesia, mendefinisikan akad ijarah sebagai:

عقد على منفعة مقصودة معلومة قابلة للبذل والإباحة بعوض معلوم

“Akad (transaksi) terhadap kemanfaatan tertentu yang sudah diketahui sebelumnya, yang mana kebermanfaatan tersebut bisa diserahkan, bersifat mubah (boleh) dengan upah yang telah diketahui sebelumnya”. 

Adapun menurut fatwa DSN MUI No. 09/DSN-MUI/IV/2000, akad ijarah adalah akad yang terkait dengan pemindahan hak guna  atau hak mendapatkan manfaat atas suatu barang dan jasa dari satu pihak ke pihak lain dalam waktu tertentu.

Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa akad ijarah adalah transaksi pemindahan hak guna dan atau hak manfaat atas suatu barang dan jasa dalam periode waktu tertentu. Sebuah transaksi dapat dikatakan sebagai ijarah apabila didalamnya terdapat upah (iwadh). 

Contoh mudah akad ijarah dalam kehidupan sehari-hari adalah ketika Anda mengontrak rumah. Para pihak yang terlibat adalah Anda dan pemilik kontrakan, upah (iwadh) yang dimaksud adalah biaya sewa kontrakan, barang yang disewa adalah rumah, periode sewa umumnya satu tahun dan hak guna yang dipindahkan adalah hak untuk menggunakan rumah tersebut.

Ketentuan-Ketentuan dalam Akad Ijarah

Dalam sebuah akad muamalah baik itu yang terkait dengan ekonomi maupun tidak, terdapat dua jenis ketentuan yang harus dipenuhi supaya akad tersebut dinyatakan sah. Dua jenis ketentuan tersebut adalah:

1. Rukun

Rukun adalah ketentuan transaksi yang harus dipenuhi saat transaksi tersebut sedang berlangsung. Rukun akad ijarah adalah:

  1. Pernyataan serah terima hak guna atau manfaat atas suatu barang dan jasa (shighat). Hal ini termasuk apabila para pihak diminta untuk menandatangani dokumen kontrak sewa menyewa aset terkait. 
  2. Adanya para pihak yang terlibat. Baik penyewa maupun pemberi sewa harus hadir saat transaksi ijarah disahkan. 
  3. Jaminan atas manfaat dan guna barang dan jasa yang disewakan. Pihak pemberi sewa wajib memberikan jaminan atas penggunaan barang dan jasa yang disewakan. 
  4. Ujrah (upah). Baik ujrah maupun manfaat dalam akad ijarah harus didefinisikan dan disepakati terlebih dahulu. Hal ini dalam artian, dalam kontrak atau ucapan para pihak dengan jelas menyepakati sejumlah upah tertentu, misalnya “Rp700.000”. 

2. Syarat

Syarat adalah ketentuan transaksi yang harus dipenuhi sebelum transaksi berlangsung. Syarat ijarah terbagi lagi menjadi dua jenis, yaitu:

Syarat para pihak

Sama seperti transaksi lainnya, para pihak yang terlibat dalam akad ijarah, harus:

  1. Baligh dan berakal. Dalam hal ini keabsahan transaksi sewa menyewa yang dilakukan oleh anak kecil atau orang gila perlu dipertanyakan.
  2. Tidak terpaksa. Transaksi yang dilakukan oleh para pihak karena mendapatkan paksaan atau tekanan dari orang lain bisa dinyatakan batal atau tidak sah. 

Syarat objek ijarah

Objek ijarah, dalam hal ini berbentuk barang atau jasa harus memenuhi syarat sebagai berikut:

  1. Jelas, baik dari segi bentuk maupun manfaatnya. 
  2. Sesuai dengan hukum Islam (mubah). Dalam hal ini, barang dan jasa yang disewakan bukan barang dan jasa yang haram dalam Agama Islam. Contoh akad ijarah yang tidak boleh karena objeknya melanggar aturan agama, seperti human trafficking atau menyewakan tanah atau bangunan yang masih dalam proses sengketa. 
  3. Memiliki nilai secara syariat dan dapat diserahterimakan oleh pemberi sewa kepada penyewa.

Jenis Akad Ijarah

Ada banyak jenis akad ijarah yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam perbankan Islam. Berikut ini diantaranya:

1. Ijarah ‘ain atau muthlaqah

Ijarah ‘ain atau muthlaqah adalah transaksi sewa menyewa aset atau barang pada umumnya, dimana penyewa mendapatkan hak guna aset tersebut dan pemberi sewa mendapatkan ‘ujrah. Contoh akad ijarah jenis ini adalah sewa menyewa rumah atau ruko. 

2. Ijarah ‘amal

Ijarah ‘amal terjadi ketika Anda menyewa jasa seseorang untuk melakukan sesuatu. Dalam hal ini, Anda berperan sebagai penyewa, dan orang tersebut menjadi pemberi sewa yang berhak mendapatkan upah. Contoh akad ijarah jenis ini adalah Anda menyewa tukang untuk membangun rumah atau menyewa detektif swasta untuk menyelidiki kasus tertentu. 

3. Ijarah Muntahiya Bittamlik (IBMT)

Akad ijarah muntahiyah bittamlik adalah akad ijarah yang disertai dengan perjanjian pemindahan hak milik atas suatu aset pada akhir periode transaksi. Dalam akad ini, penyewa berpeluang untuk memiliki aset yang disewakan baik dengan cara membelinya, maupun dengan cara mendapatkannya atas dasar hibah dari pemberi sewa. Akad ini banyak diterapkan dalam perbankan syariah, khususnya dalam transaksi KPR rumah. 

4. Ijarah Mawsufa Bi Al-Dhimma

Ijarah Mawsufa Bi Al-Dhimma adalah gabungan akad ijarah dengan salam (pesan memesan). Dalam hal ini, objek ijarah hanya disebutkan kualitas dan kuantitasnya oleh penyewa, sementara pemberi sewa wajib memenuhi kualitas dan kuantitas objek ijarah tersebut dan memastikan kalau objek tersebut bisa diserahterimakan dalam waktu yang ditentukan.

Contoh sederhananya adalah, Anda menyewa tenaga agen properti untuk mencarikan rumah dengan kriteria A, B, C dan D. Sebagai pemberi sewa, agen properti tersebut wajib mendapatkan ujrah atau uang jasa serta wajib memberitahukan kepada penyewa kesiapan aset yang mereka inginkan. Sama seperti IMBT, Ijarah Mawsufa Bi Al-Dhimma umumnya juga digunakan dalam pembiayaan KPR syariah, khususnya KPR Inden. 

Contoh Akad Ijarah

Mari kita ambil contoh akad ijarah muntahiyah bittamlik. Misalnya, ada sebuah perusahaan developer A yang menjual rumah subsidi dengan harga Rp150.000.000. Anda sebagai nasabah Bank B mengatakan kepada bank ingin memiliki rumah tersebut. Dalam akad ijarah muntahiyah bittamlik, bank wajib membeli rumah tersebut terlebih dahulu kepada developer A senilai  Rp150.000.000. 

Setelah itu, Anda wajib melakukan angsuran pokok harga rumah selama 10 tahun dengan cicilan per bulan sebesar Rp1.250.000. Selama masa 10 tahun tersebut, Anda tidak hanya harus membayar cicilan, tetapi juga membayar ujrah bank selaku pemberi sewa senilai nominal yang telah ditentukan sebelumnya.

Farichatul Chusna

Farichatul Chusna

Setelah lulus dari Ilmu Ekonomi Universitas Gadjah Mada, Farichatul Chusna aktif sebagai penulis artikel ekonomi, investasi, bisnis, dan keuangan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *