Lompat ke konten
Daftar Isi

Apa Itu Hard & Soft Currency?

Apa itu hard & soft currency

Saat ini mayoritas perusahaan trading forex di Indonesia masih hanya memperdagangkan hard currency. Sederhananya, hard currency adalah mata uang yang berasal dari negara-negara maju dan banyak digunakan di dunia. Namun demikian, bukan berarti berinvestasi di soft currency tidak menguntungkan. Berikut ini pembahasannya:

Pengertian Hard Currency

Hard currency adalah mata uang yang memiliki tingkat permintaan tinggi pada perdagangan internasional. Hal ini bisa terjadi karena jenis mata uang ini diterima sebagai salah satu alat tukar internasional. Umumnya, hard currency adalah mata uang yang diterbitkan oleh negara-negara maju yang aman secara ekonomi, sosial dan politik.

Logikanya adalah, ketika kondisi ekonomi dan politik sebuah negara stabil, akan banyak investasi dari luar negeri yang masuk. Investor luar negeri ini dituntut untuk berinvestasi dengan menggunakan mata uang lokal, akibatnya permintaan mata uang lokal meningkat dan nilainya terapresiasi (naik terhadap mata uang negara lain).

Umumnya para trader forex memperjualbelikan mata uang jenis ini. Alasannya adalah karena perdagangan mata uang jenis ini terbilang likuid alias mudah dijual dan dicarikan karena permintaannya yang stabil. Akibatnya, perubahan harga hard currency. juga relatif stabil (tidak gampang anjlok atau naik tajam). 

Boleh dibilang bahwasanya hard currency mirip dengan saham blue chip dalam perdagangan saham.Perubahan harganya tidak terlalu tajam, tapi banyak dicari orang dan diterbitkan oleh institusi yang kredibel. 

Pengertian Soft Currency

Soft currency adalah mata uang yang memiliki tingkat permintaan internasional yang rendah. Biasanya, mata uang jenis ini diterbitkan oleh negara-negara berkembang atau negara miskin yang belum memiliki kondisi sosial ekonomi yang stabil. Contoh mudahnya adalah rupiah yang pernah anjlok tajam pada tahun 1998. 

Logika pada hard currency di atas juga berlaku disini. Ketika kondisi sosial politik sebuah negara baik-baik saja, namun negara tersebut tidak memiliki daya saing khusus di pasar internasional, maka permintaan terhadap mata uang negara tersebut juga akan sedikit dan nilainya tidak kuat jika dibandingkan dengan hard currency

Rupiah adalah salah satu contoh dari mata uang jenis ini. Meskipun Indonesia termasuk negara berkembang dengan pendapatan menengah ke atas, namun dalam perdagangan internasional, ekonomi Indonesia tentu masih kalah besar dibandingkan dengan negara-negara maju, seperti Jepang, Jerman, maupun Amerika Serikat. 

Namun kelebihannya adalah, ada kemungkinan trader akan mendapatkan keuntungan besar dari kenaikan harga soft currency ini karena kenaikannya bisa jadi tajam. Selain itu, umumnya bank sentral negara-negara penerbit soft currency juga menawarkan suku bunga yang lebih besar dibandingkan bank sentral negara-negara penerbit hard currency.. 

Tujuannya adalah supaya investor atau trader luar negeri mau membeli soft currency tersebut, sehingga nilai tukar mata uang tersebut terhadap mata uang lain akan meningkat. Jadi, jangan heran kalau Bank Indonesia turut menaikkan tingkat suku bunga acuan di negeri ini ketika The Federal Reserve (bank sentral Amerika Serikat, penerbit dolar) meningkatkan suku bunga acuan di negeri Paman Sam tersebut untuk menghambat inflasi

Perbedaan Hard Currency dan Soft Currency

Dari pembahasan di atas, dapat diketahui bahwa perbedaan antara hard currency dan soft currency adalah:

1. Penerbit

Hard currency adalah mata uang yang diterbitkan oleh negara-negara maju dengan pendapatan tinggi dan ekonomi yang stabil. Di sisi lain, soft currency adalah mata uang yang diterbitkan oleh negara-negara berkembang yang ekonominya masih dalam proses pengembangan, begitu juga stabilitas politiknya. 

2. Likuiditas

Hard currency cenderung lebih likuid dibandingkan dengan soft currency. Hal ini karena permintaan hard currency relatif lebih besar dibandingkan dengan soft currency. Misalnya, Anda bisa saja membayar barang impor menggunakan dollar Amerika Serikat, tapi tentunya tidak bisa membayar barang impor tersebut menggunakan rupiah. 

Semakin tinggi likuiditas sebuah aset di pasar keuangan, maka semakin mudah pula aset tersebut Anda “cairkan”. Sebab, aset yang Anda jual akan terjual dengan lebih cepat dibandingkan dengan aset yang kurang likuid. 

3. Stabilitas dan keuntungan

Hard currency tidak hanya menawarkan likuiditas, tetapi juga menawarkan stabilitas nilai dan keuntungan. Hal ini karena harga aset tersebut di pasar forex tidak mudah berubah seiring dengan adanya perubahan kondisi ekonomi internasional. 

Hal ini berbeda dengan soft currency. Mata uang jenis ini kurang likuid, namun jika kenaikan atau penurunan nilai aset ini bisa lebih tajam dibandingkan dengan hard currency. Apalagi negara-negara penerbit mata uang ini tidak jarang menawarkan suku bunga yang lebih tinggi. Ini artinya, Anda bisa mendapatkan keuntungan yang lebih besar maupun kerugian yang lebih besar. 

4. Tingkat risiko

Dari pembahasan mengenai perbedaan antara hard currency dan soft currency sebelumnya dapat disimpulkan bahwa risiko berinvestasi pada hard currency relatif lebih kecil dibandingkan dengan berinvestasi pada soft currency karena hard currency diterbitkan oleh negara terkemuka, digunakan oleh lebih banyak orang dan nilainya stabil. 

Contoh Hard & Soft Currency

Contoh Hard currency

  • Dolar Amerika Serikat (USD).
  • Dolar Kanada (CAD).
  • Dolar Australia (AUD). 
  • Frank Swiss (CHF). 
  • Pound Sterling (GBP).
  • Japanese Yen (JPY). 
  • Chinese Renminbi (RNB). 
  • Euro (EUR).

Contoh Soft Currency

  • Indonesian Rupiah (IDR). 
  • Malaysian Ringgit (MYR). 
  • Riyal Arab Saudi (SAR).
  • South Korean Won (KRW). 
  • Indian Rupee (Rs). 
  • Russian Ruble (RUB). 
  • Dolar Singapura (SGD). 
  • Baht Thailand (THB). 

Lebih Baik Investasi di Hard atau Soft Currency?

Sederhananya, trading pada hard currency.lebih direkomendasikan dibandingkan dengan soft currency. Alasannya adalah sebagai berikut:

  1. Mayoritas broker legal di Indonesia hanya menyediakan trading pada hard currency. Umumnya, broker hanya menyediakan major currency pair (hard currency ditukar satu sama lain) dan jarang yang menyediakan soft currency kecuali rupiah tentunya. Pasalnya, keuntungan broker-broker ini (spread) bergantung pada tingkat likuiditas pasar.
  2. Likuiditas. Seperti yang telah disebutkan di atas, mata uang negara-negara maju, seperti dolar atau euro cenderung lebih likuid atau mudah dicairkan dibandingkan rupiah ditukarkan dengan ringgit. Alasannya adalah karena dolar dan euro sama-sama banyak digunakan dalam perdagangan internasional. Misalnya, Anda bekerja sebagai freelancer sebuah perusahaan luar negeri, pasti Anda akan dibayar menggunakan dolar, dan bukan rupiah. 
  3. Faktor risiko ekonomi. Karena secara sosial, politik dan ekonomi lebih matang, perdagangan hard currency terbilang lebih meyakinkan dibandingkan soft currency. Namun demikian, ketika negara maju penerbit mata uang tersebut mengalami krisis, negara berkembang penerbit soft currency juga akan terdampak. Alasannya adalah karena negara-negara berkembang juga melakukan perdagangan internasional menggunakan mata uang dari negara maju tersebut.
  4. Faktor berita. Berita- berita ekonomi negara maju cenderung lebih mudah diakses dibandingkan berita-berita ekonomi negara berkembang. Padahal, berita ini adalah salah satu faktor penting untuk mendorong sentimen perdagangan forex. 

Hanya saja, untuk membeli hard currency tentunya Anda juga membutuhkan dana yang cukup besar.  Apalagi 1 lot dalam dunia forex adalah 100.000 unit mata uang terkait, tidak seperti saham yang hanya 100 lembar. Misalnya, Anda ingin membeli 2 lot USD/IDR dengan nilai tukar rupiah sebesar Rp15.500 untuk 1 dolar, maka uang yang Anda butuhkan adalah sebesar 200.000 x 15.500= 3,1 miliar rupiah. 

Selain itu, investasi di soft currency juga menawarkan suku bunga yang lebih tinggi. Bank Indonesia misalnya menawarkan suku bunga acuan sebesar 6%, sementara nilai federal funds rate (FFR) hanya 5,5%. Ini artinya, jika investor luar negeri berinvestasi di Indonesia atau rupiah, maka dia akan mendapatkan bunga 0.50% lebih tinggi dibandingkan dengan investasi di A.S.

Farichatul Chusna

Farichatul Chusna

Setelah lulus dari Ilmu Ekonomi Universitas Gadjah Mada, Farichatul Chusna aktif sebagai penulis artikel ekonomi, investasi, bisnis, dan keuangan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *