Lompat ke konten
Daftar Isi

Inflasi: Pengertian, Jenis, Penyebab, Dampak

Inflasi

Salah satu konsep yang harus Anda pahami sebelum mulai berinvestasi adalah inflasi. Alasannya adalah tingkat return investasi harus lebih tinggi dibandingkan dengan indikator ekonomi ini supaya investasi pada instrumen tersebut dibilang menguntungkan. 

Inflasi juga merupakan salah satu indikator ekonomi makro yang harus dijaga kestabilannya oleh otoritas moneter sebuah negara yang dalam hal ini adalah Bank Indonesia. Mengapa demikian? Simak ulasannya berikut ini. 

Pengertian Inflasi

Inflasi adalah rasio peningkatan harga barang-barang secara umum dalam suatu periode waktu tertentu. Umumnya, inflasi menjadi tolok ukur peningkatan biaya hidup di daerah tertentu pada jangka waktu tertentu. 

Misalnya, jika dulu pada tahun 2008 uang saku Anda hanya Rp. 1.500 perak dan uang tersebut sudah bisa dipakai untuk membeli segelas aqua 450 ml dan semangkuk nasi kuning, maka di tahun 2022, uang 1.500 hanya bisa dipakai untuk membeli segelas aqua 450 ml dan tiga bungkus permen. Kenaikan harga aqua 450 ml, nasi kuning dan banyak barang lainnya dari tahun 2008 sampai 2022 inilah yang disebut dengan inflasi. 

Di satu sisi, inflasi merupakan fenomena yang wajar dalam ekonomi. Tapi di sisi lain, inflasi juga berakibat penurunan daya beli masyarakat (dalam contoh di atas 1.500 sudah dapat aqua plus nasi di tahun 2008, kini cuma bisa untuk beli aqua dan 3 bungkus permen). Oleh sebab itu, tinggi rendahnya inflasi harus bisa dikontrol oleh Bank Indonesia. 

Penyebab Inflasi

Secara teoritis, inflasi bisa disebabkan oleh 3 hal yaitu tingginya tingkat permintaan (demand pull inflation), peningkatan biaya produksi (cost pull inflation) dan jumlah uang yang beredar.

1. Tingginya tingkat permintaan

Inflasi bisa terjadi karena tingginya tingkat permintaan terhadap suatu barang dan jasa sementara supply barang dan jasa tersebut tidak bisa memenuhi permintaan pasar. Contoh inflasi yang disebabkan oleh tingginya tingkat permintaan ini adalah ketika menjelang ramadhan dan idul fitri harga barang-barang kebutuhan sehari-hari naik.

Hal ini bisa terjadi karena dalam masyarakat Indonesia, bulan ramadhan adalah saatnya keluarga berkumpul sehingga perlu banyak makanan. Di sisi lain, jumlah supply sembako tidak cukup memenuhi permintaan pasar entah karena petani belum panen, atau proses pengantaran bahan makanan ke suatu daerah terhambat. 

2. Biaya produksi yang mahal

Penyebab inflasi yang kedua adalah biaya produksi yang mahal. Contohnya mudah, coba Anda bayangkan harga BBM di Indonesia naik akibat perang Rusia dan Ukraina. Tentu harga barang-barang lain juga akan naik. Sebab, BBM dibutuhkan di semua lini produksi dan distribusi mulai dari untuk memutar mesin sampai mengantarkan barang jadi ke konsumen semua butuh BBM. 

Hal ini terbukti ketika tingkat inflasi Indonesia naik tajam sampai menembus angka 8,38 dan 8,36 pada tahun 2013 dan 2014 (BPS). Saat itu pemerintah Indonesia mengumumkan adanya kenaikan harga BBM bersubsidi sebesar 1000 hingga 2000 rupiah. 

3. Peredaran mata uang

Inflasi juga bisa disebabkan oleh peredaran mata uang. Secara teoritis, semakin banyak uang yang beredar di pasaran, maka akan semakin mudah untuk mendapatkan uang sehingga awalnya banyak orang menggunakan uang tersebut untuk membeli sesuatu sebelum akhirnya harga barang-barang akan naik (karena demand) dan nilai uang terhadap suatu barang akan turun. 

Salah satu contoh paling utama dari inflasi yang disebabkan oleh peredaran mata uang adalah hyperinflation (inflasi sangat berat) yang dialami oleh Jerman sebelum perang dunia kedua. Ketika itu, Kaisar Wilhelm 2 dari Jerman membiayai keterlibatan Jerman pada perang dunia pertama dengan utang. Harapannya adalah Jerman menang perang sehingga seluruh biaya perang ditanggung oleh pihak yang kalah. 

Sayangnya, Jerman justru kalah sehingga negara tersebut harus membayar biaya perang senilai 112 miliar marks. Untuk mengatasi hal ini, pemerintah Jerman kala itu memutuskan untuk mencetak uang baru. Karena hutangnya harus dibayar dengan dolar, maka marks yang dicetak akan ditukar dengan dolar. 

Akibatnya, permintaan dolar meningkat dan nilai tukar marks terhadap dolar anjlok. Hal ini memuncak ketika nilai tukar marks terhadap dolar anjlok dari 90 marks per dolar pada tahun 1921 menjadi 320 marks per dolar pada tahun 1922. 

Inflasi merupakan fenomena ekonomi yang umum terjadi karena ketiga hal di atas bisa terjadi secara berkesinambungan. Mari kita pahami contoh berkesinambungan berikut ini:

  1. Bank Indonesia menerapkan kebijakan suku bunga kredit rendah. Akibatnya, banyak UMKM yang mengajukan pinjaman ke Bank Umum. Hal ini mengakibatkan jumlah uang yang beredar di masyarakat meningkat. 
  2. Uang dari kredit tersebut kemudian UMKM bisa dibelikan bahan baku seperti, sembako, minyak goreng dan BBM. Akibatnya, harga sembako, minyak goreng dan BBM naik akibat demand pull inflation
  3. Akibat biaya makan dan transportasi meningkat, para tenaga kerja meminta majikannya untuk meningkatkan gaji juga. Nah, karena gaji pegawai termasuk biaya produksi, akhirnya harga barang-barang yang diproduksi jadi naik mengakibatkan cost pull inflation.

Jenis-Jenis Inflasi

  1. Inflasi ringan. Inflasi ringan adalah kenaikan harga barang-barang secara serentak dengan rasio kenaikan di bawah 10% dalam satu tahun. 
  2. Inflasi sedang. Inflasi sedang terjadi apabila kenaikan harga barang-barang berkisar antara 10-30% dalam satu tahun. 
  3. Inflasi berat. Inflasi berat terjadi kalau tingkat kenaikan harga barang di atas 30% sampai 100% dalam satu tahun.
  4. Inflasi sangat berat. Inflasi jenis ini biasa disebut juga dengan hyperinflation terjadi kalau harga barang-barang naik lebih dari 100% dalam 1 tahun saja. 
  1. Inflasi domestik. Inflasi domestik adalah jenis inflasi yang terjadi akibat sirkulasi ekonomi dalam negeri. Misalnya, inflasi akibat program keringanan kredit BI pada contoh di atas. 
  2. Inflasi luar negeri. Inflasi luar negeri adalah jenis inflasi yang sumbernya berasal dari luar negeri umumnya karena kenaikan harga barang-barang impor entah karena penurunan nilai tukar rupiah terhadap dolar atau karena faktor lain. Contohnya adalah inflasi yang terjadi pada krisis moneter tahun 1998. 

Inflasi Indonesia

Sepanjang 77 tahun berdiri, Indonesia pernah mengalami semua jenis inflasi menurut tingkat keparahannya di atas. Indonesia pernah mengalami hyperinflation ketika masa pemerintahan Presiden Soekarno. Menurut M.C Ricklefs sebagaimana dikutip Kompas, hal ini terjadi karena adanya tiga mata uang yang resmi beredar di negeri ini dan beberapa hal lainnya. Puncaknya, pada tahun 1963-1965, kenaikan harga barang-barang di Indonesia mencapai 600%. 

Inflasi berat terjadi ketika negeri ini dilanda krisis moneter tahun 1998. Nilai tukar rupiah terhadap dolar anjlok 2500 rupiah menjadi 16.800 rupiah per dolar membuat inflasi naik tidak terkontrol sampai 77,63%. 

Pasca krismon, Indonesia masih harus melalui tahun yang kurang baik. Menurut catatan Bank Indonesia, nilai inflasi aktual Indonesia pada tahun 2001 dan 2002 adalah sebesar 10,02% dan 12,55%. Tahun 2003 inflasi negeri ini anjlok lagi menjadi 50%. Hal ini akibat kebijakan Presiden Megawati Soekarnoputri yang menaikkan harga BBM dari 1.750 per liter menjadi 2.500 per liter. 

Saat ini Indonesia sedang menuju perbaikan ekonomi pasca covid19. BI memperkirakan tingkat inflasi aktual tahunan Indonesia pada tahun 2021 mencapai 1,87%. Tentunya nilai ini lebih baik dibandingkan inflasi tahun 2020 yang hanya 1,68%. Alasan mengapa inflasi Indonesia serendah ini ketika covid19 adalah karena banyak tenaga kerja yang dipecat sehingga daya beli masyarakat melemah. 

Kontrol terhadap inflasi di Indonesia saat ini berada di tangan Bank Indonesia. Bank Indonesia lantas menetapkan dua jenis inflasi yaitu target inflasi dan inflasi aktual. Target inflasi adalah besaran inflasi yang diinginkan oleh BI sementara inflasi aktual adalah tingkat inflasi yang sebenarnya terjadi pada tahun tersebut. Selisih antara target inflasi dan inflasi aktual ini akan menjadi pertimbangan BI dalam menentukan kebijakan moneter kedepannya, 

Dampak Inflasi

1. Penurunan daya beli

Inflasi yang tidak dikontrol dengan baik akan menyebabkan penurunan daya beli masyarakat. Apabila harga barang-barang naik dengan cukup tinggi tapi tidak disertai dengan kenaikan UMR pada rasio yang sama, maka masyarakat akan kesulitan untuk membeli barang kebutuhan harian mereka. 

Sebaliknya, apabila harga barang tidak jauh berubah tapi banyak pekerja yang dipecat dari pekerjaannya (seperti saat covid-19), tentu masyarakat juga akan kesusahan untuk membeli apapun. Mereka pasti hanya akan membeli barang kebutuhan sehari-hari itupun dengan jumlah yang sudah dikurangi. 

2. Inflasi mempengaruhi keputusan investasi 

Seperti yang disebutkan dalam paragraf pembukaan artikel ini, sebuah investasi dikatakan menguntungkan apabila tingkat return-nya melebihi nilai inflasi. Apabila nilai inflasi sebuah negara tidak stabil, maka kemungkinan besar investor dan trader baik itu yang tinggal di dalam negeri maupun luar negeri akan bimbang dalam menentukan keputusan investasi mereka. 

Inflasi bisa jadi hanya sebuah angka. Namun secara tidak langsung dibalik angka ini ada banyak cerita. Mulai dari tingkat daya beli masyarakat, kondisi sosial politik negara terkait dan lain sebagainya. 

3. Inflasi secara tidak langsung bisa mempengaruhi ekspor

Inflasi bisa mempengaruhi ekspor salah satunya apabila inflasi tersebut terjadi karena peningkatan biaya produksi. Misalnya harga BBM naik membuat proses distribusi barang-barang ekspor dari daerah ke pelabuhan jadi naik atau harga barang impor yang dijadikan bahan baku naik sehingga biaya produksi naik juga. 

4. Inflasi juga bisa berdampak pada kondisi sosial politik

Kenaikan harga barang-barang secara serentak dengan tanpa terkendali merupakan sentimen negatif dalam dunia perpolitikan Indonesia. Tentu kita masih ingat beberapa waktu lalu mahasiswa demo karena adanya potensi kenaikan harga BBM. Masih lekat juga dalam ingatan pada tahun 1998, Presiden Soeharto digulingkan ketika inflasi menembus 77%. 

Cara Mengendalikan Inflasi

Apabila inflasi terlalu rendah, itu artinya masyarakat sedang tidak berminat memutar roda ekonomi alias ekonomi lesu sementara kalau inflasi kelewat tinggi, masyarakat sedang tidak bisa memutar roda ekonomi.

Inflasi yang tinggi tidak baik, tetapi inflasi yang rendah tidak baik juga. Inflasi secara tidak langsung menggambarkan gairah perekonomian masyarakat. Oleh sebab itu, inflasi harus dikendalikan. Secara umum pemerintah mengendalikan inflasi dengan dua cara yaitu kebijakan fiskal dan kebijakan moneter.

1. Kebijakan moneter

Kebijakan moneter adalah kebijakan yang mengurus supply uang di masyarakat. Di Indonesia kebijakan ini diampu oleh Bank Indonesia. Untuk mengendalikan inflasi, Bank Indonesia bisa melakukan berbagai cara. 

Contohnya, Bank Indonesia menginstruksikan kebijakan suku bunga rendah kepada bank-bank umum. Tujuannya adalah supaya masyarakat Indonesia lebih tertarik meminjam uang (kredit) dibandingkan menabung karena suku bunga pinjaman dan tabungan yang lebih rendah. Dengan demikian, jumlah uang yang beredar di masyarakat meningkat dan inflasi meningkat. 

Kalau butuh inflasinya turun bagaimana? Ya sebaliknya, BI minta bank umum untuk menawarkan suku bunga tabungan dan kredit yang lebih tinggi sehingga masyarakat lebih banyak menabung dan takut mengambil kredit. 

2. Kebijakan fiskal

Kebijakan fiskal adalah kebijakan yang mengatur hal-hal berbau keuangan dan ekonomi selain supply uang. Hal-hal tersebut seperti, pajak dan subsidi, anggaran belanja pemerintah, pajak impor dan ekspor dan lain sebagainya. Dalam kasus Indonesia, kebijakan fiskal ditangani oleh Kementerian Keuangan. 

Lalu, bagaimana kebijakan fiskal bisa mempengaruhi inflasi? Ada banyak hal yang bisa dilakukan oleh Kemenkeu untuk membantu mengontrol inflasi. Salah satunya adalah dengan memberikan tambahan subsidi BBM seperti saat ini (Mei 2022). 

Seperti yang telah disebutkan di atas, peningkatan harga BBM bisa memicu inflasi besar-besaran karena BBM merupakan kebutuhan pokok. Padahal, Bahan Bakar Minyak Indonesia mayoritas adalah hasil impor dan Rusia adalah salah satu negara pengekspor minyak terbesar di dunia sehingga ketika Rusia perang, harga minyak dunia otomatis naik. 

3. Kebijakan lain

Kebijakan lain ini adalah kebijakan non moneter dan non fiskal yang bisa membantu pemerintah dalam mengendalikan inflasi. Contohnya seperti, mempermudah birokrasi ekspor dan impor sehingga biaya tunggu (dwelling cost) di pelabuhan jadi lebih rendah, atau membangun infrastruktur yang memadai sehingga biaya distribusi barang antara satu daerah ke daerah lain bisa dipangkas. 

Kesimpulan

Inflasi adalah indikator ekonomi makro yang secara tidak langsung menggambarkan kondisi ekonomi negara secara keseluruhan. Indikator ini harus dikendalikan sedemikian rupa sehingga nilainya tidak terlalu tinggi atau rendah. Karena inflasi yang kelewat tinggi atau rendah bisa berdampak buruk pada ekonomi.

Farichatul Chusna

Farichatul Chusna

Setelah lulus dari Ilmu Ekonomi Universitas Gadjah Mada, Farichatul Chusna aktif sebagai penulis artikel ekonomi, investasi, bisnis, dan keuangan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *