Secara garis besar, negara-negara di dunia terbagi menjadi 2, yaitu negara maju (developed economy) dan negara berkembang (developing economy). Pembagian ini berdasarkan beberapa kategori, seperti tingkat pendapatan per kapita, taraf hidup, akses terhadap pendidikan, kesehatan, dan teknologi, angka harapan hidup dan lain sebagainya.
Perbedaan Negara Maju dan Berkembang
Negara maju, umumnya dianggap sebagai negara yang memiliki tingkat pendapatan per kapita yang tinggi, kemiskinan dan pengangguran yang rendah, akses terhadap fasilitas pendidikan dan kesehatan yang baik serta angka harapan hidup yang tinggi. Jepang, misalnya, memiliki angka harapan hidup sebesar 84,3 tahun. Ini artinya, dengan fasilitas kesehatan dan taraf hidup yang baik, orang-orang di negeri sakura tersebut bisa hidup rata-rata selama 84,3 tahun.
Sebaliknya, negara berkembang adalah negara dengan perekonomian yang masih “harus banyak perbaikan”. Pendapatan per kapita yang lebih rendah, kemiskinan dan pengangguran yang lebih tinggi, akses terhadap fasilitas kesehatan dan pendidikan yang buruk dan angka harapan hidup yang relatif rendah. Indonesia misalnya, per tahun 2022 memiliki angka harapan hidup sebesar 72 tahun. Tentu angka ini jauh lebih rendah dibandingkan dengan Jepang di atas bukan?
Namun, pasar negara berkembang adalah “lahan hijau” bagi investasi luar negeri. Mengapa demikian? Simak pembahasannya di bawah.
Keuntungan Investasi di Pasar Negara Berkembang
Berikut ini beberapa keuntungan investasi di pasar negara berkembang, baik itu investasi langsung maupun tidak langsung (investasi portofolio, seperti saham dan lain sebagainya).
1. Masih banyak “ruang” untuk berbisnis
Developing economy, seperti Indonesia, masih memiliki banyak sektor yang masih belum dikembangkan dengan baik (underdeveloped) karena minimnya sumber daya modal yang bisa digunakan untuk mengembangkan sektor tersebut. Peluang ini, bisa dimanfaatkan oleh investor dan pebisnis luar negeri untuk mengelola sektor yang masih underdeveloped tersebut di Indonesia.
Misalnya, sebagai negara kepulauan, salah satu tantangan Indonesia adalah pemerataan jaringan internet, mengingat tidak semua pulau kecil cukup memungkinkan untuk pembangunan tower BTS dan kabel-kabel yang dibutuhkan. Akibatnya, banyak daerah terpencil di Indonesia yang masih belum memiliki akses internet dengan kualitas baik. Hal ini dapat dimanfaatkan oleh investor dan perusahaan luar negeri yang bergerak di bidang internet satelit untuk berinvestasi di Indonesia.
2. Upah tenaga kerja lebih rendah
Salah satu karakteristik yang umum ditemukan di developing economy adalah jumlah penduduk banyak dan mayoritas diisi oleh penduduk usia kerja. China, Indonesia, India, Brazil adalah negara-negara berkembang (meskipun ada yang bilang kalau China sudah negara maju) yang memiliki karakteristik ini.
Jumlah penduduk yang besar ini memiliki dampak positif dan negatif. Positif-nya adalah akan ada banyak individu yang memutar roda perekonomian. Negatifnya adalah, apabila hal ini tidak dimanfaatkan dengan baik, maka jumlah penduduk muda yang besar ini justru bisa menimbulkan beban ekonomi yang besar dalam puluhan tahun kemudian.
Maka dari itu, tidak heran jika banyak developing economy yang memiliki penduduk banyak, seperti Indonesia dan Vietnam menawarkan tenaga kerja dengan gaji yang relatif lebih murah dibandingkan dengan gaji tenaga kerja di negara-negara maju. Tujuannya adalah, supaya akan ada banyak investor yang masuk ke negara tersebut, pengangguran dan kemiskinan dapat ditekan dan risiko beban ekonomi yang bisa muncul di masa depan dapat dikurangi juga.
3. Membuka “pasar” baru
Tidak hanya berakibat pada murahnya gaji tenaga kerja, populasi yang besar di pasar negara berkembang juga merupakan peluang pasar yang baru bagi investor dan perusahaan asing. Hal ini karena seiring dengan meningkatnya pendapatan penduduk negara berkembang tersebut, meningkat pula daya beli konsumsinya.
Contohnya, perusahaan produsen kendaraan bermotor asing membuka pabrik perakitan kendaraan bermotor di Indonesia. Kendaraan hasil rakitan tersebut kemudian dijual ke Indonesia juga karena banyak penduduk negeri ini yang membutuhkan kendaraan bermotor seiring dengan peningkatan taraf hidup mereka.
4. Dekat dengan sumber bahan baku
Selain sumber daya manusia, banyak negara berkembang yang juga kaya sumber bahan baku namun karena satu dan lain hal belum bisa memanfaatkannya dengan baik. Hal ini dimanfaatkan oleh investor asing yang membutuhkan bahan baku tersebut untuk keperluan bisnisnya.
Contohnya adalah nikel dan kendaraan listrik. Nikel adalah salah satu bahan tambang yang digunakan untuk baterai kendaraan listrik (electric vehicle) yang banyak ditemukan di Indonesia. Dengan kondisi ini, ditambah dengan fakta bahwa Indonesia adalah salah satu negara dengan jumlah penduduk terbesar di dunia, maka tidak heran jika banyak investor asing yang berlomba-lomba masuk ke sektor tambang ini di Indonesia.
5. Keuntungan dari transfer teknologi dan pendidikan
Negara berkembang umumnya juga belum bisa menciptakan teknologi milik mereka sendiri dengan kualitas yang sama dengan teknologi yang dibuat oleh negara-negara maju. Oleh sebab itu, untuk mempercepat pembangunan dan pertumbuhan ekonomi, negara berkembang banyak mengadopsi teknologi-teknologi negara maju.
Bagi negara berkembang, hal ini akan mempercepat transfer teknologi. Sementara bagi investor dari negara maju, hal ini membuat mereka berpotensi mendapatkan sumber pendapatan baru, entah itu dari pembelian mesin dan teknologi lainnya atau dari royalti lisensi saja.
Tidak hanya teknologi, kini banyak juga negara maju yang berinvestasi di negara berkembang dalam bentuk transfer pendidikan. Misalnya, saat ini beberapa universitas-universitas luar negeri sudah membuka cabang di Indonesia. Bagi Indonesia, hal ini bermanfaat untuk meningkatkan akses pendidikan kualitas dunia di negeri ini. Bagi negara asal universitas tersebut, tentu pembukaan cabang universitas ini akan mendatangkan pendapatan.
6. Insentif lainnya
Banyak negara berkembang yang mencoba menarik investor asing ke negaranya. Dengan adanya persaingan ini, tidak heran jika negara-negara berkembang tersebut menawarkan insentif tambahan kepada investor asing yang berinvestasi ke negaranya.
Insentif-insentif tersebut, seperti pengurangan atau pembebasan pajak, kemudahan birokrasi investasi dan lain sebagainya. Kebijakan insentif untuk investor asing ini seringkali tidak populis, sehingga mendorong adanya pro dan kontra di masyarakat.
Meskipun memiliki berbagai keuntungan di atas, namun investasi di pasar negara berkembang juga lebih berisiko dibandingkan investasi di negara maju. Risiko ini, seperti ketidakstabilan ekonomi, sosial dan politik, adanya kerusakan alam dan lain sebagainya. Dalam banyak kasus, sumber daya manusia yang ada di negara berkembang juga kurang kapabel di bidangnya, sehingga mau tidak mau dibutuhkan manajemen risiko sumber daya manusia yang lebih baik pula.