Lompat ke konten
Daftar Isi

Apa itu Markup? Cara Menghitung dan Rumus

Apa itu Markup

Ada banyak cara untuk menentukan jumlah keuntungan atau profit dalam sebuah bisnis. Salah satunya adalah dengan menaikkan atau me-markup harga produk yang dijual. Biasanya, metode ini digunakan untuk menentukan harga jual sebuah barang yang diambil dari pihak ketiga, sehingga keuntungan penjualan dari produk tersebut tidak termasuk dari keuntungan yang akan diperoleh oleh pihak ketiga. 

Pengertian Markup

Menurut kamus Merriam-Webster, markup adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan sejumlah nilai yang ditambahkan ke dalam biaya produksi sebuah produk untuk menghasilkan harga jual. Sedikit berbeda dengan keuntungan atau profit yang ditulis dalam bentuk nominal, markup biasanya ditulis dalam bentuk persentase. 

Misalnya, pemilik sebuah rumah menawarkan rumah tersebut kepada agen dengan harga sebesar Rp300.000.000, agen real estate yang menjual rumah tersebut mematok markup sebesar 2% dari harga rumah tersebut. Akibatnya, nilai harga jual rumah tersebut tidak menjadi Rp300.000.000 lagi, melainkan menjadi Rp306.000.000. Dengan demikian, nominal keuntungan yang diperoleh agen tersebut adalah sebesar Rp6.000.000. 

Rumus Markup

Secara garis besar, rumus markup harga adalah sebagai berikut:

Markup = Harga jual – biaya

Markup (%) = ((Harga jual – biaya)/ biaya) x 100%

Atau

Harga jual = Markup + biaya produksi

Contoh:

Skenario 1:

Anda membeli sebuah barang elektronik di kota A dengan harga Rp1.000.000. Tidak lama kemudian, Anda melihat produk elektronik yang sama di kota B dijual dengan harga Rp950.000. Di sini terlihat bahwasanya penjual di kota A telah melakukan “mark up harga” sebesar:

Markup = Harga jual – biaya

Markup = 1.000.000– 950.000 = 50.000

Markup (%) = (50.000/ 950.000) *100% = 5,2%. 

Skenario 2:

Anda berminat menjadi dropshipper sebuah produk baju dari sebuah supplier. Supplier tersebut menyebutkan bahwa harga khusus dropship baju tersebut adalah sebesar Rp135.000 per unit, sementara harga jualnya di pasar dari toko supplier tersebut adalah sebesar Rp150,000 per unit. Supplier menyebutkan bahwa para dropshipper bisa mematok harga maksimal 5% lebih tinggi  dari harga jual produk tersebut di pasaran supaya harga tetap kompetitif. 

Anda, lantas mematok markup sebesar 3%. Maka dari itu, harga jual produk tersebut di toko Anda adalah sebesar:

Harga jual = Markup + biaya produksi

= 3%+ 150.000 =154.500

Karena Anda mendapatkan harga khusus dropshipper, maka keuntungan yang Anda peroleh untuk setiap produk yang terjual menjadi:

Keuntungan = 154.500-135.000 =-19.500 belum termasuk diskon ongkos kirim dan biaya administrasi di toko online. 

Skenario 3

Anda adalah seorang penjahit rumahan. Suatu ketika, Anda diminta oleh seorang pelanggan untuk membuat gamis berbahan brokat dan rok ciput berbahan batik. Tidak hanya diminta untuk membuatnya, Anda juga diminta untuk memilihkan bahan terbaik. Anda mengatakan pada pelanggan tersebut bahwa akan ada biaya tambahan 15% untuk berbelanja dan 25% untuk menjahit. 

Setelah berbelanja, Anda mendapati bahwa harga 1 meter brokat beserta kain baju lainnya Rp200,000 untuk 2 meter, sementara untuk 2 meter jarik dibutuhkan Rp75.000. Maka, nominal uang yang seharusnya Anda bebankan kepada pelanggan tersebut adalah:

Harga jual = (Markup* biaya produksi) + biaya produksi

= ((15%+25%)* biaya produksi)+ (200.000+75.000)

= 40% + 275.000

= 110.000 + 275.000 = 385.000

Cara Menghitung Markup

Berikut ini beberapa langkah untuk menghitung markup:

  1. Hitung total biaya yang dibutuhkan untuk mengeksekusi penjualan tersebut. Biaya ini termasuk biaya produksi jika Anda membuat produk sendiri atau biaya membeli barang jika Anda membeli barang jadi dari supplier. 
  2. Tentukan harga jual dengan menambahkan persentase markup yang Anda inginkan dengan total biaya tersebut

Perbedaan Markup dan Profit Margin

Meskipun sama-sama menggambarkan besar kecilnya keuntungan, namun markup dan profit margin memiliki fokus yang berbeda. Markup berfokus pada relasi keuntungan tersebut dibandingkan dengan biaya produksinya, sementara margin berfokus pada relasi keuntungan dengan total pendapatan di sebuah perusahaan. 

Hal ini perlu dibedakan, sebab tidak semua pendapatan perusahaan berasal dari penjualan produk (misalnya dari diskon bahan baku dan pendapatan bunga), serta tidak semua biaya yang harus dibayarkan perusahaan termasuk biaya produksi, ada juga bisa pemasaran, dan berbagai biaya lainnya. 

Misalnya, harga beli sebuah baju di supplier adalah sebesar Rp100,000 dan Anda menjualnya dengan harga Rp125.000. Dengan contoh ini, maka nilai markup dan profit margin yang Anda ambil adalah sebesar:

Markup (%) = ((Harga jual – biaya)/ biaya) x 100%= (125.000-100.000)/100.000= 25.000/100.000 =25%. 

Sedangkan profit margin = ((total pendapatan – biaya)/ pendapatan) x 100%= (125.000-100.000)/125.000 =25.000/125.000 = 20%. 

Maka dari itu tidak heran jika markup lebih sering digunakan oleh tenaga profesional, seperti penjahit dan agen properti. Sebab, mekanisme penentuan profit dengan markup memungkinkan penjual menentukan harga jual berdasarkan biaya produksi antar klien yang bisa jadi berbeda-beda. 

Cara Menentukan Markup

Karena mempengaruhi harga jual, besar kecilnya nilai markup perlu ditentukan dengan hati-hati. Berikut ini beberapa cara untuk menentukan markup pada produk Anda:

1. Lihat rata-rata industri

Tidak ada nilai markup yang ideal untuk setiap industri. Masing-masing industri memiliki nilai markup normal yang berbeda. Pada industri real estate misalnya, agen bisa saja menaikkan harga jual rumah 2% sampai 3% dibandingkan harga jual dari developer atau pemilik sebelumnya. 

Menaikkan harga 2%-3% belum tentu terjadi pada industri FMCG, khususnya toko-toko kecil yang lebih mengandalkan perputaran transaksi (velocity) dibandingkan mengambil keuntungan dari selisih harga jual. 

2. Mempertimbangkan pricing strategy

Markup dan margin bukan satu-satunya faktor penting dalam menentukan harga. Anda juga harus mempertimbangkan strategi pemasaran berbasis harga untuk menentukan harga jual. Strategi pemasaran berbasis harga ini, seperti nominal diskon yang ditawarkan, mau menggunakan psychology pricing atau tidak, hingga harga khusus distributor, dropship atau reseller. 

3. Mempertimbangkan kemampuan konsumen

Ada tipe konsumen yang sensitif terhadap harga (harga naik 1.000 langsung pindah ke kompetitor), tetapi ada juga yang tidak. Biasanya, konsumen tipe yang terakhir ini sudah setia dengan brand perusahaan Anda atau berasal dari kalangan menengah atas. Sebagaimana hukum permintaan dan penawaran, jika Anda mematok markup yang terlalu besar, bukan tidak mungkin konsumen (khususnya tipe pertama) akan beralih ke kompetitor. 

4. Mempertimbangkan target penjualan perusahaan

Masih pada hukum permintaan dan penawaran, secara teoritis penurunan harga atau markup yang lebih rendah akan meningkatkan penjualan. Oleh sebab itu, sebaiknya dalam menentukan markup Anda tetap mempertimbangkan target penjualan perusahaan, khususnya jika perusahaan tersebut masih dalam tahap pembangunan dan pengembangan.

Farichatul Chusna

Farichatul Chusna

Setelah lulus dari Ilmu Ekonomi Universitas Gadjah Mada, Farichatul Chusna aktif sebagai penulis artikel ekonomi, investasi, bisnis, dan keuangan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *