Lompat ke konten
Daftar Isi

Apa itu Rebase/Elastic Token?

Rebase token (elastic token)

Salah satu tantangan investasi atau trading pada cryptocurrency adalah adanya masalah pada demand dan supply. Berbeda dengan mata uang fiat yang jumlah supply-nya dikontrol oleh otoritas moneter, jumlah supply cryptocurrency tidak dikontrol oleh siapapun (tergantung jumlah uang yang berhasil ditambang (mining), sementara demand-nya fluktuatif.

Hal ini mengakibatkan tingginya volatilitas harga pada instrumen ini dan adanya kemungkinan harga crypto akan turun tajam. Sebagaimana hukum permintaan dan penawaran, apabila supply meningkat sementara demand tetap, maka harga suatu barang atau aset akan turun. Begitu pula sebaliknya, jika supply turun sementara demand tetap, maka harga suatu aset akan naik. 

Developer cryptocurrency mencoba mengatasi hal ini dengan berbagai cara mulai dari membatasi jumlah coin yang bisa di-mining, seperti halnya Bitcoin, atau “menyandarkan” cryptocurrency dengan aset di dunia nyata seperti halnya stablecoin. Salah satu cara tersebut adalah membuat token yang masuk ke dalam kategori elastic token atau rebase. 

Pengertian Rebase Token (Elastic Token)

Rebase token atau elastic token adalah aset crypto yang jumlah supply-nya disesuaikan dengan cara membakar sebagian token atau “mencetak” token baru untuk menstabilkan harganya di pasaran. Hal ini menyebabkan harga token jenis ini di pasaran tetap volatile tapi relatif lebih stabil dibandingkan dengan token lain.

Contoh token crypto jenis ini adalah Ampleforth (AMPL). Sekali dalam 24 jam, algoritma dibalik aset crypto ini akan menyesuaikan jumlah AMPL yang beredar di pasaran dengan cara membakar sebagian AMPL atau “mencetak” AMPL yang baru sesuai dengan kondisi supply AMPL saat itu. 

Cara Kerja Rebase Token

Untuk menjelaskan cara kerja token jenis ini, mari kita ambil contoh cara kerja Ampleforth (AMPL). Ampleforth (AMPL) memang bukan stablecoin, namun token yang satu ini menargetkan supaya harganya kurang lebih sama dengan 1$. 

Apabila pada suatu hari harga AMPL naik di atas 1$ karena supply-nya terbatas dan demand naik, maka secara otomatis algoritma AMPL akan mencetak token baru, sehingga harganya turun lagi mendekati 1$. Sebaliknya, kalau harga AMPL turun karena supply-nya kebanyakan, maka algoritma token tersebut secara otomatis akan membakar AMPL yang sudah tersedia di pasaran, sehingga nilainya mendekati 1$ kembali.

Dari sisi pengguna, katakanlah Dewiq memiliki 1 unit AMPL dengan nilai setara 1$. Ketika harga AMPL menyentuh 2$, maka algoritma akan mencetak AMPL baru sehingga nilai AMPL yang dimiliki oleh Dewiq turun dari 1 unit menjadi 0,5 unit, sehingga nilainya tetap 1$. Hal ini bisa terjadi karena 1 AMPL sekarang setara dengan 2$. Sebaliknya, kalau nilai AMPL turun, ke 0,5$ misalnya, maka algoritma secara otomatis akan menambah supply sehingga nilainya kembali setara dengan 1$. 

Kelebihan dan Kekurangan Rebase Token

Kelebihan rebase token terletak pada stabilitas harga aset crypto yang satu ini. Dari segi volatilitas harga, hal ini membuat rebase token relatif aman dibandingkan dengan aset crypto yang lain. Meskipun demikian, bukan berarti aset crypto ini tidak memiliki kekurangan.

Adapun kekurangannya adalah, menurut beberapa sumber konsep rebase token memang bagus, namun karena adanya proses pembakaran dan penambahan supply, hal ini membuat rebase token relatif susah dievaluasi menggunakan metode akuntansi. Hal ini juga menyebabkan pergerakan harga aset crypto ini susah diperkirakan. Belum lagi apabila menyangkut soal gas fee. Selain itu, banyak pihak yang menyebut bahwa token jenis ini masih berupa eksperimen. 

Perbedaan Rebase Token dan Stablecoin

Meskipun memiliki konsep yang sama, yaitu membuat harga crypto lebih stabil pada harga tertentu, namun rebase token dan stablecoin adalah dua hal yang berbeda. Sesuai dengan namanya, rebase atau elastic token adalah aset crypto berbentuk token, sementara stablecoin berbentuk coin. 

Menurut artikel token vs coin, token adalah aset crypto yang dibangun di atas sistem blockchain milik aset crypto lain, termasuk coin. Adapun coin adalah aset crypto yang dibangun di atas sistem blockchain miliknya sendiri. 

Selain itu, mekanisme untuk menstabilkan harga dua aset ini juga berbeda. Pada rebase token, penstabilan harga dilakukan dengan cara membakar dan mencetak aset crypto tersebut dan tidak ada aset yang dijadikan “sandaran”. Adapun stablecoin distabilkan dengan cara menjual underlying asset yang mendasari coin tersebut. 

Misalnya, sebuat stablecoin berbasis dolar memiliki underlying asset berupa sejumlah besar dolar dalam bentuk uang tunai dan obligasi pemerintah. Apabila nilai dolar turun, maka harga coin ini juga akan turun. Untuk menstabilkannya supaya tidak turun terlalu tajam, developer lantas menjual obligasinya, sehingga jumlah dolar di pasaran menurun dan harganya kembali naik. 

Contoh Rebase Token

Selain Ampleforth, berikut ini beberapa contoh rebase token lainnya:

  1. Olympus (OHM).  Saat ini Olympus adalah elastic token dengan nilai kapitalisasi pasar terbesar, yaitu sebesar $262.532.711.
  2. TempleDAO. Elastic token dengan kapitalisasi pasar terbesar kedua adalah TempleDAO dengan nilai sebesar $59.894.547. 
  3. Snowbank. Sementara Ampleforth menjadi nomor 3 dengan nilai kapitalisasi $37.530.305, Snowbank menjadi elastic token dengan nilai kapitalisasi pasar keempat dengan nilai $34.945.438.
  4. Klima DAO.  Rebase token dengan nilai kapitalisasi pasar tertinggi ke-5 adalah Klima dengan nilai market cap sebesar $16,127,095.

Apakah Rebase Token Merupakan Investasi Yang Baik?

Apabila menilik dari kelebihan dan kekurangan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa rebase token merupakan salah satu instrumen investasi yang berisiko tinggi dan tidak cocok untuk pemula. Sebab:

  1. Tidak ada aset yang mendasari sebagaimana stablecoin. 
  2. Pembakaran dan pembuatan token baru memang akan menstabilkan harga, tetapi pada saat yang bersamaan juga membuat harga aset crypto ini lebih sukar diprediksi dan dicatat. 
  3. Adanya masalah gas fees yang bisa saja timbul akibat pembakaran dan pembuatan token baru. 
  4. Adanya kemungkinan kalau token jenis ini masih berupa eksperimen.

Pada dasarnya, setiap jenis aset crypto memiliki inovasi tersendiri yang bertujuan untuk memperbaiki ekosistem crypto itu sendiri dan lebih menonjol dibandingkan dengan aset crypto yang lain. Namun demikian, banyaknya inovasi ini juga membuat trader harus lebih berhati-hati dalam memilih instrumen investasi pada aset ini. Sebab, setiap token atau coin memiliki karakteristik dan struktur yang berbeda.

Farichatul Chusna

Farichatul Chusna

Setelah lulus dari Ilmu Ekonomi Universitas Gadjah Mada, Farichatul Chusna aktif sebagai penulis artikel ekonomi, investasi, bisnis, dan keuangan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *