Lompat ke konten
Daftar Isi

Apa itu Repo Saham?

Apa itu Repo Saham

Tahukah Anda, kalau saham dan obligasi yang Anda miliki bisa digunakan untuk agunan pinjaman? Proses penggunaan saham atau obligasi sebagai agunan pinjaman inilah yang disebut dengan repo. Dengan mekanisme ini, repo bisa Anda gunakan untuk mendapatkan dana tambahan dengan tanpa menjual aset Anda. 

Berikut penjelasan lengkapnya.

Apa itu Repurchase Agreement (Repo) Dalam Saham?

Repurchase agreement (repo) adalah transaksi peminjaman uang dengan menggunakan saham atau obligasi sebagai jaminan yang mana saham atau obligasi tersebut harus dibeli kembali oleh pihak peminjam dalam jangka waktu dan harga tertentu. 

Sederhananya, transaksi repo sama seperti ketika Anda mengajukan pinjaman ke bank dengan agunan berupa rumah atau kendaraan bermotor. Hanya saja, kali ini yang dijadikan agunan adalah surat berharga. 

Jadi, kalau Anda gagal membayar pinjaman alias membeli saham dan obligasi Anda kembali pada jangka waktu yang telah ditentukan, si pihak pemberi pinjaman berhak menjual surat berharga tersebut ke orang lain. 

Nah, karena harga saham dan obligasi di pasar sekunder fluktuatif, maka agunan berupa saham dan obligasi hanya bisa digunakan untuk menutupi 50% dan 70% dari total aset yang dipinjam. 

Misalnya, Anda meminjam uang ke bank Rp. 100.000.000 dengan menggandakan saham yang Anda miliki, maka surat berharga tersebut hanya akan memiliki nilai Rp. 50.000.000 di mata bank sehingga Anda perlu aset lain lagi untuk dijadikan jaminan. 

Repurchase agreement (repo) ini bisa dilakukan oleh berbagai pihak mulai dari perusahaan, lembaga pengelola dana pensiun, perusahaan sekuritas hingga bank sentral. Meskipun saham bisa digunakan sebagai agunan menurut Peraturan OJK NOMOR 40 /POJK.03/2017, namun masih belum jelas apakah investor individu bisa menggunakan mekanisme ini untuk mencari pinjaman dana ke bank.

Kegunaan Repurchase Agreement

1. Mendapatkan dana tambahan secara cepat

Seperti yang kita ketahui bahwasannya untuk menjual saham dan mencairkannya ke dalam rekening diperlukan waktu setidaknya 2 hari kerja. Seringkali, waktu tersebut kurang cepat untuk perusahaan yang ingin mendapatkan tambahan pendanaan. Belum lagi faktor bagaimana biaya market order-nya, biaya transfer bank, untung atau tidak dan lain sebagainya. 

Salah satu cara yang bisa dilakukan oleh perusahaan adalah dengan melakukan transaksi repo ini. Perusahaan bisa menghubungi perusahaan sekuritas yang mereka gunakan jasanya dan meminta mereka untuk meminjamkan uang dengan agunan saham yang mereka miliki. Jadi, perusahaan tidak perlu memikirkan tetek bengek soal biaya, take profit dan segala macam untuk mendapatkan dana segar dengan cepat. 

2. Repo sebagai instrumen kebijakan moneter

Salah satu pihak yang aktif terlibat dalam transaksi repo adalah bank sentral alias Bank Indonesia. Bank Indonesia bekerja sama dengan pihak lain seperti, bank-bank umum atau perusahaan sekuritas untuk menggunakan repurchase agreement sebagai sarana untuk mengontrol supply mata uang (money supply). Dengan demikian, tingkat inflasi dan suku bunga nasional bisa terkendali. 

3. Repo sebagai instrumen investasi jangka pendek

Bagi institusi seperti, bank atau perusahaan sekuritas, repo adalah solusi kelebihan likuiditas jangka pendek yang cukup aman. Sebab setidaknya mereka bisa menjual surat berharga yang dijadikan agunan apabila pihak peminjam entah itu investor, perusahaan sekuritas atau bank lainnya tidak bisa membayar utang. 

Jenis-Jenis Repurchase Agreement

1. Third-party repo

Jenis pertama dan yang paling banyak digunakan adalah third-party repo. Sesuai dengan namanya, third-party repo atau tri-party repo adalah jenis repurchase agreement yang menggunakan jasa pihak ketiga untuk menjembatani antara peminjam alias pemilik saham yang asli (seller) dan pemberi pinjaman (buyer). 

Tugas pihak ketiga ini adalah, menyimpan saham atau obligasi yang dijadikan agunan, memastikan seller menerima uang pinjaman dan menyerahkan sekuritas yang dijadikan agunan, memastikan kalau pemberi pinjaman (buyer) mengirim uang pinjaman dan menerima uang pembayaran utang. 

Akan tetapi, pihak ketiga ini tidak bertugas menjadi matchmaker atau pihak yang mempertemukan penjual dan pembeli. Seller harus mencari institusi yang mau meminjamkan uang kepada mereka secara mandiri, begitu pula sebaliknya. 

Beberapa lembaga  dunia yang membuka jasa  tri-party repo ini seperti, JP Morgan Chase, Clearsteram,Euroclear sementara kalau di Indonesia yang membuka layanan ini adalah PT Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI).

2. Specialized delivery repo

Jenis yang kedua adalah specialized delivery repo. Jenis ini cukup jarang digunakan karena mengharuskan pihak penjual (seller, peminjam) dan pembeli (buyer, pemberi pinjaman) untuk menyerahkan surat berharga yang dijadikan jaminan pada tempat dan waktu yang telah ditentukan. 

3. Hold-in-custody

Hold-in-custody adalah tipe repo yang ketiga. Dalam tipe ini, penjual bisa menerima uang pinjaman dengan tanpa menyerahkan surat berharga jaminan ke pembeli (buyer). Sebagai gantinya, mereka meletakkan surat berharga tersebut di akun mereka di bank atau perusahaan sekuritas (custodial account). 

Repo jenis ini jarang dieksekusi karena memiliki tingkat risiko yang tinggi, khususnya bagi buyer. Risiko ini terjadi khususnya apabila seller tidak bisa membayar pinjaman beserta bunganya, tapi karena surat berharga tersebut ada di rekening seller, buyer tidak bisa menagih atau menjual surat berharga tersebut. 

Dalam beberapa kasus, transaksi peminjaman surat berharga untuk short selling juga termasuk salah satu jenis repurchase agreement modern. Dalam transaksi ini, trader meminjam saham atau surat berharga lainnya kepada perusahaan sekuritas untuk kemudian dijual. 

Trader harus mengembalikan surat berharga tersebut beserta bunganya kepada perusahaan sekuritas pada waktu yang telah ditentukan. Apabila harga surat berharga tersebut di pasar sedang turun ketika tanggal jatuh tempo tersebut, maka trader mendapatkan keuntungan karena harus bayar lebih murah, begitupun sebaliknya.

Risiko Repurchase Agreement

Risiko utama dari repurchase agreement alias repo adalah risiko gagal bayar (default risk). Risiko ini terjadi apabila si peminjam gagal membayar utang pada tanggal jatuh tempo yang ditentukan sehingga pemberi pinjaman (buyer) harus menjual surat berharga yang dijadikan jaminan. 

Meskipun ini tampaknya win-win solution, namun kadang kala harga saham atau obligasi yang dijadikan jaminan turun saat dijual. Oleh karena itu, untuk mengatasi hal ini buyer melakukan beberapa hal berikut:

  1. Over-collateralized alias menetapkan nilai surat berharga yang dijadikan jaminan harus lebih tinggi dibandingkan jumlah uang yang dipinjam. Misalnya, Anda meminjam uang Rp. 100.000.000, maka nilai saham yang Anda jadikan jaminan minimal Rp. 150.000.000. 
  2. Meminta penjual (seller) untuk mengubah sekuritas yang dijadikan jaminan, entah itu menambahnya dengan aset lain atau dengan cara lainnya. 

Risiko lain yang bisa jadi ada dalam sebuah transaksi repo adalah ketika buyer enggan menjual atau memberikan kembali surat berharga yang diagunkan. Hal ini mungkin terjadi karena adanya peningkatan harga pasar pada surat berharga tersebut.

Intinya, salah satu cara utama mengatasi risiko dalam repurchase agreement adalah dengan menulis kontrak transaksi sedemikian rupa sehingga mencegah adanya kerugian di salah satu atau kedua belah pihak.

Farichatul Chusna

Farichatul Chusna

Setelah lulus dari Ilmu Ekonomi Universitas Gadjah Mada, Farichatul Chusna aktif sebagai penulis artikel ekonomi, investasi, bisnis, dan keuangan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *