Lompat ke konten
Daftar Isi

Apa itu Sistem Ekonomi Tradisional? Pengertian, Contoh, dan Cirinya

Sistem ekonomi tradisional

Manusia adalah makhluk sosial yang membutuhkan interaksi dengan manusia lainnya maupun lingkungan sekitarnya. Salah satu interaksi yang dilakukan oleh manusia tersebut adalah interaksi ekonomi, yaitu interaksi tukar menukar barang dan jasa dengan manusia lainnya untuk memenuhi kebutuhan pribadi. 

Interaksi ekonomi manusia dengan manusia lain ini diatur dalam sebuah sistem, yaitu sistem ekonomi. Dari artikel-artikel sebelumnya, kita telah membahas berbagai sistem ekonomi yang ada saat ini, mulai dari sistem ekonomi kapitalisme, sistem ekonomi komando, hingga sistem ekonomi syariah. Akan tetapi, pemahaman mengenai sistem-sistem tersebut tidak akan lengkap jika Anda belum memahami sistem ekonomi tradisional.

Pengertian Sistem Ekonomi Tradisional

Sistem ekonomi tradisional adalah sistem ekonomi yang dibangun berdasarkan kepercayaan dan nilai-nilai adat istiadat. Dalam sistem ini, setiap keputusan ekonomi didasarkan pada nilai-nilai leluhur baik itu produksi, distribusi maupun konsumsi.

Meskipun sudah tidak banyak diterapkan dalam level nasional, namun sistem ini masih banyak diterapkan oleh masyarakat-masyarakat adat di banyak negara, termasuk diantaranya adalah masyarakat Baduy di Banten dan masyarakat adat di pinggiran sungai Amazon, Brazil. 

Ciri-Ciri Sistem Ekonomi Tradisional

1. Diterapkan dalam kelompok suku

Sistem ini umumnya masih diterapkan dalam kelompok suku-suku kecil di pedalaman. Dalam hal ini, tidak jarang keputusan ekonomi seperti barang apa yang harus diproduksi dan dijual atau makanan apa yang boleh dimakan masih disesuaikan dengan keputusan tetua adat. 

2. Diterapkan oleh masyarakat nomaden

Meskipun banyak masyarakat adat yang sudah tinggal menetap, namun sistem ekonomi tradisional lebih banyak diterapkan oleh masyarakat yang masih menganut gaya hidup berpindah-pindah (nomaden) dan mendapatkan makanan dari alam (berburu dan meramu). 

3. Hanya memproduksi barang yang dibutuhkan

Masyarakat adat umumnya sangat menghormati lingkungan, sehingga mereka tidak mengambil atau memproduksi barang yang tidak mereka butuhkan dari lingkungan. Meskipun hal ini membuat kapabilitas ekonomi mereka terbatas, namun hal ini juga dapat membuat alam di sekitar mereka bebas dari pencemaran. 

4. Bergantung pada barter

Masyarakat yang menganut sistem ini masih cukup mengandalkan barter atau tukar menukar barang, meskipun dalam tingkat tertentu mereka juga sudah menerima uang sebagai alat tukar. Hal ini karena semua yang mereka butuhkan sudah ada di alam, sehingga jika ada hal yang dibutuhkan tapi masih kurang, mereka akan melakukan barter dengan suku lainnya. 

5. Semakin berubah ketika memutuskan untuk memiliki tempat tinggal tetap

Ketika sebuah masyarakat adat sudah memiliki tempat tinggal yang tetap, mereka harus menerima makanan apa saja yang ada di sekitar mereka dan tidak bisa terus hidup pindah-pindah mengikuti musim dan hewan lagi. Oleh sebab itu, umumnya masyarakat adat yang sudah memiliki tempat tinggal tetap akan mulai bercocok tanam dan menerima uang sebagai alat tukar.

6. Alat produksi masih sederhana

Alat-alat produksi yang digunakan oleh masyarakat lokal masih relatif sederhana, seperti pisau, kapak, cangkul dan lain sebagainya. Bahkan tidak menutup kemungkinan, masyarakat adat ini masih menggunakan batu, dan kayu untuk berburu. 

7. Belum ada pembagian kerja yang spesifik

Dalam masyarakat modern seperti saat ini, pekerjaan setiap orang dibagi berdasarkan kemampuan spesifik orang tersebut (division of labor). Namun dalam masyarakat tradisional, pembagian kerja berdasarkan kemampuan ini masih belum terlalu spesifik, misalnya hanya kaum laki-laki berburu, sementara kaum perempuan tinggal di rumah bersiap untuk membuat masakan dari hasil buruan saja. 

Kelebihan Sistem Ekonomi Tradisional

1. Menjaga kelestarian alam

Dengan nilai-nilai tradisional yang masih mereka pegang dan hanya mengkonsumsi dan produksi barang-barang yang dibutuhkan saja, masyarakat adat relatif tidak menghasilkan sampah berlebih. Akibatnya, kelestarian alam di sekitar mereka masih amat terjaga. Karena hal ini juga, perputaran ekonomi menggunakan sistem ini lebih berkelanjutan dibandingkan sistem ekonomi yang lebih modern.

2. Tidak ada perpecahan antara sesama anggota masyarakat

Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan minimnya perpecahan antar sesama masyarakat yang menganut sistem ini. Pertama, dalam sistem ini, produksi tidak ditujukan untuk mencari keuntungan. Kedua, nilai-nilai adat yang mereka anut mendorong terjadinya persatuan antar sesama anggota. Ketiga, jika terjadi perpecahan, ada tetua adat yang disegani yang siap untuk melerai. 

3. Mendorong kerjasama antar individu

Karena suku adalah salah satu kesatuan masyarakat terkecil dan biasanya masih bersaudara, maka solidaritas dan kerjasama individu dalam kesatuan masyarakat ini menjadi sangat penting. Maka dari itu tidak heran jika solidaritas antar masyarakat adat lebih tinggi dibandingkan solidaritas dan kerjasama masyarakat modern di era ini. 

4. Terhindar dari masalah ekonomi eksternal

Saat ini dengan perdagangan internasional, perekonomian suatu negara memiliki tingkat ketergantungan yang tinggi dengan perekonomian negara lainnya. Maka dari itu tidak heran jika krisis yang terjadi di suatu negara lain dapat segera “menular” ke negara lainnya. 

Hal ini tidak berlaku pada masyarakat yang menganut sistem ekonomi tradisional. Masyarakat yang menganut sistem ini umumnya tidak melakukan perdagangan atau bahkan komunikasi dengan dunia luar, sehingga ketika terjadi krisis apapun dari faktor eksternal, mereka relatif tidak akan terganggu. 

Kekurangan Sistem Ekonomi Tradisional

1. Produktivitas rendah

Masyarakat adat cenderung hanya memproduksi barang-barang yang dibutuhkan saat ini saja, tidak mencari keuntungan dan jarang melakukan perdagangan. Akibatnya, tingkat produktivitasnya juga rendah.

2. Peluang ekonomi rendah

Karena hanya memproduksi barang dan jasa yang diperlukan saja, maka peluang ekonomi yang bisa dimanfaatkan oleh seseorang di dalam masyarakat ini juga tidak banyak. Maka dari itu, tidak heran jika banyak anggota masyarakat adat yang memilih untuk merantau ke daerah yang lebih modern untuk mencari peluang ekonomi yang lebih baik. 

3. Masyarakat kurang berkembang

Masyarakat dalam sistem ekonomi tradisional umumnya adalah masyarakat adat yang masih memegang teguh nilai-nilai yang diajarkan oleh leluhur dan menolak perubahan. Jangankan teknologi modern, masyarakat seperti ini bahkan seringkali menolak mengirimkan anak-anak mereka ke sekolah yang dihadirkan oleh pemerintah. Akibatnya, mereka menjadi kurang berkembang. 

4. Terancam tergerus zaman

Seiring dengan berkembangnya teknologi informasi dan komunikasi serta kerusakan hutan, keberadaan masyarakat yang menerapkan sistem ini semakin terancam. Masalahnya adalah, dengan rendahnya pendidikan yang mereka miliki, seringkali mereka tidak bisa mempertahankan wilayahnya dari masalah ini karena tidak tahu harus mengadu kemana dan apa yang harus dilakukan.  Hal ini akan semakin parah apabila pemerintah yang berkuasa tidak mengindahkan keinginan dari masyarakat adat ini.

Perbedaan Sistem Ekonomi Tradisional dan Modern

Sistem ekonomi modern umumnya berorientasi pada keuntungan (uang). Meskipun di satu sisi hal ini penting untuk mempertahankan bisnis, namun di sisi lain orientasi yang berlebihan pada keuntungan dan uang justru akan menimbulkan berbagai ancaman ekonomi, seperti ketimpangan ekonomi, sampah yang berlebihan, masalah alam dan lain sebagainya. Hal ini tentu berbeda dengan masyarakat tradisional yang hanya menggunakan barang dan jasa seperlunya saja.

Di sisi lain, sistem perekonomian modern mendorong kreativitas masyarakat untuk meningkatkan produksi barang dan jasa. Dalam sistem ini, masyarakat dapat dengan bebas membuat penemuan apapun, mempelajari keahlian apapun, yang mana jika hasilnya nanti berdampak untuk produktivitas barang dan jasa secara keseluruhan, maka dia akan mendapatkan insentif. 

Sistem perekonomian modern juga memungkinkan masyarakat untuk berpindah pekerjaan dan status sosial dengan lebih fleksibel dibandingkan dengan sistem ekonomi tradisional. Dengan mengumpulkan banyak insentif yang dihasilkan dari kerja kerasnya, sistem ekonomi modern memungkinkan seseorang untuk menjadi orang yang ditakuti, disegani oleh masyarakat sekitarnya. Hal ini tentu tidak akan terjadi di sistem ekonomi tradisional kecuali orang tersebut diangkat menjadi tetua adat. 

Contoh Sistem Ekonomi Tradisional

Masyarakat adat Baduy

Salah satu kelompok masyarakat Indonesia yang masih memegang teguh adat dan sistem ekonomi ini adalah masyarakat adat Baduy di Banten. Suku ini terbagi menjadi dua kelompok besar, yaitu Baduy luar yang masih memiliki akses ke dunia modern dan Baduy dalam yang sepenuhnya terputus dari dunia luar. 

Dalam masyarakat adat Baduy, beberapa aspek kegiatan ekonomi diatur oleh adat. Misalnya, masyarakat Baduy tidak boleh menggunakan kendaraan bermotor, sehingga kalau bepergian baik itu Baduy dalam maupun luar harus berjalan kaki. Hal lainnya adalah, pilihan warna pakaian yang terbatas, putih untuk Baduy dalam dan biru untuk masyarakat Baduy luar. 

Meskipun demikian, tak urung teknologi modern juga mengancam sistem ekonomi yang dianut oleh masyarakat ini. Pada Juli 2023 lalu misalnya, pimpinan masyarakat adat ini melakukan protes ke pemerintah daerah supaya pemerintah bisa melarang akses internet di desa-desa yang dihuni oleh masyarakat Baduy. 

Internet di satu sisi memang bisa membantu masyarakat Baduy untuk menjual produk mereka, seperti kain tenun, madu dan produk hutan lainnya ke luar. Namun di sisi lain, internet membuat generasi muda suku ini enggan mempelajari adat mereka dan lebih suka bermain handphone, sehingga para tetua adat meminta pemerintah untuk menutup akses internet di wilayah-wilayah yang dihuni suku ini. 

Masyarakat Sami di Skandinavia

Meskipun Eropa, khususnya negara-negara Skandinavia seperti Swedia, Norwegia, dan Denmark merupakan negara yang sudah cukup maju, namun negara-negara ini juga merupakan rumah bagi masyarakat adat, termasuk diantaranya adalah masyarakat suku Sami. 

Banyak dari masyarakat Sami yang masih mencari penghidupan dengan sering berpindah tempat tinggal (semi-nomadic) bersama rusa kutub yang mereka gembalakan. Dari rusa kutub ini mereka memperoleh bahan makanan yang dibutuhkan, seperti daging, susu hingga keju. Selain dari beternak, mereka juga mendapatkan makan dari memancing ikan di sungai, meskipun di musim dingin. 

Sama seperti masyarakat Baduy di Indonesia, masyarakat Sami juga menghadapi masalah masyarakat modern, khususnya pembalakan pohon dan pemanasan global. Pembalakan pohon demi program pemerintah mengancam ketahanan pangan yang dibutuhkan oleh rusa mereka untuk berkembang dan pemanasan global membuat ketahanan pangan ini semakin parah lagi. 

Meskipun acap kali bertentangan dengan keinginan pemerintah dan masyarakat pada umumnya, masyarakat adat penganut sistem ekonomi tradisional ini tetap harus dihormati. Sebab, dengan adanya mereka alam di sekitar negara ini bisa terjaga dengan baik dan kerusakan alam bisa dihindari.

Farichatul Chusna

Farichatul Chusna

Setelah lulus dari Ilmu Ekonomi Universitas Gadjah Mada, Farichatul Chusna aktif sebagai penulis artikel ekonomi, investasi, bisnis, dan keuangan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *