Lompat ke konten
Daftar Isi

Soft Selling vs Hard Selling: Lebih Efektif Mana?

Soft Selling vs Hard Selling

Disadari atau tidak, menjual barang dan jasa itu ada seninya. Seni ini terletak pada teknik dan strategi yang digunakan oleh tim penjualan untuk menjual produk perusahaan. Sebab, teknik yang bisa jadi berhasil untuk menarik satu konsumen belum tentu bisa berhasil untuk konsumen lain, sehingga tim penjualan dalam sebuah perusahaan dituntut untuk lebih cerdas dalam membujuk konsumen. 

Salah satu teknik yang sering digunakan secara bergantian dalam penjualan barang dan jasa adalah teknik soft selling dan hard selling. Keduanya berbeda dan bertolak belakang, namun bisa digunakan secara bergantian sesuai kebutuhan. Mengapa demikian? Simak pembahasannya berikut:

Pengertian Hard Selling

Hard selling adalah teknik penjualan barang dan jasa yang menggunakan kata-kata atau kalimat yang lebih menekankan urgensi konsumen untuk membeli produk perusahaan. Teknik ini didesain untuk mendorong pelanggan melakukan pembelian dalam jangka pendek dengan tanpa banyak pertimbangan. 

Contoh mudahnya adalah ketika Anda selesai berbelanja di Indomaret atau Alfamart tentu Anda sering ditanya oleh kasir dengan kalimat, seperti “Pulsanya tidak sekalian kakak?” atau “Ini minuman XXX sedang promo sampai hari ini saja, beli satu gratis satu”. Dalam kondisi seperti ini, Anda tidak memiliki banyak kesempatan untuk memikirkan opsi selain ya atau tidak untuk membeli produk tersebut. 

Selain di konter kasir minimarket, Anda juga bisa menemukan teknik penjualan ini pada banyak kondisi, seperti telemarketing asuransi atau bank, toko handphone atau dealer motor yang membagikan pamflet di jalan atau bahkan pedagang yang menjajakan dagangannya di pasar. 

Pengertian Soft Selling

Kebalikan dari hard selling adalah soft selling. Soft selling adalah teknik penjualan dengan menggunakan kalimat atau kata-kata penjualan yang lebih “halus” dan membujuk alih-alih mendesak. Alih-alih jangka pendek, teknik ini bertujuan untuk mendorong konsumen melakukan pembelian dalam jangka panjang dengan cara memasukkan informasi mengenai produk sedikit demi sedikit.

Contohnya adalah iklan dalam bentuk endorsement oleh influencer. Sang influencer boleh jadi tidak memasukkan kata-kata dorongan seperti “beli produk ini sekarang juga!” dalam kontennya, tetapi dengan review yang diberikannya sepanjang video atau konten, pengikutnya akan tertarik untuk membeli produk terkait. 

Tidak hanya penjualan produk, teknik ini juga banyak digunakan dalam industri penjualan jasa. Contohnya adalah jasa konsultasi hukum ke pengacara atau advokat. Pada pertemuan pertama atau kedua, Anda kemungkinan akan mendapatkan gratis konsultasi dan baru membayar di pertemuan-pertemuan selanjutnya. 

Kelebihan dan Kekurangan Hard Selling

Dilansir dari Investopedia, berikut ini beberapa kelebihan dan kekurangan hard selling:

Kelebihan

  1. Memberikan dorongan lebih kepada konsumen untuk langsung melakukan pembelian. Mayoritas orang akan menunda pembelian sebuah barang atau jasa demi mempertimbangkan opsi-opsi yang ada. Dengan teknik hard sell, seperti menekankan “Hari Senin Harga Naik!” akan membuat pelanggan langsung melakukan pembelian tanpa pikir panjang. 
  2. Memperpendek sales cycle. Dengan teknik ini, konsumen hanya memiliki opsi ya atau tidak dalam melakukan pembelian produk. Jika ya maka status konsumen potensial tersebut akan menjadi pelanggan, atau kalau tidak hanya tetap menjadi calon konsumen saja. Dengan perubahan status ini, tim sales tidak perlu repot-repot melakukan follow up kepada konsumen yang menolak, sehingga dia bisa fokus untuk menarget calon konsumen lain yang sekiranya lebih memiliki potensi untuk melakukan pembelian. 
  3. Relatif lebih mudah dievaluasi. Berbeda dengan soft selling, hard selling relatif lebih mudah dievaluasi. Biasanya, tim sales akan diberikan target penjualan tertentu sebagai KPI dan hasil evaluasi kinerja berdasarkan target tersebut.

Bagi tenaga sales, penggunaan teknik ini juga menguntungkan mereka. Sebab, umumnya pendapatan profesi ini sangat bergantung pada jumlah komisi yang diperoleh sales dari setiap penjualan. Jadi, semakin banyak konsumen yang membeli produk mereka, semakin besar pula pendapatan yang diperoleh oleh tenaga ini. 

Kekurangan

  1. Jika dilakukan secara agresif, calon konsumen bisa merasa terganggu. Tentunya Anda tidak akan merasa nyaman jika ada telemarketer dari bank atau asuransi yang menghubungi Anda terus menerus bukan? Nah, ini adalah salah satu kekurangan dari teknik hard sell. Bahkan tidak jarang karena rasa tidak nyaman ini, seorang calon konsumen membagikan pengalaman buruk mereka terhadap perusahaan tersebut kepada orang lain. 
  2. Fokus ke penjualan bukan kepada konsumen. Karena terlalu fokus pada penjualan, bisa jadi tim sales melebih-lebihkan produk yang mereka jual. Akibatnya, banyak komplain dari pelanggan yang menemukan bahwa kualitas produk dan layanan tidak sebaik yang diiklankan.
  3. Kurang cocok untuk penjualan jangka panjang. Hal ini terkecuali jika produk dan layanan yang dijual memang bagus dan berkualitas. Sebab, sebaik apapun teknik hard sell yang digunakan tapi tidak diiringi dengan produk yang bagus, pelanggan akan segera beralih ke produk lain.

Kelebihan dan Kekurangan Soft Selling

Adapun kelebihan dan kekurangan soft selling adalah sebagai berikut:

Kelebihan

  1. Lebih mudah diterima konsumen. Hal ini karena kata-kata atau kalimat yang digunakan dalam teknik ini tidak mendesak, sehingga lebih mudah diterima oleh konsumen. 
  2. Cocok untuk penjualan jangka panjang. Konsumen diberi informasi mengenai produk sedikit demi sedikit. Setelah mereka mengetahui dan mempercayai kualitas produk tersebut, mereka akan melakukan pembelian produk. Apabila kualitas produk tersebut memang baik, maka bukan tidak mungkin mereka akan menjadi pelanggan setia. 
  3. Fokus pada konsumen. Soft selling lebih fokus pada pemenuhan kebutuhan konsumen, khususnya dalam jangka panjang. Tujuannya adalah untuk menciptakan pembelian berulang, sehingga dana pemasaran yang digunakan tidak sia-sia. 

Kekurangan

  1. Relatif lebih susah dievaluasi. Jika teknik hard sell bisa dievaluasi secara langsung menggunakan KPI atau target penjualan, maka teknik soft sell lebih susah dievaluasi karena matrik yang digunakan tidak hanya bisa bergantung pada matrik penjualan saja, tetapi juga matrik lainnya. Misalnya, untuk endorsement, matrik yang bisa digunakan adalah penjualan, like, share, subscribe atau indikator lain yang menunjukkan mengenai perubahan brand awareness konsumen.
  2. Seringkali membutuhkan biaya besar. Karena hasil dari teknik ini baru bisa diperoleh dalam jangka panjang dan teknik ini sebaiknya digunakan secara konsisten, maka tidak heran jika perlu biaya yang cukup besar untuk kebutuhan soft sell. Sederhananya, tentunya sebuah perusahaan membutuhkan dana jutaan hingga puluhan juta rupiah untuk endorsement produk pada seorang influencer bukan?

Lebih Efektif Soft Selling atau Hard Selling?

Kesimpulannya adalah soft selling dan hard selling akan efektif jika digunakan sesuai dengan tipe industri dan marketing objective perusahaan kedepannya. Alih-alih hanya menggunakan satu teknik saja, kedua teknik ini saling melengkapi satu sama lain, jadi lebih pas jika digunakan secara bergantian.

Farichatul Chusna

Farichatul Chusna

Setelah lulus dari Ilmu Ekonomi Universitas Gadjah Mada, Farichatul Chusna aktif sebagai penulis artikel ekonomi, investasi, bisnis, dan keuangan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *