Pernahkah Anda membayangkan kalau sebuah kantor berukuran 3×7 meter (rumah tipe 21) dihuni oleh 100 orang untuk melakukan pekerjaannya masing-masing? Alih-alih bisa bekerja secara efektif, 100 orang tersebut justru tidak akan bisa bergerak dengan leluasa akibat terbatasnya ruang.
Cerita di atas merupakan salah satu contoh sederhana dari prinsip ekonomi the Law of Diminishing Return atau hukum pertambahan hasil yang semakin berkurang. Apa itu the Law of Diminishing Return, dan bagaimana aplikasinya? Simak pembahasannya berikut:
Pengertian The Law of Diminishing Return
The Law of Diminishing Return adalah prinsip ekonomi yang berbunyi bahwa penambahan 1 unit suatu faktor produksi (input) secara terus menerus akan menurunkan produktivitas perusahaan kalau faktor produksi (inpot) yang lain tidak ditambah juga.
Untuk mempermudah pemahaman, mari kita lihat gambar kurva berikut:
Dalam gambar di atas faktor produksi disederhanakan menjadi dua, yaitu tenaga kerja (labour), dan modal (capital). Sederhananya, apabila jumlah tenaga kerja ditambah 1 orang, sementara jumlah capital (modal, baik itu tanah, bangunan maupun uang) tetap, maka awalnya hasil produksi (output) akan naik. Namun, pada titik tertentu, jumlah output yang dihasilkan akan mendatar. Apabila Anda memaksa harus menambah tenaga kerja lagi dan tidak menambah modal, maka yang terjadi nilai output justru akan menurun.
Sejarah mengenai prinsip ekonomi ini dapat ditelusuri hingga zaman ilmuwan ekonomi tahap awal, seperti Adam Smith,James Steuart, Johann Heinrich von Thünen dan Jacques Turgot. Namun teori ini lebih dikenal setelah Thomas Robert Malthus dan David Ricardo mengemukakan idenya pada abad ke 18.
Ketika itu, ilmuwan-ilmuwan di atas melakukan penelitian mengenai korelasi antara harga gandum dan jagung yang dipanen dengan kualitas tanah media tanam. Hasil penelitian tersebut menyebutkan bahwa peningkatan kualitas tanah sebagai faktor produksi akan naik seiring dengan kenaikan biaya produksi. Akibatnya, tingkat pengaruh kualitas tanah terhadap output (marginal return) akan semakin kecil, sehingga pada suatu titik tertentu, peningkatan kualitas tanah justru akan membuat nilai output menurun.
Contoh The Law of Diminishing Return
Mari kita ambil contoh pada kasus kantor di rumah tipe 21 di atas. Anggap saja capital itu bangunan kantor, sementara labour adalah karyawan kantor tersebut. Awalnya, dengan rumah tipe 21 dan jumlah karyawan sebanyak 15 orang, perusahaan Anda bisa menghasilkan 150 unit berbagai unit bunga yang bisa dijual per harinya.
Karena ingin tumbuh lebih besar, Anda lantas mencari tambahan tenaga kerja lagi hingga kini menjadi 20 orang dengan tetap menggunakan rumah tipe 21 sebagai tempat operasional. Namun sayangnya ketika dievaluasi, jumlah bunga yang bisa dijual dengan memperkerjakan 40 orang tersebut justru menurun menjadi 100 unit per hari. Ketika Anda bertanya kepada karyawan, jawaban mereka adalah mereka tidak bisa merangkai lebih banyak bunga karena tidak bisa bergerak secara leluasa.
Ini artinya, ketika Anda menambah 1 orang tenaga kerja (labour) dengan tanpa menambah ruang untuk operasi (capital), hasil produksi yang akan Anda peroleh akan semakin menurun. Di sinilah prinsip ekonomi ini diterapkan.
Tahapan The Law of Diminishing Return
Terhadap 3 tahapan dalam Law of Diminishing Return, yaitu:
1. Tahap pertama
Pada tahap ini, total produksi dan marginal produksi akan naik seiring dengan penambahan 1 unit faktor produksi. Contohnya, ketika Anda membuka bisnis florist di rumah tipe 21 di atas sendirian, Anda hanya bisa merangkai 7 bunga dalam 1 hari. Karena pesanan bertambah banyak, Anda pun membutuhkan tenaga kerja tambahan dan merekrut 2 orang.
Dengan pertambahan 2 orang tenaga kerja tersebut, kini perusahaan Anda dalam 1 hari bisa menyelesaikan 30 rangkaian bunga pesanan atau rata-rata per orang bisa menyelesaikan 10 bunga per hari. Pada tahap ini, total produksi (bunga yang Anda rangkai meningkat) seiring dengan dengan peningkatan jumlah tenaga kerja dan biaya (gaji).
2. Tahap kedua
Pada tahap kedua, pertumbuhan jumlah marginal produksi mendatar, sementara total tenaga dan biaya bertambah. Misalnya, Anda kini memiliki karyawan sebanyak 16 orang. Tapi, jumlah bunga yang bisa diselesaikan adalah 160 rangkaian setiap harinya. Artinya, secara marginal, pertumbuhan total produksi tidak bertambah karena tambahnya 1 orang (setiap orang karyawan masih hanya bisa memproduksi 10 bunga setiap hari).
Pada tahap ini, total biaya juga akan bertambah. Katakanlah, Anda menggaji karyawan sebesar Rp1.000.000 per bulan. Ini artinya, yang awalnya biaya gaji hanya Rp3.000.000 untuk 3 karyawan, kini naik 5 kali lipat hingga Rp16.000.000.
3. Tahap ketiga
Pada tahap ketiga, penambahan 1 unit faktor produksi justru akan menurunkan produktivitas tenaga kerja. Misalnya, Anda menambah tenaga kerja hingga saat ini perusahaan Anda memiliki 17 orang karyawan. Alih-alih bisa memproduksi 170 rangkaian bunga setiap harinya, perusahaan Anda justru hanya bisa membuat rangkaian bunga sebanyak 153.
Dari segi total produksi, jumlah ini jelas merupakan penurunan. Sebab, pada tahap 2, perusahaan tersebut bisa membuat 160 rangkaian bunga setiap hari. Dari segi marginal produksi juga menurun, sebab karyawan yang awalnya bisa rata-rata membuat 10 rangkaian per orang menjadi hanya 9 rangkaian bunga.
Limitasi The Law of Diminishing Return
1. Asumsi yang kurang praktikal
Teori ekonomi ini bersifat umum (general). Dalam teori ini, faktor produksi hanya dikelompokkan menjadi dua kelompok yaitu labour dan capital. Selain itu, teori ini juga mengasumsikan bahwa semua faktor produksi bersifat identik.
Artinya, semua tenaga kerja dalam satu usaha mengerjakan hal yang sama dan tidak memiliki spesialisasi. Begitu pula dengan variabel capital yang sering diasosiasikan dengan tanah atau bangunan. Padahal, capital atau modal bisa terdiri dari berbagai macam, mulai dari uang, tanah, bangunan, hingga mesin dan teknologi. Setiap capital memiliki karakteristik yang berbeda, sehingga bisa menimbulkan dampak yang berbeda pula terhadap total produksi.
2. Tidak cocok untuk semua industri
Hukum the Law of Diminishing Return lebih cocok untuk diterapkan pada industri yang sifatnya konvensional, seperti pertanian dan kurang cocok untuk industri yang menggunakan teknologi lebih baik. Sebab, penggunaan teknologi yang lebih baik bisa mendatangkan unfair advantage (keunggulan yang tidak adil) sehingga bisa meningkatkan total produksi. Belum lagi biasanya perusahaan teknologi cenderung terus berinovasi.
Misalnya, pada industri ojek. Adanya internet dan aplikasi ojek online membuat total produksi (jumlah penumpang per hari) bisnis ojek online pada awalnya meningkat lebih tajam dibandingkan dengan ojek pangkalan. Sebab, supir ojek online tidak perlu menunggu penumpang, dan penumpang dapat mencari kendaraan dengan lebih mudah, dan bisa dipantau harganya.