Lompat ke konten
Daftar Isi

Apa Itu Trickle Down Effect? Pengertian dan Contohnya

trickle down effect

Ketika membangun perekonomian sebuah negara, ada banyak strategi pembangunan yang bisa diimplementasikan oleh pemerintah negara tersebut. Salah satunya adalah dengan memberikan berbagai kemudahan kepada pemodal dan pengusaha domestik maupun internasional dalam menjalankan bisnis di negara tersebut. Harapannya adalah, seiring dengan peningkatan supply, maka kesejahteraan masyarakat di negara itu akan meningkat. 

Strategi ini disebut dengan trickle down effect. Meskipun tampak wajar dan bisa diimplementasikan dengan baik, namun strategi ini mengandung beberapa kelemahan dan kontroversi. Simak selengkapnya berikut ini:

Pengertian Trickle Down Effect

Secara bahasa, trickle down effect bermakna menetes ke bawah. Namun secara istilah, makna istilah ini adalah kebijakan pemerintah memberikan kelonggaran untuk pengusaha dan pemodal dengan harapan kelonggaran tersebut dapat menstimulasi pertumbuhan ekonomi. 

Teori ini pertama kali dikembangkan oleh Albert Otto Hirschman pada 1954. Hirschman menyebutkan bahwa dalam suatu negara terdapat titik-titik industri yang dapat membantu meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Pemerintah sebaiknya memperbanyak jumlah titik-titik pertumbuhan tersebut supaya bisa mendongkrak pertumbuhan ekonomi secara umum.

Mekanismenya terbilang cukup sederhana. Misalnya, pemerintah menerapkan diskon pajak kepada perusahaan. Dengan diskon pajak ini, pemerintah berharap kalau pendapatan dan supply perusahaan tersebut akan meningkat. Asumsinya adalah jika pendapatan dan supply meningkat, maka perusahaan tersebut akan merekrut lebih banyak pegawai dan meningkatkan gaji karyawan. Jika gaji karyawan meningkat, maka masyarakat dari kalangan menengah dan menengah ke bawah juga akan terkena dampak dari kelonggaran tersebut. 

Ada banyak program kelonggaran yang bisa diimplementasikan pemerintah, mulai dari diskon pajak, keringanan bea ekspor impor, subsidi untuk barang-barang tertentu, hingga kemudahan birokrasi untuk meningkatkan investasi. 

Manfaat dan Tantangan Trickle Down Effect

Manfaat

1. Mengurangi pengangguran

Secara teoritis, penerapan kebijakan dengan konsep trickle down effect diharapkan mampu mengurangi jumlah pengangguran. Seperti yang disebutkan dalam contoh di atas, seiring dengan peningkatan jumlah supply yang diproduksi perusahaan, harapannya semakin banyak masyarakat yang mendapatkan kesempatan kerja. 

2. Mengurangi jumlah kemiskinan

Pada akhirnya, jika semakin banyak orang yang mendapatkan pekerjaan layak, maka tingkat kemiskinan harapannya juga dapat ditekan. Sebab walau bagaimanapun, gaji yang diperoleh dari perusahaan merupakan salah satu sumber utama pendapatan masyarakat. 

3. Peningkatan pendapatan pajak

Ketika pendapatan perusahaan dan masyarakat meningkat, jumlah pajak yang bisa dikumpulkan oleh pemerintah juga meningkat. Hal ini karena pemerintah menerapkan pajak untuk penghasilan (PPh) dan pajak untuk pertambahan nilai atau PPn (biasanya Anda dapati ketika Anda membeli barang di supermarket atau restoran). 

Tantangan

Namun, penerapan kebijakan dengan konsep ini juga memiliki risiko atau tantangan, yaitu:

1. Kenaikan pendapatan perusahaan belum tentu diikuti dengan kenaikan gaji atau meningkatkan jumlah tenaga kerja

Ketika pendapatan sebuah perusahaan naik, perusahaan tersebut bisa melakukan banyak hal, mulai dari menambah kapasitas produksi (dengan menambah tenaga kerja atau mesin), disimpan dalam bentuk kas, dibagikan kepada investor dalam bentuk dividen dan menaikkan gaji karyawan. 

Dalam banyak kasus, sebagian besar peningkatan pendapatan perusahaan tidak dialokasikan untuk peningkatan gaji. Di Korea Selatan pada tahun 2013 misal nya. Menurut penelitian dari Economic Reform Research Institute (ERRI) pada tahun 2015, hanya 39% peningkatan keuntungan operasi 50 perusahaan besar di Korea Selatan yang dialokasikan untuk peningkatan gaji. 

Bahkan, perusahaan-perusahaan besar seperti Samsung dan Hyundai hanya akan mengalokasi 33% peningkatan pendapatannya untuk menaikkan gaji karyawan. Sebagian besar pendapatan tersebut akan dimasukkan ke dalam simpanan perusahaan dan atau dibagikan kepada investor dalam bentuk dividen.

2. Peningkatan ketimpangan ekonomi

Ketika kelonggaran yang diberikan oleh pemerintah mayoritas digunakan oleh perusahaan untuk kebijakan yang lebih menguntungkan orang yang lebih baik ekonominya, seperti pembagian dividen, pembelian saham kembali atau hanya disimpan sebagai cadangan kas, maka orang yang kaya akan semakin kaya dan orang yang miskin hanya akan mendapatkan sedikit manfaat. Akibatnya, indeks gini atau ketimpangan ekonomi akan meningkat. 

3. Kelonggaran ekonomi belum tentu menghasilkan peningkatan pajak

Ada banyak cara yang bisa dilakukan oleh orang kaya untuk menghindari pajak, mulai dari manipulasi pencatatan akuntansi perusahaan, hingga menyimpan asetnya di negara lain. Akibatnya, belum tentu pemerintah dapat meningkatkan pendapatan pajak lebih dari jumlah yang dikorbankan untuk pemberian kelonggaran. 

4. Pendefinisian target kelonggaran

Ketika memberikan kelonggaran kepada industri, pemerintah dituntut untuk mendefinisikan “siapa” target yang akan mendapatkan kelonggaran tersebut. Apabila hal ini tidak dibarengi dengan sistem hukum dan politik yang baik, bukan tidak mungkin penentuan target kelonggaran ini akan membentuk kroni dan korupsi, kolusi dan nepotisme. 

Sederhananya, untuk mendapatkan keringanan ekspor misalnya, perusahaan tentu harus “melobi” instansi pemerintah terkait. Adanya lobi-lobi ini tentu secara tidak langsung akan mengurangi efektivitas penerapan kebijakan keringanan ekspor tersebut. 

Studi Kasus Trickle Down Effect

Sistem trickle down effect sangat tampak di Indonesia pada masa Pemerintahan Presiden Soeharto. Pada masa yang juga disebut dengan orde baru tersebut, pembangunan terfokus di Pulau Jawa dan Jakarta, khususnya. Harapannya adalah, lambat laun pembangunan juga akan menyebar ke daerah-daerah lainnya di seluruh Indonesia. 

Kebijakan ekonomi pada masa ini juga terfokus pada industrialisasi di perkotaan.Pada tingkat tertentu, kebijakan ini berhasil menaikkan status ekonomi Indonesia dari negara miskin menjadi negara berkembang. Namun, di sisi lain hal ini juga memperlebar ketimpangan antar daerah dan masyarakat di negeri ini. Menurut data yang BAPPENAS pada tahun 2017, sejak tahun 1986 indeks gini Indonesia terus mengalami kenaikan sebelum akhirnya turun tajam pada masa krisis moneter. 

Hal yang mirip terjadi di Amerika Serikat. Menurut Corporate Financial Institute negeri Paman Sam ini pernah menerapkan kebijakan pemotongan pajak pada masa Presiden Ronald Reagan pada akhir tahun 1980-an dan Presiden George W. Bush pada tahun 2001. Dalam periode 1979-2005, tercatat pendapatan masyarakat yang masuk ke dalam 20% pendapatan terendah hanya meningkat sebanyak 6%, sementara masyarakat yang masuk ke dalam 20% pendapatan tertinggi naik 80% dan orang-orang paling kaya di Amerika Serikat pada periode yang sama berhasil meningkatkan pendapatannya hingga 3 kali lipat. 

Apakah Trickle Down Effect Terbukti Efektif?

Penelitian yang dilakukan oleh David Hope dari London School of Economics (LSE) pada tahun 2020 menyimpulkan bahwa penerapan kebijakan berbasis trickle down effect di 18 negara-negara maju di seluruh dunia selama 5 dekade terakhir tidak terbukti efektif. 

Alih-alih berfokus memberikan kelonggaran untuk pemodal besar dan pengusaha besar dengan harapan dapat mempengaruhi kondisi ekonomi secara keseluruhan, tentu akan lebih baik meningkatkan pembangunan ekonomi dari bawah meskipun tentunya proses pembangunan ekonomi dengan metode ini tidak bisa menghasilkan hasil secara instan.

Farichatul Chusna

Farichatul Chusna

Setelah lulus dari Ilmu Ekonomi Universitas Gadjah Mada, Farichatul Chusna aktif sebagai penulis artikel ekonomi, investasi, bisnis, dan keuangan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *