Lompat ke konten
Daftar Isi

Indeks Gini: Pengertian, Rumus, Cara Menghitung, Interpretasi

Indeks Gini

Salah satu kekurangan yang ada dalam penghitungan pertumbuhan ekonomi berdasarkan nilai GDP per kapita adalah fakta bahwa indikator tersebut tidak memperhitungkan ketimpangan ekonomi sebagai faktor. 

Seperti yang telah dibahas pada artikel sebelumnya bahwa apabila dalam 1 desa ada 1.000 orang dengan pendapatan Rp100.000.000 setahun dan 9.000 orang dengan pendapatan 24.000.000 setahun, maka pendapatan per kapita desa tersebut masih sebesar 31,6 juta. Tentu hal ini akan menjadi masalah tersendiri mengingat gap antara 100 juta dengan 24 juta setahun terbilang cukup jauh. 

Dalam ilmu ekonomi, ketimpangan pendapatan seperti ini dianalisis menggunakan indeks gini. Apa itu indeks gini, dan bagaimana cara menghitungnya? Simak pembahasannya berikut ini:

Pengertian Indeks Gini

Indeks gini adalah indikator ekonomi yang mengukur ketimpangan pendapatan antar masyarakat di sebuah negara. Nama lain dari indikator ini adalah koefisien gini atau rasio gini. Indikator ini pertama kali diperkenalkan oleh seorang ahli statistik asal Italia bernama Corrado Gini pada tahun 1912. 

Nilai indeks gini berkisar antara 0-1. Sebuah daerah akan memiliki skor 0 apabila penduduk daerah tersebut memiliki distribusi pendapatan yang merata. Sebaliknya, kalau sebuah daerah memiliki skor 1, itu artinya 1 orang di daerah tersebut menguasai seluruh sumber pendapatan. 

Meskipun mengukur ketimpangan pendapatan, namun perlu diingat bahwasanya indikator ini tidak mengukur ketimpangan kesejahteraan (wealth) secara keseluruhan. Hal ini mengingat bahwasanya indikator kesejahteraan relatif lebih susah dihitung dibandingkan dengan pendapatan. 

Rasio gini antara satu negara dengan negara lainnya bisa sama terlepas dari pendapatan per kapita negara tersebut. Rasio gini Belanda dan Denmark pada tahun 2016 misalnya, sama-sama 28,2% (Bank Dunia), meskipun pendapatan per kapita kedua negara tersebut selisih 10.000 USD. 

Rumus Indeks Gini

Rumus Matematis

Secara matematis, indeks gini dapat dihitung dengan rumus berikut:

Rumus indeks gini
Rumus indeks gini (Sumber: Wikipedia)

Keterangan 

Xi dan Xj : Nilai pendapatan seorang individu. 

N : Jumlah observasi. 

X bar : Rata-rata pendapatan. 

Menggunakan lorenz curve

Cara lainnya adalah dengan menghitung selisih arena di dalam lorenz curve atau kurva lorenz. Kurva lorenz adalah kurva yang menggambarkan gabungan antara titik-titik pendapatan seseorang dengan total populasi. Berikut ini gambarnya:

Kurva Lorenz
Kurva Lorenz (Sumber: Wikipedia)

Untuk menghitung rasio gini menggunakan metode ini, rumusnya adalah:

G = A/(A + B)

Alias, indeks gini sama dengan luas area A dibagi dengan seluruh area segitiga di bawah garis keseimbangan. 

Menggunakan excel

Untuk menggunakan metode ini, Anda harus melakukan beberapa langkah sebagai berikut:

  1. Mengumpulkan data pendapatan dan persentase populasi. Misalnya, desa Anda terdiri dari 1000 orang kepala keluarga. Dari 1000 orang tersebut 200 diantaranya berpendapatan total Rp1.000.000.000 per bulan, 500 diantaranya berpendapatan Rp750. 000.000 per bulan, sementara sisanya berpendapatan Rp600.000.000 per bulan. Maka, total pendapatan penduduk desa Anda adalah Rp2.350.000.000 per bulan.
  1. Ketahui perbandingan persentase populasi dengan persentase pendapatan. Dalam contoh di atas misalnya, 20% dari populasi (200/1000) menguasai 42% total pendapatan (1 miliar dibagi 2,35 miliar), 50% populasi menguasai 32% pendapatan, dan 30% populasi menguasai 26% pendapatan. 
  2. Membuat kolom di Excel dengan rincian: kolom A persentase pendapatan, kolom B persentase populasi dan kolom C persentase bagian dari populasi yang lebih kaya dengan urutan yang paling atas adalah yang paling kurang mampu dan kolom D sebagai skor. Misalnya, Anda mengisi kolom A1 dan B1 dengan 26% pendapatan (A) dikuasai oleh 30% populasi (B). Maka, di kolom C Anda harus mengisi 70% karena 70% dari populasi menguasai lebih banyak kekayaan. 
  3. Kolom skor diisi dengan hasil penghitungan gini indeks untuk masing-masing kelompok pendapatan. Rumusnya adalah:

Skor = Kolom A* (Kolom B + 2 * kolom C)

Misalnya: 0,26*(0,30 +2*0,70) = 0,442. 

  1. Jumlahkan total skor untuk seluruh kelompok pendapatan. Dalam contoh di atas, kolom skor ke 2 dan ketiga diisi dengan 0,288 dan 0,1. Maka totalnya adalah 0,83. Total skor ini disebut dengan sum
  2. Rasio gini diperoleh dengan rumus 1-sum. Ini artinya, ketimpangan pendapatan di desa Anda adalah sebesar 0,17 = 1-0,83. 

Interpretasi Angka Koefisien Gini

Sederhananya, apabila nilai koefisien gini mendekati angka 1, maka semakin timpang pula distribusi pendapatan di negara tersebut. Sebab ini artinya, sejumlah kecil populasi menguasai porsi pendapatan nasional yang semakin besar. Apabila hal ini digambarkan dengan lorenz curve, maka gambar kurva tersebut akan semakin landai (mendekati sumbu horizontal). 

Indikator ini bermanfaat untuk mengetahui apakah pertumbuhan dan perkembangan ekonomi membuat distribusi pendapatan nasional semakin merata atau tidak. Secara normatif, seharusnya pertumbuhan ekonomi tidak hanya memihak sebagian kecil masyarakat yang memiliki pendapatan tinggi, tetapi juga sebagian besar masyarakat yang memiliki pendapatan menengah dan miskin. 

Koefisien Gini Indonesia

Menurut data dari Bank Dunia, tingkat ketimpangan di Indonesia pada tahun 2021 mencapai 37,9. Nilai ini sedikit lebih rendah dibandingkan dengan nilai rasio gini yang dipublikasikan oleh Badan Pusat Statistik pada tahun 2021 lalu. Ketika itu, BPS mencatat tingkat ketimpangan di Indonesia berkisar antara 0,39 dan 0,40. 

Data terbaru dari BPS menyebutkan bahwa pada paruh pertama tahun 2022, tingkat ketimpangan di Indonesia mencapai 0,403. Nilai ini cenderung cukup tinggi apabila dibandingkan dengan rasio gini negara ini sebelumnya. Ini artinya, distribusi pendapatan nasional di Indonesia masih kurang merata. 

Dalam laporan tersebut, BPS juga mencatatkan Sulawesi Barat dan Yogyakarta sebagai provinsi dengan ekonomi yang paling tidak merata dengan skor masing-masing 0,448 dan 0,446. Sebaliknya, Kalimantan Utara, Maluku, Papua dan Papua Barat adalah provinsi dengan distribusi pendapatan yang paling merata dengan rasio gini di bawah angka 0,3. 

Keterbatasan Indeks Gini

Meskipun merupakan indikator yang sangat berguna untuk memperkirakan ketimpangan ekonomi, namun rasio gini masih memiliki kekurangan, diantaranya:

  1. Masih menggunakan Gross Domestic Product (GDP) sebagai basis penghitungan. Ini artinya, untuk menghitung rasio gini, Anda tidak menghitung kegiatan ekonomi yang tidak terekam data, entah itu karena sifatnya informal, atau karena memang kegiatan tersebut terjadi di pasar gelap. 
  2. Indeks gini tidak mewakili kesejahteraan secara menyeluruh. Sederhananya, rasio gini sebuah daerah bisa jadi rendah karena memang masyarakatnya kaya semua atau miskin semua. Dengan demikian, indikator ini tidak bisa digunakan menjadi satu-satunya indikator yang mengukur kekayaan. 
  3. Perbedaan distribusi pendapatan bisa menghasilkan rasio gini yang sama. Misalnya, negara A dan B memiliki total skor distribusi pendapatan 77% (sum pada subbab di atas). Padahal, 50% kekayaan negara A dikuasai 15% total populasi, sementara 35% kekayaan negara B dikuasai 20% populasi. Biasanya, masalah ini diselesaikan dengan menggambar distribusi pendapatan dengan menggunakan lorenz curve. 

Dalam ekonomi makro, isu mengenai ketimpangan ekonomi adalah hal yang penting. Sebab, tentu percuma jika negara berambisi meningkatkan pertumbuhan ekonomi namun nyatanya pertumbuhan ekonomi tersebut hanya dinikmati oleh segelintir orang saja. 

Farichatul Chusna

Farichatul Chusna

Setelah lulus dari Ilmu Ekonomi Universitas Gadjah Mada, Farichatul Chusna aktif sebagai penulis artikel ekonomi, investasi, bisnis, dan keuangan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *