Lompat ke konten
Daftar Isi

Mengenal Zero Defect dalam Proses Produksi

zero defect

Pada tahun 2016 lalu, Samsung melakukan penarikan 1 juta unit Samsung Galaxy Note 7 dari pasar Amerika Serikat. Hal ini dilakukan karena adanya permasalahan pada manufaktur baterai yang membuat baterai handphone tersebut mudah panas dan meledak. 

Akibat dari penarikan jutaan unit produk ini, diperkirakan pendapatan perusahaan teknologi asal Korea Selatan itu berkurang hingga USD$ 5 miliar atau sekitar 66 triliun rupiah untuk nilai tukar rupiah saat itu (CNN). Selain diakibatkan karena penjualan yang tidak jadi, uang 5 miliar dolar ini juga diakibatkan karena Samsung harus membayar ganti rugi berupa biaya medis karena beberapa handphone telah meledak dan mengakibatkan luka fisik dan psikis bagi pemiliknya. 

Kasus ini adalah salah satu contoh kasus yang membuktikan pentingnya sistem zero defect atau cacat nol dalam dunia manufaktur. Apa itu sistem zero defect dan mengapa hal ini penting? Simak selengkapnya berikut ini:

Apa itu Zero Defect?

Zero defect adalah konsep pengurangan barang cacat yang menyebutkan bahwa pengurangan cacat produk harus dilakukan sejak dini dari level karyawan. Konsep ini pertama kali dipopulerkan oleh Philip Crosby dalam bukunya yang berjudul “Quality is Free.” pada tahun 1979. 

Sebelum konsep ini muncul, proses quality control dalam sebuah perusahaan bergantung pada sistem inspeksi. Pada sistem ini, inspektor atau supervisor akan mengecek proses produksi yang dilakukan oleh anak buahnya dan akan mendeteksi barang-barang cacat sebelum barang tersebut didistribusikan kepada konsumen. 

Sistem seperti ini tidak hanya kurang efektif karena masih banyak barang cacat yang bisa sampai ke tangan konsumen, tetapi juga mahal. Zero defect di sisi lain menekankan kepada karyawan untuk memastikan kualitas produk yang mereka hasilkan itu penting secara pribadi untuk mereka, sehingga sebelum diperiksa oleh inspektor, karyawan tersebut sudah memastikan kalau kualitas barang yang mereka hasilkan sudah baik. 

Mengapa Zero Defect Penting?

Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan sistem produksi dengan cacat nol itu penting, faktor tersebut adalah:

  1. Kualitas produk itu penting di mata konsumen. Konsumen yang mendapatkan produk dengan kualitas buruk tentunya akan berpikir dua kali untuk kembali membeli produk Anda.
  2. Produk dengan kualitas buruk bisa mengakibatkan kerugian pada perusahaan. Tidak hanya pembeli akan mengembalikan produk dan tidak akan membeli produk Anda lagi, pada beberapa kasus seperti kasus Samsung di atas, perusahaan yang menyajikan produk dengan kualitas buruk bisa harus membayar ganti rugi dengan nominal yang besar. 
  3. Pengurangan sunk cost. Untuk memproduksi sebuah barang, perusahaan tentunya mengeluarkan biaya, entah itu biaya bahan baku, biaya tenaga kerja dan lain sebagainya. Ketika produk yang dihasilkan tidak bisa dijual karena cacat, tentunya biaya-biaya tersebut tidak akan menghasilkan pendapatan, sehingga masuk ke dalam kategori sunk cost
  4. Pengurangan sampah dan limbah. Produk-produk yang cacat tentunya akan menambah sampah dan limbah perusahaan. Apabila sampah dan limbah ini tidak dikelola dengan baik, maka perusahaan berpotensi merusak lingkungan, berurusan dengan masyarakat dan pemerintah, hingga harus menanggung biaya gudang tambahan untuk penyimpanan sampah. 

Prinsip Utama Zero Defect

Dalam penerapannya, konsep cacat nol ini mengikuti 4 prinsip, yaitu:

  1. Kualitas produk menjamin permintaan. Perusahaan harus percaya bahwa produk dengan kualitas yang baik akan menghasilkan permintaan barang yang baik pula. Sederhananya, pelanggan tentunya akan membeli produk dengan kualitas baik. Dalam hal ini, sebaiknya terdapat standarisasi tertentu mengenai sebuah produk, khususnya produk manufaktur. Standarisasi ini harus diterima oleh masyarakat banyak, sehingga konsumen bisa berekspektasi mengenai kualitas produk yang akan mereka dapatkan dibandingkan dengan harga produk tersebut. 
  2. Masalah kualitas harus diperhatikan sejak awal produksi. Hal ini bertujuan untuk mempermudah proses pengecekan kualitas pada tahap selanjutnya. Dalam hal ini, tidak hanya supervisor yang bertanggung jawab terhadap kualitas, tetapi juga individu karyawan itu sendiri. 
  3. Cacat produk harus diminimalisir atau bahkan produk harus dibuat dengan sempurna (near perfection). Dalam sistem ini bukan berarti cacat produk harus benar-benar dihilangkan, tetapi sangat diminimalisir. Misalnya, hanya 3 produk cacat dari 1.000.000 produk yang diproduksi. Semakin sedikit jumlah produk yang cacat, semakin efisien pula kinerja sebuah perusahaan.
  4. Kualitas perlu diukur dengan satuan harga. Hal ini bertujuan untuk meyakinkan top management sebuah perusahaan untuk menerapkan zero defect. Misalnya, top management perlu diyakinkan dengan “berapa pendapatan yang akan hilang” jika produk dibuat dengan asal-asalan. 

Langkah-Langkah Penerapan Zero Defect

Terdapat setidaknya 6 langkah yang bisa Anda lakukan untuk menerapkan sistem zero defect di perusahaan Anda. Berikut ini 6 langkah tersebut:

  1. Memberikan tantangan kepada karyawan. Dalam langkah ini, karyawan ditantang oleh perusahaan untuk memproduksi produk dengan kualitas terbaik dengan tanpa harus diinspeksi terlebih dahulu. Tujuannya adalah supaya karyawan mau memberikan performa terbaik mereka untuk menghasilkan produk berkualitas. 
  2. Penandatanganan kontrak. Dalam kontrak ini, karyawan diminta untuk menyetujui pernyataan bahwa mereka akan memberikan yang terbaik untuk perusahaan. 
  3. Identifikasi penyebab cacat dalam produk. Dalam langkah ini, karyawan harus memahami apa saja hal-hal yang dapat menyebabkan kerusakan produk. Tidak hanya mengidentifikasinya secara mandiri, sudah selayaknya perusahaan memberikan pelatihan dan kursus yang dibutuhkan karyawan untuk bisa mengidentifikasi hal ini. 
  4. Inspeksi. Meskipun proses inspeksi sebelum adanya sistem ini dianggap kurang efektif, namun inspeksi tetap dibutuhkan untuk memastikan kalau karyawan bekerja dengan baik, bisa didengarkan keluhan-keluhannya dan untuk memastikan bahwa tidak ada faktor tambahan yang bisa menyebabkan suatu produk menjadi cacat. 
  5. Pengurangan penyebab kecacatan. Apabila terdapat faktor baru yang menyebabkan sebuah produk cacat, atau faktor lama yang muncul kembali, supervisor quality assurance harus mengidentifikasi penyebabnya dan menemukan solusi yang tepat. Dengan demikian, faktor kecacatan tersebut dapat dikurangi. Supervisor dapat menggunakan berbagai alat, seperti fishbone diagram untuk memastikan kualitas ini.
  6. Pemberian motivasi kepada karyawan. Karyawan tidak akan memberikan yang terbaik untuk perusahaan, apabila perusahaan tidak memberikan yang terbaik juga untuk mereka. Untuk memastikan supaya kualitas produk yang dihasilkan bagus, perusahaan bisa memberikan gaji dan tunjangan yang sesuai untuk karyawan. Dengan demikian, karyawan bisa fokus bekerja dan tidak memikirkan hal-hal lain di luar pekerjaan mereka. 

Meskipun jamak digunakan dalam industri manufaktur, khususnya industri automobile, namun konsep ini pada dasarnya bisa diterapkan dalam industri apapun.

Farichatul Chusna

Farichatul Chusna

Setelah lulus dari Ilmu Ekonomi Universitas Gadjah Mada, Farichatul Chusna aktif sebagai penulis artikel ekonomi, investasi, bisnis, dan keuangan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *