Sebagai salah satu organisasi kemasyarakatan terbesar di Indonesia, Muhammadiyah adalah stakeholder penting dalam perbankan. Selain karena nominal simpanan dari lembaga ini yang kemungkinan cukup besar, berita penarikan simpanan atau bahkan tabungan Muhammadiyah dari suatu bank dapat berdampak signifikan terhadap citra bank tersebut di mata masyarakat.
Pada Juni 2024 lalu, Muhammadiyah diberitakan menarik dana simpanannya dari Bank Syariah Indonesia (BSI). Sempat disebut bernilai 15 triliun rupiah, Ketua PP Muhammadiyah Anwar Abbas telah mengklarifikasi bahwasanya nilai simpanan tersebut “hanya” berkisar 1,8 triliun rupiah saja. Tapi, selain simpanan, Muhammadiyah juga bekerja sama dengan BSI dalam bentuk pendanaan.
Namun terlepas dari nilai simpanan dan pendanaan tersebut, penarikan dana Muhammadiyah dari BSI ini dapat menimbulkan beberapa dampak. Berikut ini diantaranya:
Kerjasama antara Muhammadiyah dengan BSI
Kerjasama antara Muhammadiyah dengan BSI sudah berlangsung lama sejak sebelum bank ini sendiri berdiri. Pasalnya, lembaga kemasyarakatan ini banyak menabung di tiga perusahaan yang menyusun bank ini, yaitu Bank Syariah Mandiri (BSM) BNI Syariah (BNIS) dan BRI Syariah (BRIS).
Oleh karena itu, ketika ketiga bank tersebut di atas melakukan merger, Muhammadiyah mengeluarkan Pernyataan Pers Nomor 31/PER/I.0/A/2020 yang mendorong BSI untuk lebih banyak melakukan pembiayaan syariah untuk UMKM. Sebab, UMKM adalah tulang punggung dari perekonomian Indonesia dan langkah ini merupakan salah satu langkah strategis untuk pemerataan ekonomi.
Namun demikian, pada Juni 2024 lalu dengan Memo Muhammadiyah Nomor 320/1.0/A/2024, organisasi kemasyarakatan ini menyatakan pemindahan dana dari bank ini ke bank lain. Termasuk diantaranya adalah Bank Syariah Bukopin,Bank Muamalat, Bank Mega Syariah dan perbankan syariah daerah lainnya.
Alasan Muhammadiyah Tarik Dana dari BSI
Terdapat beberapa alasan yang diperkirakan menjadi penyebab putusnya kerjasama antara dua lembaga besar ini. Dilansir dari berbagai sumber, beberapa alasan tersebut adalah:
1. BSI lebih fokus memberikan pendanaan pada korporasi
Seperti yang telah disebutkan di atas bahwasanya pada awal kerjasama antara kedua lembaga ini, Muhammadiyah mendorong BSI untuk memberikan pendanaan lebih banyak kepada UMKM. Akan tetapi, bank ini disebut justru lebih banyak memberikan pendanaan kepada korporasi.
2. Masalah teknis
Sistem elektronik Bank Syariah Indonesia (BSI) sempat diretas oleh hacker pada Bulan Mei 2023 lalu. Akibatnya, selama 5 hari berturut-turut, seluruh sistem bank ini tidak bisa diakses oleh nasabah dan pihak bank diklaim tidak memberikan pernyataan resmi mengenai hal yang terjadi dalam periode 5 hari tersebut.
Hal ini tentu membuat Muhammadiyah kecewa. Apalagi, banyak lembaga dan anggota organisasi ini yang bekerja dengan menggunakan Bank BSI sebagai sumber layanan keuangan. Tentu sebagai salah satu “pelanggan” terbesar, sudah selayaknya Muhammadiyah mengungkapkan rasa ketidakpuasan ini.
3. Concentration risk
Menyimpan dana dalam satu bank saja memang akan lebih praktis, karena Anda tidak perlu mengunduh beberapa aplikasi mobile banking sekaligus atau menghubungi beberapa bank jika ada masalah pada gawai Anda. Akan tetapi, menyimpan uang, khususnya dalam jumlah besar, di satu bank saja juga memiliki risiko tersendiri, sebut saja concentration risk.
Sederhananya, apabila terjadi masalah pada bank tersebut entah itu kendala teknis seperti alasan nomor 2 di atas atau bahkan likuiditas, aset dari nasabah akan terancam. Oleh karena itu, langkah Muhammadiyah menarik simpanannya dari BSI dan menyalurkannya ke beberapa bank sekaligus adalah langkah strategis untuk meminimalisir risiko ini.
4. Privilege
Sebagai salah satu deposan terbesar BSI, tentunya sudah sewajarnya jika Muhammadiyah mendapatkan beberapa fasilitas khusus untuk mengakomodasi kepentingan dan nilai-nilai lembaga ini. Namun demikian, BSI tampak enggan memberikan privilege tersebut.
Dilansir dari laman resmi Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik PP Muhammadiyah (LHKP), BSI sempat meminta lembaga ini untuk mengirimkan 2 perwakilan yang mana, 1 dari perwakilan tersebut akan menjadi komisaris, dan 1 lainnya akan menjadi Dewan Pengawas Syariah (DPS). Muhammadiyah lantas menerbitkan surat nomor 145/I.0/A/2024 untuk kemudian menyodorkan nama Abdul Mu’thi sebagai komisaris dan Jaih Mubarak sebagai Dewan Pengawas Syariah (DPS). Akan tetapi, Bank BSI dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) tanggal 17 Mei 2024 hanya “menerima” Jaih Mubarak sebagai anggota DPS.
5. Mendorong terciptanya persaingan sehat antar bank syariah
Selain 4 alasan di atas, Ketua PP Muhammadiyah Anwar Abbas juga menyebutkan bahwasanya salah satu alasan pengalihan dana tersebut adalah demi terciptanya perbankan syariah yang lebih sehat dan kompetitif di Indonesia. Pasalnya, dengan deposan besar seperti Muhammadiyah mengalokasikan dananya untuk beberapa bank sekaligus, bank-bank kecil tersebut akan lebih bisa bersaing dengan bank syariah besar, seperti BSI.
Dampak Penarikan Dana Muhammadiyah Terhadap BSI
Meskipun jauh lebih kecil dibandingkan dengan 15 triliun rupiah, seperti yang awalnya diperkirakan, namun putusnya kontrak kerjasama antara Muhammadiyah dan BSI ini dapat menimbulkan dampak yang cukup penting. Contohnya adalah penurunan jumlah dana yang siap dialokasikan untuk program pembiayaan ke masyarakat, termasuk ke dalam internal Muhammadiyah sendiri.
Seperti yang diketahui bahwa bank adalah lembaga yang menyediakan intermediary services. Ini artinya, semakin sedikit dana yang disimpan oleh nasabah ke bank tersebut, maka semakin kecil pula potensi dana yang bisa disalurkan oleh bank dan pada akhirnya semakin kecil pula pendapatan bank tersebut.
Meskipun tidak mempengaruhi stabilitas BSI secara umum, karena bank ini memiliki aset sebesar 358 triliun, namun tentunya BSI kehilangan nasabah yang berharga. Sebab, selain simpanan, Muhammadiyah juga menggunakan fasilitas pendanaan dari lembaga ini, begitu pula dengan kader-kader Muhammadiyah. Bisa jadi, dengan putusnya kerja sama antara kedua lembaga ini, banyak kader Muhammadiyah yang beralih dari menggunakan BSI menjadi menggunakan bank syariah lainnya.
Dampak yang tidak kalah penting lainnya adalah potensi penurunan kepercayaan masyarakat terhadap bank ini. Pasalnya, sebagai salah satu organisasi keislaman terbesar di Indonesia, opini Muhammadiyah terhadap suatu hal, entah itu barang dan jasa dapat mempengaruhi opini publik.
Kesimpulan
Apapun alasan yang disebutkan oleh lembaga ini, namun pemutusan kerja sama oleh Muhammadiyah terhadap BSI tetap memberikan dampak yang cukup penting, baik itu dalam hal materiil maupun non materiil. Tugas dari manajemen perusahaan ini kini adalah memastikan kepercayaan publik bahwa meskipun sudah tidak bekerjasama lagi dengan Muhammadiyah, BSI tetap bisa dipercayai sebagai bank syariah terbesar di Indonesia.