Lompat ke konten
Daftar Isi

Alpha, Beta, dan Smart Beta dalam Investasi

Alpha, Beta, dan Smart Beta dalam Investasi

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) adalah satu indeks di pasar modal Indonesia yang dapat dijadikan acuan untuk memperkirakan pergerakan pasar modal secara keseluruhan. Namun demikian, ada saham yang bergerak melebihi pergerakan IHSG, tapi ada juga yang sebaliknya.  

Investor jangka panjang tentunya ingin memilih saham yang harganya bergerak melebihi IHSG, sementara trader tentunya ingin memilih saham yang pergerakanannya lebih volatile dibandingkan IHSG terlepas dari bullish atau bear trend

Pergerakan harga dan volatilitas harga saham dibandingkan dengan indeks benchmark tersebut seringkali disebut dengan istilah alpha, beta, dan smart beta. Pahami apa itu alpha, beta dan smart beta dalam tulisan berikut ini:

Pengertian Beta

Beta adalah indikator yang mengukur sensitivitas pergerakan harga instrumen investasi terhadap perubahan kondisi pasar secara keseluruhan. Adapun yang dimaksud kondisi pasar ini bisa jadi berupa indeks acuan, seperti IHSG atau indeks sektoral yang dijadikan benchmark. 

Nilai beta yang optimal adalah beta sama dengan 1. Sebab ini artinya, harga aset tersebut akan berubah sama kuatnya dengan perubahan kondisi pasar. Apabila nilai beta lebih dari 1, maka itu artinya pergerakan harga saham perusahaan tersebut cenderung lebih volatile (gampang berubah) dibandingkan dengan perubahan harga instrumen lainnya. 

Secara tidak langsung, beta juga menggambarkan tingkat risiko pada sebuah instrumen investasi. Sebab, semakin tinggi volatilitas harga instrumen investasi dibandingkan dengan indeks acuan, maka semakin tinggi pula investasi pada instrumen tersebut. Meskipun demikian, nilai beta tidak menunjukkan arah trend. Nilai beta akan tetap tinggi meskipun harga sebuah saham naik tajam di atas IHSG maupun turun tajam di bawah IHSG. 

Misalnya, nilai beta saham A dibandingkan dengan indeks sektoralnya adalah sebesar 1,2. Ini artinya, harga saham tersebut cenderung lebih volatile 20% dibandingkan dengan tingkat volatilitas harga saham lain yang bergerak di bidang yang sama. Hal ini juga berarti, kalau nilai indeks sektoral saham tersebut naik 10%, maka harga saham A diperkirakan naik 12%. Begitupun sebaliknya, kalau harga indeks saham sektoral tersebut turun 10%, maka harga saham A juga diperkirakan anjlok hingga 12%. 

Beta juga seringkali disebut dengan koefisien dalam literatur lain. Penghitungan beta nantinya akan digunakan untuk menghitung alpha, istilah lain yang akan dibahas dalam subbab di bawah ini. 

Pengertian Alpha

Alpha adalah selisih antara nilai keuntungan investasi yang diinginkan (expected return) dengan nilai keuntungan investasi yang diperoleh (actual return). Expected return disini bisa dimaknai sebagai kinerja indeks yang dijadikan acuan dengan berbagai pertimbangan lainnya. Istilah ini seringkali digunakan oleh manajer investasi untuk mengevaluasi kinerja portofolio investasi mereka.

Nilai dasar alpha adalah 0. Sebab, apabila alpha sama dengan 0, itu artinya return investasi pada instrumen tersebut setara dengan perkembangan indeks yang dijadikan acuan alias,  actual return minus expected return sama dengan 0. Investor yang baik tentunya mencari manajer investasi dengan nilai alpha positif, sebab itu artinya actual return> expected return

Misalnya, pergerakan harga sebuah produk reksa dana indeks naik 10%, sementara indeks yang dijadikan acuan pada periode waktu yang sama hanya naik 5%. Ini artinya, nilai alpha produk reksa dana tersebut positif, yaitu sebesar 5%. 

Alih-alih hanya mempertimbangkan selisih return saja, investor yang rasional tentunya juga akan mempertimbangkan risiko, dan tingkat keuntungan produk investasi lainnya. Oleh sebab itu, muncul sebuah teori penghitungan alpha yang bernama Jensen’s Alpha. Jensen’s Alpha dihitung menggunakan rumus berikut:

Alpha = R(i) – (R(f) + β x (R(m) – R(f)))

Keterangan:

R(i) = Actual return atau keuntungan investasi pada instrumen terkait.

R(m) = Expected return atau perubahan nilai indeks yang dijadikan acuan.

R(f) = risk-free rate atau return investasi pada instrumen investasi yang menawarkan risiko rendah, seperti obligasi pemerintah atau deposito.

β = Koefisien atau beta atau rata-rata sensitivitas perubahan harga instrumen investasi tersebut dibandingkan dengan indeks yang dijadikan acuan (benchmark). Seperti yang telah disebutkan di atas, beta juga mewakili risiko investasi pada instrumen tersebut. 

Misalnya, Anda berinvestasi pada sebuah saham teknologi dengan keterangan sebagai berikut:

R(i) dari saham tersebut adalah = 15%.

R(m) dari indeks saham teknologi = 10% 

R(f) alias kupon obligasi negara = 5%.

β = 1,2%

Maka nilai alpha-nya adalah sebesar:

Alpha = 15%- (3% + 1,2 x (10% – 3%)) = 0,0036.

Pergerakan harga saham A sedikit lebih kuat dibandingkan dengan pergerakan nilai indeks teknologi. Namun demikian, nilai alpha hanya berdasarkan pada pergerakan harga yang telah lalu dan tidak bisa dipakai untuk memperkirakan pergerakan harga di masa depan secara pasti. 

Pengertian Smart Beta

Smart beta adalah strategi investasi yang bertujuan untuk meningkatkan return dan diversifikasi portofolio sambil menekan tingkat risiko dengan cara memanfaatkan faktor-faktor yang secara konsisten mendorong harga aset untuk bergerak lebih tinggi dibandingkan dengan indeks acuan. 

Menurut lama Investopedia, smart beta adalah kombinasi antara strategi investasi aktif dan pasif. Bisa disebut aktif, karena manajer investasi dapat mengelola portofolio mereka sesuai dengan risiko dan biaya, namun bisa disebut pasif karena manajer investasi terikat dengan pengaturan portofolio investasi yang telah disepakati sebelumnya, sehingga harus lebih sering diseimbangkan kembali (re-balancing). Umumnya strategi smart beta ini diterapkan dalam exchange-traded fund (ETF).  

Menggunakan Alpha, Beta, dan Smart Beta dalam Investasi

Tinggi rendahnya nilai beta dapat Anda gunakan untuk memilih instrumen investasi yang sesuai dengan profil risiko. Misalnya, investor dengan profil risiko konservatif cenderung akan memilih instrumen investasi dengan nilai beta rendah. Sebaliknya, trader saham bisa memilih saham dengan nilai beta yang tinggi karena mereka mencari keuntungan dari volatilitas harga aset. 

Di sisi lain, nilai alpha dapat Anda pakai untuk membandingkan instrumen investasi yang menawarkan return mirip. Contohnya, Anda bingung untuk memilih saham A atau saham B karena keduanya memiliki return yang sama, yaitu 15%. Namun, apabila dilihat dari nilai beta, saham B memiliki nilai koefisien sebesar 1,1. Maka, nilai alpha saham B adalah:

Alpha = 15%- (3% + 1,1x (10% – 3%)) = 0,0133. Ini artinya, saham B relatif lebih aman dan menguntungkan dibandingkan saham A. Namun sekali lagi, baik nilai beta maupun alpha hanya berdasarkan nilai harga yang telah lalu dan tidak bisa digunakan untuk memprediksi pergerakan harga di masa depan secara pasti.

Lalu, bagaimana dengan smart beta? Anda dapat memilih manajer investasi atau produk ETF yang menggunakan strategi smart beta jika Anda tertarik untuk berinvestasi pada instrumen yang menggabungkan metode investasi aktif dan pasif sekaligus.

Farichatul Chusna

Farichatul Chusna

Setelah lulus dari Ilmu Ekonomi Universitas Gadjah Mada, Farichatul Chusna aktif sebagai penulis artikel ekonomi, investasi, bisnis, dan keuangan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *