Lompat ke konten
Daftar Isi

Bandwagon Effect dalam Perilaku Konsumen

Bandwagon Effect dalam Perilaku Konsumen

Sebagai seseorang yang pernah remaja, tentunya Anda pernah mengambil keputusan hanya karena teman satu kelas atau satu geng Anda mengambil keputusan yang sama. Misalnya, Anda memutuskan untuk masuk ke universitas tertentu hanya karena teman-teman satu geng Anda mendaftar ke universitas tersebut. 

Dalam konteks ekonomi dan bisnis, sikap Anda ini disebut dengan bandwagon effect. Meskipun tampak sederhana, namun apabila dilakukan dalam jumlah masa yang besar, tindakan ini dapat berakibat fatal bagi perekonomian maupun diri Anda sendiri. 

Pengertian Bandwagon Effect

Bandwagon effect adalah kecenderungan seseorang untuk mengadopsi tindakan, gaya hidup atau perilaku tertentu hanya karena orang lain di sekitarnya melakukan hal yang sama terlepas dari nilai individual individu tersebut. Istilah lain yang menggambarkan hal ini adalah herd mentality dan fear of missing out (FOMO). 

Istilah ini pertama kali berkembang di Amerika Serikat pada abad ke-19. Ketika itu, seorang musisi bernama Dan Rice menggunakan kereta (wagon) untuk pawai musik sekaligus mengkampanyekan pemilihan Zachary Taylor sebagai presiden. Istilah ini kemudian semakin banyak digunakan pada abad ke-20 khususnya untuk masalah politik. Seiring dengan perkembangan zaman, kini istilah bandwagon effect tidak hanya dipakai dalam dunia politik, tetapi juga ekonomi, bisnis dan investasi. 

Penyebab Bandwagon Effect

1. Keinginan untuk diakui

Tidak ada orang yang ingin dipandang sebagai orang yang aneh, khususnya dalam satu kelompok tertentu. Akibatnya, orang yang tidak ingin dicap aneh tersebut akan berusaha untuk mengadopsi, tindakan, perilaku dan gaya hidup orang sekitarnya supaya dianggap sebagai bagian dari kelompok. 

Seperti contoh pada pembukaan artikel ini. Jika teman-teman Anda mendaftar ke universitas tertentu, tentunya Anda ingin bergabung dengan mereka supaya tidak dianggap sebagai anggota geng yang tidak setia meskipun sebenarnya Anda memiliki pilihan universitas sendiri. 

Dalam banyak kasus, bandwagon effect juga bisa disebabkan oleh adanya keinginan untuk menonjol. Misalnya, teman-teman satu geng Anda masuk universitas tertentu tapi di jurusan dengan passing grade yang rendah. Karena ingin diakui tidak hanya sebagai bagian dari kelompok, tetapi bagian dari kelompok yang pintar, Anda memutuskan untuk mengambil jurusan dengan passing grade yang tinggi, terlepas dari sebenarnya Anda tidak tahu apa-apa mengenai jurusan tersebut. 

2. Keinginan untuk menjadi benar

Seringkali kebenaran dalam masyarakat kita adalah hal-hal yang dianggap benar oleh masyarakat, terlepas dari inti dari kebenaran itu sendiri. Contohnya, ada tetangga perempuan baru Anda yang sering keluar malam dengan pakaian terbuka dan dijemput dengan mobil. 

Tetangga Anda yang lain menganggapnya sebagai Pekerja Seks Komersial (PSK). Karena adanya keinginan untuk dianggap benar ketika dia diusir dari lingkungan, Anda memilih diam saja meskipun Anda tahu kalau tetangga baru tersebut bekerja sebagai penyanyi di berbagai acara pernikahan.

3. Group Think

Secara sadar atau tidak sadar, orang akan menganggap kalau hal-hal yang dipercayai oleh mayoritas orang disekitarnya adalah hal yang benar. Akibatnya, semakin banyak orang yang naik ke dalam bandwagon (jump on the bandwagon), maka semakin banyak orang yang akan mengikutinya. 

Contoh sederhananya adalah Anda kelaparan di tengah jalan dan mencari warung makan. Alih-alih memilih warung makan yang terlihat sepi, Anda kemungkinan besar akan memilih makan di warung yang terlihat ramai. Alasannya sederhana, yaitu banyak orang yang makan disitu mengindikasikan kalau makanannya enak. Padahal, belum tentu rasa makanan tersebut sesuai dengan selera Anda. 

Bandwagon Effect dalam Perilaku Konsumen

Konsumen seringkali menyerap informasi mengenai suatu produk dengan cara mencari pendapat orang lain mengenai produk tersebut, sehingga dia tidak perlu membeli produk tersebut dengan membelinya secara langsung. Contohnya mudah, misalnya Anda membeli skincare berdasarkan review produk tersebut di internet maupun di sosial media. 

Namun perlu diingat bahwasanya preferensi setiap konsumen berbeda. Bisa jadi apa yang menurutnya bagus, adalah barang yang tidak bagus menurut Anda, begitupun sebaliknya. Selain itu, Pebisnis yang mengetahui tendensi bandwagon effect ini juga seringkali memanfaatkannya untuk tujuan pemasaran. 

Misalnya, dengan meletakkan testimoni positif di sosial media mereka, menghapus testimoni negatif, meminta karyawan untuk meletakkan kendaraannya di depan warung atau bahkan membeli testimoni robot. Oleh karena itu, tidak efisien apabila Anda membeli sebuah produk hanya berdasarkan testimoni orang lain saja. 

Bandwagon Effect dalam Investasi

Dampak bandwagon effect dalam dunia investasi dan keuangan terlihat lebih nyata dibandingkan dalam bisnis di sektor riil. Hal ini tidak hanya karena aspek psikologis dan penghematan biaya penyerapan informasi, tetapi juga adanya kecenderungan harga aset akan naik seiring dengan banyaknya orang yang membeli aset tersebut. 

Contoh pertama dari dampak efek ikut-ikutan ini dalam dunia investasi adalah investasi saat dot com bubble di Amerika Serikat pada akhir tahun 1990-an. Ketika itu, investor menggelontorkan uang jutaan dolar untuk membiayai perusahaan startup teknologi yang sebenarnya tidak memiliki visi misi dan produk yang jelas hanya karena adanya bandwagon effect ini. 

Contoh kedua adalah kasus short squeeze saham GameStop yang terjadi pada awal tahun 2021 lalu. Short squeeze adalah tindakan trader untuk “menendang” short seller keluar dari pasar dengan cara membeli sebuah saham dalam jumlah besar, sehingga harga saham tersebut naik. Pada kasus GameStop, short squeeze dilakukan oleh investor retail dan bisa berhasil karena investor retail memanfaatkan bandwagon effect yang terkumpul di platform Reddit. 

Cara Menghindari Bandwagon Effect

1. Selalu cross check

Langkah pertama untuk menghindari bandwagon effect adalah selalu melakukan cross check. Misalnya, saat memilih warung makan di tempat yang tidak Anda kenali, Anda mencari reviewnya terlebih dahulu di Google Maps atau situs lainnya dan tidak hanya berdasarkan jumlah pengunjung saja. Pastikan juga Anda mencari review di beberapa situs sekaligus. Pasalnya tidak menutup kemungkinan review di sebuah situs ditulis oleh bot.

2. Kenali preferensi pribadi Anda

Untuk menjadi konsumen dan investor yang logis, Anda harus tahu terlebih dahulu preferensi pribadi Anda. Dalam kasus investasi, preferensi pribadi ini bisa berupa berbagai indikator teknis dan fundamental yang biasanya Anda gunakan sebelum membeli sebuah instrumen. 

Preferensi pribadi ini kemudian dapat Anda gunakan untuk menyaring informasi-informasi yang ada dan mengambil keputusan berdasarkan informasi tersebut. Misalnya, harga saham A diberitakan naik cukup tinggi. Namun setelah memeriksa kondisi fundamental lainnya, Anda melihat bahwa kenaikan harga saham tidak diikuti dengan laba dan indikator keuangan lainnya. Akibatnya, Anda bisa saja tidak jadi membeli saham tersebut.

3. Perbanyak referensi

Bisa jadi Anda menyukai seorang influencer karena kemampuan investasinya yang bagus. Namun alih-alih membuat keputusan investasi hanya karena pengaruh influencer tersebut, sebaiknya Anda juga melihat pendapat influencer lain yang pendapatnya berlawanan dan menganalisis saham sendiri. Tujuannya adalah supaya Anda mendapatkan gambaran utuh mengenai bagaimana kondisi pasar saham atau aset yang direkomendasikan oleh idola Anda tersebut.

Farichatul Chusna

Farichatul Chusna

Setelah lulus dari Ilmu Ekonomi Universitas Gadjah Mada, Farichatul Chusna aktif sebagai penulis artikel ekonomi, investasi, bisnis, dan keuangan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *