“Punya uang 1,000,000 dan siap berinvestasi di reksa dana tapi enaknya dihabiskan sekaligus atau bertahap ya?”
Pertanyaan di atas mungkin pernah atau bahkan sering menghantui pikiran Anda ketika Anda sudah siap memiliki dana yang siap dibelikan aset investasi. Pertanyaan tersebut berkaitan dengan judul artikel hari ini yaitu pilih dollar cost averaging (DCA) atau lump sum?
Baik strategi pertama maupun kedua memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Simak penjelasan lengkap mengenai kedua strategi ini berikut supaya Anda bisa menentukan strategi mana yang cocok untuk Anda.
Pengertian Dollar Cost Averaging (DCA)
Dollar cost averaging (DCA) adalah strategi pembelian aset investasi secara rutin dan bertahap. Biasanya, ketika menggunakan strategi DCA, investor mengeluarkan sejumlah dana tertentu untuk dibelikan aset investasi setiap bulannya.
Jadi dalam strategi ini, jika Anda memiliki uang Rp 1.000.000 yang siap untuk dibelikan reksa dana, uang tersebut akan Anda pecah-pecah menjadi 2 atau lebih untuk dibelikan reksa dana selama beberapa bulan berturut turut.
Atau bisa juga Anda bulan ini punya uang Rp 1.000.000 lalu Anda belikan reksa dana semua. Ketika bulan depan Anda punya Rp 1.000.000 lagi, Anda belikan reksa dana lagi. Intinya strategi dollar cost averaging adalah strategi pembelian aset investasi secara berkala.
Untuk menerapkan strategi ini sebenarnya tidak diperlukan kemampuan teknis atau analitikal yang macam-macam. Namun, untuk memaksimalkan keuntungan usahakan Anda sudah memiliki kemampuan membaca kurva yang cukup agar tahu kapan sebaiknya harus membeli sebuah aset investasi.
Strategi dollar cost averaging cocok sekali untuk diterapkan pada aset yang harganya fluktuatif seperti, saham, reksa dana saham, reksa dana obligasi, dan lain-lain.
Contoh Strategi Dollar Cost Averaging
Bulan | Investasi | Harga per unit | Jumlah unit yang diperoleh |
1Jan | 200.000 | 1000 | 200 |
1 Feb | 200.000 | 930 | 215,0537634 |
1 Mar | 200.000 | 900 | 222,2222222 |
1 Apr | 200.000 | 1025 | 195,1219512 |
1 May | 200.000 | 1010 | 198,019802 |
Total | 1.000.000 | 1030,417739 |
Andaikan Anda punya uang Rp 1.000.000 di bulan Januari. Alih-alih langsung membelanjakan semuanya untuk reksa dana, Anda berencana untuk membeli reksa dana sebanyak Rp 200.000 per bulan hingga bulan Mei dengan rincian di atas.
Dari tabel tersebut terlihat bahwasanya jika Anda membelanjakan semua uang 1.000.000 sekaligus di bulan Januari, Anda hanya akan dapat 1000 unit reksa dana (1.000.000/1.000). Namun karena Anda menggunakan strategi DCA, sampai bulan Mei Anda bisa mendapatkan lebih dari 1030 unit penyertaan.
Dari data tabel di atas, Anda bisa mendapatkan total keuntungan sebagai berikut:
Rata-rata harga | 1.000.000/1030 | 970,4801871 |
Total keuntungan | (1010-970) x 1030,47 | 40721,91625 |
Keuntungan Dollar Cost Averaging
Berikut beberapa keuntungan menggunakan strategi dollar cost averaging:
1. Meminimalisir risiko kerugian
Keuntungan yang pertama adalah meminimalisir kerugian. Misalnya, jika Anda membeli aset hanya sebesar 200,000 atau hanya 20% dari budget investasi yang Anda miliki dan ternyata selama 1 bulan harga aset tersebut terus menurun. Nah, dengan strategi dollar cost averaging ini kerugian yang Anda tanggung hanya 20% alih-alih 100% dari budget investasi.
Selain meminimalisir kerugian karena penurunan harga saja, strategi ini juga bisa menghindarkan Anda dari risiko berinvestasi yang timbul akibat kondisi musiman karena Anda bisa mengamati secara langsung mengapa harga aset yang Anda beli bisa turun.
2. Memaksimalkan keuntungan
Apabila Anda tahu cara membaca grafik yang benar seperti reversal pattern, Anda tidak hanya bisa memanfaatkan strategi DCA untuk membeli aset dikala harga aset tersebut rendah saja tapi juga Anda bisa tahu apakah ada potensi kenaikan harga pada aset tersebut dalam jangka waktu dekat.
Dengan demikian, Anda bisa membeli suatu aset investasi yang berpotensi mendatangkan keuntungan tinggi dengan harga rendah sehingga keuntungan yang Anda peroleh jadi lebih maksimal.
3. Bisa mengalokasikan dana untuk investasi secara berkala
Dollar cost averaging (DCA) adalah strategi yang umum diterapkan oleh investor pemula. Alasannya adalah investor pemula umumnya tidak memiliki modal yang banyak untuk berinvestasi dan biasanya berinvestasi untuk memenuhi tujuan tertentu di masa depan sehingga mereka tidak bisa membeli aset investasi dalam jumlah besar sekaligus.
Kekurangan Dollar Cost Averaging
Terdapat beberapa kekurangan melakukan dollar cost averaging:
1. Harus tahu kapan waktunya beli
Untuk mendapatkan keuntungan, investor yang menggunakan strategi dollar cost averaging sangat mengandalkan selisih harga beli dan harga jual karena modal mereka tidak banyak. Misalnya, jika Anda setiap bulan berinvestasi sebanyak Rp 200.000 seperti contoh di atas.
Tentu Anda tidak akan mendapatkan keuntungan yang banyak jika pada bulan Februari, Maret, April dan Mei harga aset yang Anda beli terus menanjak dari 1000 ke 1010, 1020 dan seterusnya seperti ini:
Bulan | Investasi | Harga per unit | Jumlah unit yang diperoleh |
1Jan | 200,000 | 1000 | 200 |
1 Feb | 200,000 | 1010 | 198.019802 |
1 Mar | 200,000 | 1020 | 196.0784314 |
1 Apr | 200,000 | 1030 | 194.1747573 |
1 May | 200,000 | 1040 | 192.3076923 |
Total | 1,000,000 | 980.5806829 |
Dalam kasus ini, Anda yang seharusnya bisa mendapatkan 1000 unit justru hanya bisa memperoleh 980 unit. Oleh sebab itu, Anda harus tahu kapan akan beli aset atau minimal Anda tidak menggunakan strategi ini jika Anda berencana membeli reksa dana pasar uang. Sebab, harga instrumen ini cenderung naik dari waktu ke waktu.
2. Biaya investasi lebih banyak
Biaya investasi adalah biaya yang harus Anda keluarkan ketika Anda membeli atau menjual aset investasi. Dalam konteks reksa dana, biasanya aplikasi investasi menggratiskan biaya ini namun apabila aset yang Anda beli adalah saham, maka besaran biaya ini biasanya sekitar 15%-30% per transaksi tergantung dengan jenis transaksi yang dilakukan.
Jadi dengan memakai strategi DCA, secara otomatis biaya investasi yang harus Anda bayarkan harus lebih banyak sebab Anda melakukan transaksi beli berkali-kali.
Perbedaan Dollar Cost Averaging dan Lump Sum
Kebalikan dari dollar cost averaging adalah strategi lump sum. Dalam strategi lump sum, investor mengeluarkan dana besar sekaligus untuk membeli aset investasi lantas membiarkan harga aset tersebut bergerak naik turun mengikuti harga pasar. Jadi, kalau Anda punya uang Rp 1.000.000 di bulan Januari Anda akan memakai semua uang itu untuk beli reksa dana saat itu juga lalu tidak berinvestasi lagi di bulan-bulan setelahnya.
Kelebihannya lump sum adalah investor bisa menuai keuntungan yang lebih besar jika dia mampu membeli aset ketika harga aset tersebut sedang berada di harga terendah dan menjualnya ketika harga aset sedang naik tinggi.
Kekurangan strategi lump sum adalah modal yang relatif besar dan potensi resikonya besar juga. Sebab, kalau harga ternyata turun jauh di bawah perkiraan, bisa-bia investor kehilangan sebagian besar modalnya.