Lompat ke konten
Daftar Isi

Hubungan Geopolitik dan Perekonomian

Hubungan Geopolitik dan Perekonomian

Geopolitik adalah sebuah framework yang menganalisis pengaruh kondisi geografis terhadap relasi kuasa dan kerjasama internasional antar negara (Ensiklopedia Britannica). Beberapa penelitian menyebutkan bahwa ditengah keterbukaan (openness) negara-negara di dunia saat ini, kondisi geopolitik dan perekonomian global akan berpengaruh terhadap perekonomian sebuah negara. 

Pada kasus Japanese Economic Miracle misalnya, perang dingin antara Amerika Serikat dan Rusia yang menyebabkan perang di Korea pada tahun 1950-1953 membuat AS membutuhkan pangkalan militer dan penghambat komunis di Timur. Maka dari itu, negeri Paman Sam ini menggelontorkan investasi besar-besaran di Jepang yang notabene tetangga Korea Selatan. Hal ini kemudian membuat perekonomian Negeri Sakura tersebut kembali berputar setelah Perang Dunia ke-2. 

Tidak hanya pasca perang dunia ke-2, pengaruh geopolitik dalam perekonomian juga sudah ada bahkan sejak Perang Dunia pertama. Simak pembahasannya berikut ini:

Sejarah Singkat Hubungan Geopolitik dan Perekonomian

Teori mengenai geopolitik memang pertama kali dipopulerkan oleh ilmuwan asal Swedia, Rudolf Kjellén, pada awal abad ke-20, namun pada dasarnya hubungan antara geopolitik dan perekonomian ini sudah ada sejak zaman kerajaan. 

Hal ini dibuktikan dengan banyaknya kerajaan-kerajaan zaman dahulu yang menguasai sebuah daerah demi mendapatkan sumber daya alamnya atau memastikan daerah tersebut tidak jatuh ke tangan musuh. 

Contoh mudahnya adalah ketika Kerajaan Belanda menjajah Indonesia demi mendapatkan sumber daya berupa rempah-rempah yang kala itu sangat laku di Eropa. Contoh lainnya adalah pembangunan jalan raya pos (Jalan Daendels) dari Anyer ke Panarukan untuk mencegah masuknya tentara Inggris ke Indonesia. 

Beranjak ke zaman bangsa-negara, hubungan geopolitik dalam perekonomian dapat tercermin dari dampak kebijakan proteksionisme di Amerika Serikat terhadap negara-negara mitra dagangnya. Kebijakan ini mengakibatkan resesi ekonomi global yang pada akhirnya berdampak pada politik dengan munculnya bibit-bibit yang menyulut pecahnya Perang Dunia ke-2. 

Setelah perang dunia ke-2, hubungan geopolitik dan perekonomian ini tampak dalam relasi antara dua superpower, Amerika Serikat dan Uni Soviet. Tidak hanya membantu Jepang, Amerika Serikat juga membantu negara-negara Eropa Barat dalam bentuk Marshall Plan. Tidak mau kalah, Uni Soviet (kini Rusia) juga membentuk Pakta Warsawa bersama negara-negara Eropa Timur. 

Di satu sisi, dalam masa ini juga terbentuk berbagai asosiasi perekonomian dan politik dalam kancah global maupun kawasan. Misalnya, IMF, World Trade Organization (WTO), Bank Dunia. Adapun untuk kancah regional seperti Uni Eropa dan Association of Southeast Asian Country (ASEAN). Organisasi-organisasi ini timbul akibat adanya kesadaran untuk mempertahankan perdamaian dan perekonomian global maupun regional pasca Perang Dunia ke-2. 

Dampak Geopolitik pada Ekonomi Indonesia

BI Institute dalam sebuah buku yang berjudul “Geopolitik dan Perekonomian Indonesia: Dampak dan Respons Kebijakan” pada tahun 2022 menyebutkan bahwa dampak dinamika geopolitik di dunia pada perekonomian Indonesia cenderung melewati dua jalur, yaitu jalur industri keuangan (financial) dan jalur komoditas (ekspor impor). 

Buku tersebut juga menyebutkan bahwa dampak dinamika geopolitik terkini antara Amerika Serikat dan Tiongkok berdampak pada beberapa aspek perekonomian berikut di Indonesia:

  1. Penurunan ekspor di kedua negara. Buku tersebut menyebutkan bahwa dinamika politik antara kedua negara besar ini membuat ekspor Indonesia ke Tiongkok maupun Amerika Serikat menurun. 
  2. Penurunan arus investasi asing. Kenaikan harga aset dalam negeri Amerika Serikat dan berbagai ketidakpastian ekonomi internasional membuat investor asing keluar dari negara-negara berkembang. Hal ini berlaku pada investasi di pasar modal, seperti saham (capital flight), maupun penanaman modal asing (PMA)
  3. Penurunan nilai tukar mata uang. Ketika ekspor dan arus investasi dari asing menurun, maka artinya jumlah dolar yang masuk ke dalam devisa Indonesia juga sedikit. Ini artinya, permintaan rupiah terhadap dolar juga menurun, sehingga kurs IDR terhadap dolar mengalami depresiasi.
  4. Perlambatan ekonomi. Menurunnya investasi asing, ekspor impor yang semakin susah pada akhirnya menyebabkan perlambatan pertumbuhan ekonomi.
  5. Beban utang yang semakin berat. Sekitar 46% utang Indonesia dalam denominasi dolar. Ini artinya, ketika nilai tukar dolar terhadap rupiah naik, maka semakin susah juga pemerintah Indonesia membayar utang luar negeri tersebut. 

Saat ini, Amerika Serikat dan Tiongkok berkonfrontasi dalam bentuk persaingan perdagangan. Lalu, bagaimana jika kedua negara ini berkonfrontasi secara langsung? Tentu negara-negara sekitar Tiongkok, termasuk Indonesia akan terdampak secara politik maupun ekonomi. 

Namun demikian, adanya konflik antara kedua negara ini bukan berarti selalu buruk. Sebagai negara yang memberlakukan politik bebas aktif, Indonesia bisa berperan sebagai negara yang menggantikan supply komoditas tertentu dari kedua negara tersebut ke dunia. Selain itu, Indonesia dan negara-negara Asia Tenggara lainnya juga bisa menjadi destinasi investasi yang menarik bagi perusahaan-perusahaan barat yang menarik investasinya dari China (Tiongkok). 

Dampak Geopolitik dalam Kebijakan Ekonomi Indonesia

1. Pembentukan sistem peringatan dini

Early warning system (EWS) adalah sebuah sistem yang digunakan untuk memantau dan menganalisis gejala akan terjadinya sebuah kejadian yang tidak diinginkan secara dini. Sistem ini pada awalnya digunakan di bidang militer, namun kini dengan berbagai modifikasi dan arsitektur sudah digunakan dalam sektor kebencanaan dan perekonomian. 

Salah satu sistem EWS di bidang perekonomian yang ada di Indonesia adalah pembentukan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) pada tahun 2016. Komite ini terdiri dari Kemenkeu, OJK, LPS dan Bank Indonesia. Tugas dari komite ini adalah menganalisis sistem keuangan dan perbankan di Indonesia supaya bisa mendeteksi adanya krisis atau resesi sebelum hal itu terjadi. 

Apabila status stabilitas sistem keuangan (SSK) normal, maka masalah yang terjadi akan diserahkan kepada masing-masing instansi dengan tetap melapor kepada presiden. Akan tetapi jika status SSK ini krisis, maka komite ini akan memberikan rekomendasi kebijakan kepada presiden yang mana presiden berhak menentukan apakah rekomendasi tersebut diterima atau ditolak.

2. Penguatan ketahanan ekonomi

Ketahanan ekonomi adalah kemampuan ekonomi sebuah negara untuk menahan efek guncangan ekonomi, menyerapnya dan melakukan reorientasi untuk pertumbuhan kedepannya. Meskipun namanya ekonomi, namun ketahanan ekonomi ini bersifat menyeluruh dari pendidikan, perdagangan, hingga pangan. 

Dalam hal ini, pemerintah Indonesia telah mengupayakan beberapa perubahan, seperti:

  1. Pembuatan lumbung padi di luar Pulau Jawa. 
  2. Perubahan orientasi ekspor yang sebelumnya dari ekspor bahan baku menjadi produk manufaktur (barang setengah jadi atau bahan jadi). 
  3. Pembukaan kemitraan dengan mitra-mitra baru untuk diversifikasi ekspor dan impor, seperti negara-negara di Afrika. 
  4. Pembukaan sektor ekspor baru, seperti pariwisata, produk keuangan syariah dan produk halal. Diversifikasi ekspor impor ini diperlukan supaya ketika negara mitra sedang berkonflik, Indonesia masih memiliki mitra dengan negara lainnya, sehingga kondisi perekonomian negeri ini tidak terpengaruh.
  5. Perbaikan infrastruktur dan perbaikan birokrasi untuk menaikkan produktivitas. 

Akan tetapi terlepas dari upaya tersebut, Indonesia masih harus banyak berbenah. Hal ini mengingat bahwa dalam Global Competitiveness Index, negara ini masih di bawah Singapura, Malaysia dan Thailand.

Farichatul Chusna

Farichatul Chusna

Setelah lulus dari Ilmu Ekonomi Universitas Gadjah Mada, Farichatul Chusna aktif sebagai penulis artikel ekonomi, investasi, bisnis, dan keuangan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *