Lompat ke konten
Daftar Isi

Apa itu Ekonomi Makro?

Ekonomi makro

Dalam kehidupan sehari-hari Anda pasti sudah tidak asing dengan istilah-istilah, seperti inflasi, pengangguran, tingkat suku bunga atau kemiskinan. Istilah-istilah tersebut seringkali dibahas dalam pemberitaan mengenai ekonomi Indonesia. 

Istilah-istilah di atas adalah salah satu dari sekian banyak isu yang dibahas dalam satu cabang ilmu ekonomi, yaitu ekonomi makro. Apa itu ekonomi makro, dan apa dampaknya terhadap kondisi perekonomian Indonesia secara keseluruhan? Simak pembahasannya berikut ini.

Pengertian Ekonomi Makro

Ekonomi makro atau macroeconomics adalah cabang ilmu ekonomi yang mempelajari kondisi perekonomian secara keseluruhan, baik itu mengenai individu, rumah tangga, perusahaan, maupun pemerintah.

Misalnya, dengan menurunkan suku bunga acuan pemerintah berharap masyarakat berani mengambil pinjaman ke bank, sehingga roda ekonomi kembali berputar. Contoh lainnya adalah pemerintah memberlakukan kebijakan diskon untuk pajak-pajak tertentu, sehingga memudahkan perusahaan dan UMKM untuk memutar bisnisnya kembali. 

Istilah macroeconomics sendiri baru populer pada tahun 1940-an setelah Amerika Serikat mengalami the Great Depression dan teori ekonomi dari John Maynard Keynes populer. Sebelum era tersebut, masyarakat dunia tidak bisa membedakan microeconomics dan macroeconomics. 

Salah satu hal yang dipelajari dari the Great Depression adalah pentingnya peran pemerintah untuk terlibat aktif dalam ekonomi. Sebelum krisis tersebut terjadi, masyarakat Amerika Serikat cenderung menganut perekonomian sebebas-bebasnya dengan peranan minim dari pemerintah. Namun, setelah krisis tersebut terbukti bahwa pemerintah perlu terlibat aktif untuk mengatasi masalah perekonomian. Di sinilah istilah macroeconomics muncul dan menjadi populer. 

Berikut ini beberapa topik dan indikator yang banyak dipelajari dalam studi ekonomi makro:

  • Gross Domestic Product (GDP).
  • Inflasi. 
  • Suku bunga acuan. 
  • Perdagangan internasional (international finance). 
  • Investasi. 
  • Kemiskinan. 
  • Pengangguran.
  • Indeks harga.
  • Konsumsi.
  • Ketimpangan.
  • Dan masih banyak lainnya.

Tujuan Kebijakan Ekonomi Makro

1. Menjaga kestabilan perekonomian negara

Ekonomi, selayaknya bisnis pada umumnya, dapat bergerak naik turun, kadang mengalami fase boom (sedang lancar dan banyak keuntungan), tapi kadang juga merugi atau resesi. Salah satu tugas pengampu kebijakan makro adalah menstabilkan kondisi negara pada fase tersebut. 

Sebab meskipun baik, economic boom yang terlalu berkepanjangan juga dapat membuat harga-harga naik tajam dan bisa jadi masuk ke jurang resesi berikutnya. Sudah banyak fenomena resesi atau bahkan depresi keuangan yang didahului dengan economics boom yang panjang selama beberapa tahun. 

2. Meningkatkan pertumbuhan ekonomi

Salah satu faktor yang seringkali dijadikan sebagai indikator perbandingan antara satu negara dengan negara lain adalah pertumbuhan ekonomi atau economic growth. Economic growth adalah rasio perbandingan antara nilai GDP sebuah negara pada tahun tertentu dengan tahun sebelumnya. 

Semakin tinggi economic growth sebuah negara, umumnya dipandang sebagai suatu hal yang bagus. Namun demikian, pertumbuhan ekonomi yang terlalu gencar justru tidak terlalu bagus. Oleh sebab itu, variabel ini juga harus memiliki target dan target tersebut  harus dipikirkan sedemikian rupa, sehingga pas dengan kondisi ekonomi pada tahun tersebut. 

3. Meningkatkan pembangunan ekonomi

Pembangunan ekonomi (economic development) adalah bagian dari macroeconomics yang tidak hanya menargetkan pertumbuhan ekonomi dan produktivitas, tetapi juga kesejahteraan masyarakat secara umum. Adapun isu-isu yang dibahas dalam bidang ini, seperti kemiskinan, pengangguran, ketimpangan pendapatan dan termasuk juga kesehatan. 

Semakin bagus pembangunan ekonomi sebuah negara, maka masyarakatnya tidak hanya akan semakin produktif, tetapi juga dapat keluar dari jurang kemiskinan, sehat secara fisik maupun mental, serta sejahtera. 

4. Mengelola neraca pembayaran

Neraca pembayaran (balance of payment) adalah catatan transaksi uang yang keluar masuk sebuah negara dalam jangka waktu tertentu. Uang yang keluar masuk ini bisa berupa hasil ekspor dan impor (neraca berjalan/ current account), maupun dalam bentuk investasi (capital account). 

Uang yang masuk dari hasil ekspor maupun capital inflow, dapat menambah devisa sebuah negara. Sebaliknya, uang yang keluar karena impor maupun capital outflow bisa mengurangi cadangan devisa negara. 

Terdapat tiga jenis “status” neraca pembayaran, yaitu surplus, defisit, dan netral. Neraca pembayaran yang surplus, berarti pemasukan dari ekspor dan capital inflow lebih besar dibandingkan impor dan capital outflow. Kebalikan dari surplus adalah defisit, sementara neraca pembayaran netral berarti nilai uang masuk sama dengan nilai uang keluar. 

Neraca pembayaran yang defisit belum tentu bermakna buruk. Sama halnya dengan neraca pembayaran yang surplus. Sebab ada kalanya, pemerintah maupun swasta membutuhkan uang lebih banyak dari investor luar negeri. Oleh sebab itu, neraca pembayaran di sebuah negara harus dikelola dengan sebijaksana mungkin. 

5. Mengendalikan harga barang-barang dalam negeri

Salah satu tujuan dari kebijakan ekonomi makro adalah mengendalikan harga barang-barang dalam negeri. Seperti yang telah disebutkan dalam artikel inflasi dan deflasi, kenaikan atau penurunan harga barang yang berlebihan tidak baik untuk ekonomi di sebuah negara. Maka dari itu, harga barang-barang harus diatur supaya tidak naik atau tidak turun terlalu banyak. 

Untuk mencapai tujuan ini, pemerintah bisa menaikkan suku bunga, memberlakukan kebijakan fiskal, seperti penetapan Harga Eceran Tertinggi (HET), melakukan inspeksi mendadak (Sidak), dan lain sebagainya. 

Jenis Kebijakan Ekonomi Makro

Kebijakan ekonomi makro setidaknya terbagi menjadi 3 jenis, yaitu kebijakan fiskal, kebijakan moneter dan kebijakan dari segi penawaran. 

1. Kebijakan fiskal

Kebijakan fiskal adalah kebijakan ekonomi makro yang berkaitan dengan pendapatan dan pengeluaran pemerintah. Oleh sebab itu, kebijakan ini di Indonesia diampu oleh Kementerian Keuangan. 

Contoh kebijakan ekonomi makro dalam bentuk kebijakan fiskal adalah diskon pajak. Diskon pajak adalah potongan jumlah pajak yang harus dibayarkan seorang wajib pajak. Harapannya adalah supaya uang yang seharusnya digunakan untuk membayar pajak, diputar untuk keperluan bisnis lagi. 

Contoh lainnya adalah kebijakan pencabutan subsidi BBM. Subsidi BBM adalah potongan biaya bahan bakar minyak per liter. Dengan pencabutan subsidi BBM, masyarakat harus membayar uang lebih banyak untuk membeli 1 liter BBM dan pemerintah akan mendapatkan uang lebih banyak untuk dialokasikan ke keperluan lain. 

Pajak dan subsidi adalah dua hal yang secara langsung berhubungan dengan pendapatan dan pengeluaran pemerintah. Semakin besar pajak yang harus dibayarkan masyarakat, maka semakin besar pula pendapatan pemerintah. Sebaliknya, semakin besar subsidi yang ditanggung oleh pemerintah, semakin besar pula pengeluarannya. 

2. Kebijakan moneter

Kebijakan moneter adalah kebijakan ekonomi yang terkait dengan jumlah uang yang beredar di masyarakat. Kontrol terhadap jumlah uang beredar ini nantinya berpengaruh terhadap inflasi dan tingkat suku bunga perbankan. Di Indonesia, kebijakan ini diampu oleh Bank Indonesia, selaku otoritas moneter.

Contoh kebijakan moneter adalah perubahan tingkat suku bunga acuan sebelum covid19 dan pasca covid19. Ketika awal-awal covid19, suku bunga acuan BI turun dari 4,25% menjadi 3,75% hingga paling rendah menyentuh 3,5%. Tujuannya adalah untuk meringankan beban kredit yang harus dibayar masyarakat, sehingga roda ekonomi dapat berputar kembali. 

Seiring dengan perbaikan kondisi ekonomi dan tekanan dari perekonomian internasional, BI lantas meningkatkan kembali suku bunga acuan secara bertahap. Per 17 November 2022, BI7DRR atau suku bunga acuan BI naik dari 4,75% menjadi 5,25% untuk mengatasi inflasi dan penurunan nilai tukar rupiah terhadap dolar.

3. Kebijakan segi penawaran

Pemerintah Indonesia juga memberlakukan berbagai kebijakan yang tidak terkait langsung dengan pendapatan dan pengeluaran pemerintah, maupun jumlah uang yang beredar. Beberapa sumber menyebutkan kebijakan yang seperti ini masuk ke dalam kategori kebijakan segi penawaran. 

Contohnya adalah pemerintah menerapkan Upah Minimum Regional (UMR) untuk menjembatani kepentingan pengusaha yang ingin menekan biaya produksi dan karyawan yang ingin pendapatannya naik supaya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. 

Contoh lainnya adalah dengan merombak birokrasi yang berkaitan dengan penanaman modal dalam negeri maupun luar negeri. Tujuannya adalah untuk mempermudah investor dalam negeri maupun luar negeri supaya tertarik untuk berinvestasi di Indonesia. 

Ruang Lingkup Ekonomi Makro

Ekonomi makro (macroeconomics) memiliki 3 ruang lingkup, yaitu:

1. Kebijakan pemerintah

Sebagai pelaku ekonomi, pemerintah adalah satu-satunya otoritas yang memiliki hak untuk mengatur dan menjembatani kepentingan-kepentingan para pelaku ekonomi lainnya. Maka dari itu, peran pemerintah sangat diperlukan untuk menjaga stabilitas perekonomian sebuah negara. 

2. Ekonomi negara dan daerah

Meskipun memiliki lingkup yang lebih kecil, kebijakan ekonomi makro (khususnya kebijakan fiskal) juga dapat diterapkan pada level daerah. Hal ini mengingat bahwasanya setiap daerah di Indonesia memiliki otoritas tersendiri untuk mengelola daerahnya. Ada juga bagian dari pajak dan retribusi yang akan masuk ke pemerintah daerah saja tanpa harus ke pusat. Namun demikian, indikator-indikator penting, seperti inflasi, suku bunga acuan, pendapatan negara dan lain sebagainya tetap diatur dan dikelola oleh pemerintah pusat.

3. Kondisi ekonomi secara keseluruhan

Macroeconomics tidak berfokus pada bagaimana interaksi antar pelaku ekonomi, melainkan bagaimana interaksi antar pelaku ekonomi tersebut dapat berdampak pada ekonomi sebuah negara secara keseluruhan. 

Misalnya, interaksi antara individu dan perusahaan dilakukan dalam bentuk pemutusan hubungan kerja (PHK). Bagi pelaku ekonomi tersebut, hal ini bisa saja hanya berbentuk pemutusan kontrak, namun dalam ekonomi makro, hal ini disebut dengan peningkatan jumlah pengangguran. Apabila PHK ini terjadi dalam jumlah besar dan terus berlarut-larut, maka dapat menimbulkan masalah perekonomian yang lebih besar. 

Perbedaan Ekonomi Makro dan Ekonomi Mikro

Ekonomi makro (macroeconomics) berbeda dengan ekonomi mikro (microeconomics). Ekonomi mikro fokus pada cara pengambilan keputusan oleh para pelaku ekonomi terkait dengan sumber daya yang terbatas dan memaksimalkan keuntungan.

Adapun fokus ekonomi makro adalah kondisi ekonomi sebuah negara secara keseluruhan. Oleh sebab itu, banyak yang menyebutkan kalau fokus ekonomi mikro relatif lebih kecil dibandingkan ekonomi makro. Bahkan dalam banyak kasus, tindakan dalam ekonomi mikro bisa bermakna berlawanan dengan ekonomi makro. 

Misalnya, masyarakat menabung di bank untuk mendapatkan penghasilan tambahan (mikro) karena suku bunga bank yang tinggi. Namun, bagi ekonomi makro, hal ini dapat dimaknai sebagai salah satu faktor yang dapat memperlambat perekonomian dan pendapatan nasional secara agregat. 

Perbedaan dinamika antara ekonomi makro dan mikro inilah yang membuat pembahasan mengenai ekonomi dari waktu ke waktu tetap menjadi pembahasan yang menarik.

Farichatul Chusna

Farichatul Chusna

Setelah lulus dari Ilmu Ekonomi Universitas Gadjah Mada, Farichatul Chusna aktif sebagai penulis artikel ekonomi, investasi, bisnis, dan keuangan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *