Lompat ke konten
Daftar Isi

Industri Ekstraktif: Pengertian, Contoh, Jenis

Industri ekstraktif

Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki sumber daya alam yang melimpah. Tidak hanya pada sektor pertanian, perkebunan dan perikanan, sumber daya alam yang dimiliki oleh negeri ini juga termasuk bahan tambang, seperti bijih besi, timah, emas, nikel dan masih banyak lainnya. Bahkan, ada kalanya negeri ini menjadi salah satu negara pengekspor minyak mentah.

Untuk mendapatkan manfaat ekonominya, berbagai bahan tambang tersebut harus dikeluarkan dari perut bumi dan diolah sedemikian rupa. Perusahaan-perusahaan yang mengolah sumber daya alam di atas, termasuk ke dalam perusahaan yang bergerak di bidang industri ekstraktif. 

Pengertian Industri Ekstraktif

Industri ekstraktif adalah industri yang berkaitan dengan pengambilan kekayaan alam dan memanfaatkannya untuk mendapatkan keuntungan ekonomi. Termasuk diantaranya adalah perusahaan yang bergerak di bidang agrikultur dan tambang. 

Pelaku industri ini bisa bermacam-macam, mulai dari individu seperti nelayan dan petani hingga perusahaan-perusahaan besar yang tidak hanya mengambil kekayaan alam Indonesia untuk keperluan domestik, tetapi juga untuk diekspor. 

Salah satu tantangan industri ini adalah tetap mempertahankan kinerja bisnis, sambil tetap merawat alam. Pasalnya, tidak jarang perusahaan yang bergerak di bidang ini merusak alam karena tingginya permintaan barang dari dalam maupun luar negeri dan adanya tuntutan investor terhadap kinerja perusahaan.

Jenis-Jenis Industri Ekstraktif

1. Industri perikanan

Sebagai negara dengan 62% wilayahnya adalah laut, Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi besar di bidang perikanan dan kelautan, baik itu perikanan tangkap, maupun perikanan budidaya. Tidak hanya ikan, hasil dari industri ini juga termasuk biota lainnya, seperti cumi-cumi, rumput laut, lobster dan masih banyak lainnya. 

2. Industri pertanian dan kehutanan

Saat ini minyak kelapa sawit adalah salah satu komoditas ekspor paling dominan Indonesia. Sebelum kelapa sawit naik daun pada pertengahan tahun 1980-an, ekspor negeri ini banyak bergantung pada kayu. Selain sawit dan kayu, produk lain dari industri pertanian dan kehutanan, seperti kopi, rotan, teh, buah-buahan dan masih banyak lainnya. 

3. Industri peternakan

Sektor peternakan juga termasuk ke dalam industri ekstraktif. Pada sektor ini, biasanya perusahaan akan memproduksi berbagai produk hewani dari hulu ke hilir. Contoh produk yang dihasilkan oleh industri ini, seperti daging, susu, kulit (untuk bahan produk fashion dan lain sebagainya). Termasuk juga diantaranya adalah kotoran berbagai hewan yang dijual untuk dijadikan pupuk kompos atau briket. 

4. Industri tambang

Indonesia juga kaya akan bahan tambang, mulai dari emas, nikel, timah, perak, besi, batubara, hingga marmer dan pengerukan pasir. Perusahaan yang mengeluarkan bahan tersebut dari perut bumi masuk ke dalam sektor tambang. Biasanya, perusahaan di sektor ini tidak hanya bergerak di bidang penggalian saja, tetapi juga pendistribusiannya dari tempat penambangan, ke tempat penyimpanan.

Komoditas tambang yang hasil galian perusahaan-perusahaan tersebut seringkali tidak hanya untuk kebutuhan Indonesia saja, tetapi juga diekspor. Bahkan, ekspor tambang sempat menjadi salah satu pemutar roda perekonomian utama Indonesia. 

Perbedaan Industri Ekstraktif dan Non-Ekstraktif

Perbedaan utama dari industri ekstraktif dan non-ekstraktif adalah sumber bahan bakunya. Bahan baku industri ekstraktif langsung berasal dari alam, sementara bahan baku industri non-ekstraktif umumnya berasal dari barang jadi yang diproduksi oleh perusahaan lain.

Contohnya adalah perusahaan produsen berbagai produk fashion yang berasal dari kulit. Kulit yang menjadi bahan baku produk ini diambil dari perusahaan peternak. Contoh lainnya adalah perusahaan mie instan. Produk yang satu ini terbuat dari gandum dan berbagai olahan produk pertanian lainnya. 

Dampak Industri Ekstraktif Terhadap Lingkungan

Salah satu tantangan perusahaan yang bergerak di bidang industri ekstraktif adalah bagaimana cara memproduksi barang yang sesuai dengan kebutuhan pasar, namun tetap ramah lingkungan. Pasalnya, sudah bukan rahasia lagi apabila bisnis di bidang ini seringkali merusak lingkungan. 

Masalah lingkungan yang bisa ditimbulkan oleh adanya industri ekstraktif bisa bermacam-macam, tergantung sektornya. Bagi sektor pertanian dan kehutanan, masalahnya adalah pembalakan liar dan pembukaan lahan yang tidak semestinya. Kedua hal ini bisa berdampak pada lingkungan sekitar dalam bentuk banjir, tanah longsor, abrasi, hingga punahnya hewan akibat habitatnya yang berkurang. 

Adapun untuk sektor perikanan dan kelautan, masalah yang dihadapi bisa berupa limbah padat maupun cair, hingga pemancingan menggunakan bom ikan. Padahal, bom ikan dapat merusak terumbu karang dan terumbu karang adalah tempat para hewan bersembunyi dari predator. 

Diantara sektor industri ekstraktif lainnya, sektor pertambangan bisa jadi merupakan sektor yang paling banyak disorot mengenai hal ini. Pasalnya, lahan tambang tidak jarang berada di tengah hutan, sehingga pembukaan lahan tambang bisa bermakna pengurangan hutan. Tidak hanya itu, sektor pertambangan juga memproduksi polusi baik itu polusi air, udara maupun tanah. 

Dalam beberapa kasus, ekspansi lahan tambang juga bisa mengganggu konservasi dan ekskavasi situs sejarah. Tambang marmer di Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur misalnya. Luasnya area tambang batu di selatan Pulau Jawa bagian timur ini mengancam proses konservasi dan penelitian arkeologis yang dilakukan oleh tim ahli. Pasalnya, letak tambang yang sudah ada sejak zaman Belanda tersebut tepat bersebelahan dengan berbagai situs pra-sejarah.

Langkah Industri Ekstraktif dalam Mengatasi Masalah Lingkungan

Tidak hanya dengan menjalankan atau menggelontorkan dana untuk berbagai program Corporate Social Responsibility, ada banyak cara yang bisa dilakukan oleh pelaku di dalam industri ini untuk tetap menjaga kelestarian lingkungan. 

  1. Mulai menggunakan energi terbarukan untuk produksi. 
  2. Mengolah kembali limbah yang dihasilkan dan menyeleksi limbah sebelum dibuang. Limbah yang keluar dengan tanpa diseleksi, seringkali tidak hanya akan menyakiti lingkungan, tetapi juga manusia.
  3. Melakukan konsep tebang pilih. Hal ini dalam artian, perusahaan kehutanan tidak akan menebang kayu sebelum pohon tersebut mencapai batas usia atau ukuran tertentu. 
  4. Tidak menggunakan bom ikan. 
  5. Bekerja sama dengan petani, sehingga tidak perlu membuka lahan baru. 
  6. Tetap memenuhi AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup). 

Beberapa perusahaan juga mengembangkan konsep ramah lingkungan dari hulu ke hilir yang terintegrasi, khususnya untuk perusahaan bidang pertanian dan peternakan. Contohnya adalah PT. Great Giant Food, yang memiliki lini bisnis di bidang pertanian dan peternakan sekaligus. 

Perusahaan ini menggunakan bahan-bahan sisa tumbuhan dan kotoran hewan untuk menjadi pupuk di dalam perusahaan itu sendiri. Selain pupuk, perusahaan ini juga menggunakan biogas untuk mengurangi konsumsi bahan bakar fosil dalam produksinya. Dengan demikian, produksi perusahaan tetap berjalan dengan baik, begitu juga dengan usahanya untuk tetap merawat lingkungan.

Farichatul Chusna

Farichatul Chusna

Setelah lulus dari Ilmu Ekonomi Universitas Gadjah Mada, Farichatul Chusna aktif sebagai penulis artikel ekonomi, investasi, bisnis, dan keuangan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *