Lompat ke konten
Daftar Isi

Interest Coverage Ratio: Pengertian, Rumus, Cara Menghitung

Interest Coverage Ratio

Saat membayar pinjaman dari bank atau mengambil alih obligasi, sebuah perusahaan tidak hanya harus membayar pokok utangnya, tetapi juga harus membayar suku bunga yang telah ditetapkan sebelumnya. Oleh sebab itu, kemampuan sebuah perusahaan untuk membayar tingkat suku bunga ini menjadi salah satu faktor penting yang harus diperhatikan oleh investor, khususnya investor obligasi. 

Kemampuan perusahaan dalam membayar suku bunga pinjaman ini diukur dalam satu matriks yang bernama interest coverage ratio (ICR) atau disebut dengan times interest earned (TIE) dalam beberapa literatur lain. Simak bagaimana matriks ini dapat berpengaruh terhadap keputusan investasi, berikut ini.

Pengertian Interest Coverage Ratio

Interest coverage ratio adalah rasio perbandingan antara pendapatan dan beban suku bunga perusahaan. Rasio ini digunakan untuk mengetahui kemampuan keuangan perusahaan dalam membayar suku bunga utang-nya. 

Cara mendapatkan rasio ini adalah dengan membagi antara pendapatan sebelum bunga dan pajak (EBIT) dan beban bunga perusahaan. Semakin tinggi perbandingan antara pendapatan dan bunga, maka semakin baik pula kondisi keuangan perusahaan tersebut.

Tidak ada nilai ICR yang bisa ideal untuk semua industri. Setiap industri pasti memiliki nilai patokan ICR yang berbeda beda tergantung dengan tingkat kecenderungan perusahaan dalam industri tersebut untuk menggunakan pinjaman sebagai sumber pendanaan. Industri yang memiliki kecenderungan tinggi untuk menggunakan dana pinjaman juga cenderung memiliki tingkat beban bunga yang tinggi pula. 

Oleh sebab itu, sebaiknya Anda tidak hanya menganalisis ICR untuk satu perusahaan saja, melainkan juga dengan membandingkannya dengan nilai ICR perusahaan lain yang bergerak di bidang yang sama, sehingga Anda tahu berapa rata-rata nilai ICR untuk industri tersebut.

Rumus Interest Coverage Ratio (ICR)

Rumus ICR adalah ICR = EBIT / Beban bunga.

Keterangan:

EBIT : Earning before interest and tax atau total pendapatan sebelum dikurangi beban bunga dan pajak. 

Beban bunga : Total biaya yang harus dikeluarkan oleh perusahaan sebagai imbal hasil kepada penyedia dana pinjaman. 

Dalam beberapa kasus, analis juga menggunakan EBITDA sebagai komponen dalam menghitung matriks ini. EBITDA atau earning before interest, tax, depreciation, and amortization adalah pendapatan sebelum dikurangi dengan beban bunga, pajak, depresiasi dan amortisasi. 

Contoh Cara Menghitung Interest Coverage Ratio

Diketahui PT Maju Mundur Cantik merupakan perusahaan yang bergerak di bidang manufaktur produk kecantikan. Dalam laporan laba ruginya, perusahaan tersebut mencatatkan EBIT senilai Rp135.000.000 dengan nilai beban bunga sebesar Rp2.500.000 per bulan.

Maka, nilai ICR perusahaan tersebut adalah:

ICR = EBIT / Beban bunga = Rp135.000.000/(Rp2.500.000 x 12) = 4,5. Ini artinya, PT Maju Mundur Cantik memiliki kemampuan untuk membayar beban bunga yang mereka tanggung sebanyak 4,5 kali. 

Data mengenai pendapatan dan beban, termasuk EBIT dan beban bunga terdapat di laporan laba rugi perusahaan, sehingga Anda tidak perlu menghitungnya secara manual menggunakan data penjualan. 

Berikut ini contoh data matriks ini untuk industri energi di Indonesia

NameTickerInterest Coverage Ratio
EnergySECTOR:NRG.ID0,8x
PT Medco Energi Internasional TbkIDX:MEDC1,9x
PT Delta Dunia Makmur TbkIDX:DOID2,2x
PT TBS Energi Utama TbkIDX:TOBA2,5x
PT. Indika Energy TbkIDX:INDY9,5x
PT Samindo Resources TbkIDX:MYOH386,8x
PT Adaro Energy Indonesia TbkIDX: ADRO24,2x
PT Bukit Asam TbkIDX: PTBA111,3x
PT Energi Mega Persada TbkIDX:ENRG28,4x
PT Indo Tambangraya Megah TbIDX: ITMG291,0x
PT Harum Energy TbkIDX:HRUM111,6x
Tabel 1: Contoh Interest Coverage Ratio Industri Energi di Indonesia (Sumber: Finbox.com)

Menurut contoh data yang bersumber dari Finbox.com tersebut, rata-rata ICR untuk industri energi di Indonesia hingga tahun 2022 ini adalah sebesar 0,8x. Ini artinya, perusahaan dengan nilai ICR lebih dari itu (sebagaimana yang tertulis di bawahnya) relatif memiliki kemampuan membayar beban bunga yang tinggi dibandingkan rata-rata industri.

Kegunaan Interest Coverage Ratio (ICR)

1. Untuk menilai kesehatan keuangan perusahaan

Interest coverage ratio adalah salah satu indikator penting yang digunakan untuk menilai kesehatan keuangan perusahaan disamping current ratio. Hal ini karena, setiap peminjaman dana ke pihak ketiga baik itu bank maupun investor obligasi, pasti ada bunga yang harus dibayarkan oleh perusahaan bersamaan dengan pokok utang. 

Nilai bunga pinjaman ini biasanya hanya sekitar 10% dari pokok pinjaman. Ini artinya, keuangan sebuah perusahaan dapat dikatakan sedang buruk apabila perusahaan tidak tersebut tidak dapat membayar bunga pinjamannya (ICR<1). Dalam jangka panjang, hal ini juga berarti perusahaan tersebut akan kesulitan melunasi utangnya. 

2. Untuk menilai risiko investasi/pemberian pinjaman

Matriks ini banyak digunakan oleh lembaga pemeringkat efek untuk menentukan kualitas obligasi atau surat pengajuan pinjaman yang dikeluarkan oleh perusahaan. 

Semakin bagus nilai ICR sebuah perusahaan, maka semakin besar pula kemungkinan bank atau pihak lainnya bersedia untuk memberikan pinjaman. Hal ini karena secara tidak langsung hal ini mengindikasikan bahwa kondisi keuangan perusahaan sedang baik.

Berapa Nilai Interest Coverage Ratio Yang Baik?

Nilai ICR yang rendah (di bawah 1) tidak baik karena itu artinya pendapatan perusahaan tidak cukup digunakan untuk membayar beban bunga-nya. Akan tetapi di sisi lain, nilai ICR yang terlalu besar juga dapat diartikan bahwa perusahaan terkait enggan menggunakan dana pinjaman untuk operasinya, sehingga ada kemungkinan operasi bisnisnya jadi kurang maksimal.

Banyak ahli yang berpendapat bahwa sebuah perusahaan dikatakan memiliki kondisi keuangan yang baik apabila nilai ICR-nya lebih dari 2 atau 3. Ini artinya, nilai EBIT perusahaan minimal 2 atau 3 kali lipat lebih besar dibandingkan dengan beban bunga-nya. 

Namun demikian sekali lagi bahwasanya nilai ICR setiap perusahaan di industri yang berbeda pasti akan berbeda, sehingga investor dituntut untuk menentukan benchmark ICR industri terlebih dahulu. Selain itu, nilai ICR sebuah perusahaan juga bisa berbeda setiap tahun tergantung dengan kebutuhan perusahaan tersebut. Maka dari itu, investor diminta untuk menganalisis nilai ICR perusahaan dalam beberapa periode akuntansi sekaligus.

nv-author-image

Farichatul Chusna

Setelah lulus dari Ilmu Ekonomi Universitas Gadjah Mada, Farichatul Chusna aktif sebagai penulis artikel ekonomi, investasi, bisnis, dan keuangan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *