Lompat ke konten
Daftar Isi

Investasi di Perusahaan Berbasis AI, Apakah Bijak?

artificial intelligence

Sejak akhir tahun 2022 lalu istilah artificial intelligence (AI) banyak digaungkan di Indonesia dan di belahan dunia lainnya. Hal ini tidak lepas dari peluncuran Chat GPT yang mampu menarik hingga 100 juta pengguna dalam waktu hanya 2 bulan setelah perilisannya. Sejak saat itu, banyak perusahaan-perusahaan di dunia yang berlomba-lomba untuk masuk ke pasar kecerdasan buatan ini, termasuk perusahaan-perusahaan yang telah go public. 

Namun demikian, apakah berinvestasi di perusahaan yang berfokus pada teknologi ini adalah suatu hal yang bijaksana? Berikut ini penjelasan lengkapnya. 

Sektor-Sektor Industri Yang Terpengaruh Oleh Pengembangan AI

Artificial intelligence (AI) adalah bidang studi di bidang ilmu komputer yang bertujuan untuk menciptakan mesin atau software yang mampu mengolah dan memproses data selayaknya kecerdasan manusia. Dalam Bahasa Indonesia, teknologi ini seringkali juga disebut dengan kecerdasan buatan.

Pengembangan teknologi ini pertama kali terjadi pada tahun 1956 ketika para ilmuwan mulai mengembangkan keilmuan mengenai tata ilmu ini. Setelah beberapa tahun melewati masa-masa percobaan dan kegagalan, pada tahun 2012 teknologi ini mulai menunjukkan dampaknya dengan munculnya teknologi deep learning yang mampu mempelajari pola pikir manusia secara dalam. Sejak saat itu, teknologi ini mulai mempengaruhi banyak sektor ekonomi dan bisnis, diantaranya:

1. Industri jasa keuangan

Salah satu industri yang berkembang pesat dengan penggunaan AI di dalamnya adalah industri jasa keuangan. Tentu Anda sudah tidak asing dengan istilah robo advisor atau robot trading dalam investasi, bukan? Keduanya merupakan contoh utama penerapan AI di bidang ini. 

Dengan robo advisor, mesin akan mempelajari profil risiko Anda dan akan memberikan rekomendasi reksa dana berdasarkan profil risiko tersebut. Sedangkan dengan bantuan robot trading, trading akan menjadi lebih cepat dan mudah karena robot ini bergerak sesuai dengan instruksi yang telah Anda berikan sebelumnya. 

2. Industri hiburan

Penggunaan AI dengan metode yang sama dengan robo advisor (data-data dari pengguna diolah dan dianalisis lalu mesin akan membuat rekomendasi berdasarkan data tersebut) juga diterapkan di industri hiburan. Netflix dan YouTube misalnya. Ketika Anda sering menyaksikan drama Korea atau potongan drama Korea, maka secara otomatis beranda Anda akan berisi rekomendasi drama Korea semua. 

3. Industri transportasi dan otomotif

Salah satu industri yang diperkirakan akan terdampak perkembangan AI adalah sektor industri transportasi dan otomotif. Salah satu contoh penerapannya adalah penggunaan mobil tanpa awak atau mobil yang berjalan otomatis hanya dengan perintah dalam bentuk ucapan. Hal ini berdasarkan kemampuan mobil tersebut untuk menerima data bahasa yang diucapkan oleh manusia dan data-data geografis di sekitarnya.

4. Industri kreatif

Dengan penerbitan Chat GPT dan teknologi AI serupa, tidak heran jika banyak pihak memperkirakan kalau teknologi ini akan berdampak buruk pada perkembangan industri kreatif. Pasalnya, Chat GPT mampu membuat tulisan panjang hanya dengan masukan (input) sederhana. 

Contoh lain penggunaan AI dalam industri kreatif adalah adanya aplikasi Canva. Di aplikasi ini, mesin akan merekomendasikan desain yang sesuai dengan ukuran dan keperluan penggunaannya secara otomatis. Tidak dapat dipungkiri kalau teknologi ini mempermudah orang yang tidak memiliki kemampuan desain grafis untuk membuat konten yang mereka inginkan. 

5. Industri kesehatan

Saat ini dengan generative artificial intelligence, para ahli di Amerika Serikat bisa membuat teknologi yang membantu di industri kesehatan. Misalnya, dengan AI yang terpasang di x-ray, seseorang bisa mengetahui apakah dirinya membutuhkan kawat atau tidak atau mengetahui apakah ada polip di usus orang tersebut dan lain sebagainya (Bloomberg Television). 

Potensi Pertumbuhan AI di Indonesia

Menurut data dari Statista, sepanjang tahun 2015-2022, investasi di perusahaan-perusahaan berbasis AI, khususnya di Amerika Serikat, naik hingga 6 kali lipat dari yang awalnya hanya 17,7 miliar dolar pada tahun 2016 menjadi hampir 92 miliar dolar Amerika Serikat pada tahun 2022. Namun demikian, apakah ini artinya potensi pertumbuhan perusahaan berbasis AI ini baik?

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Kompas, diperkirakan akan ada 26,7 juta pekerja di Indonesia yang akan terbantu dengan penerapan AI. Jumlah ini mencakup sekitar 22,1% dari total tenaga kerja di Indonesia. Jumlah ini hampir sama dengan jumlah perkiraan tenaga kerja terdampak dari Goldman Sachs yang mencapai 16%. 

Apabila dilihat dari sektor, maka pekerja di sektor perdagangan besar, mobil dan eceran yang akan paling terdampak dengan jumlah pekerja terdampak lebih dari 7 juta orang. Sementara pertanian dan perkebunan adalah sektor yang memiliki paparan dan dampak AI paling kecil dengan paparan 1,3% dan jumlah pekerja terbaru 436.000 individu. 

Dilihat dari segi nilai ekonomi, diperkirakan AI dapat membantu meningkatkan ekonomi Indonesia sebesar 5.299 triliun rupiah (Kompas) hingga 5.371 triliun rupiah (Kerney). Kompas juga memperkirakan bahwa dengan adanya AI, jam kerja seseorang juga bisa dihemat hingga 116 menit atau hampir 2 jam. Adanya efisiensi kinerja inilah yang membuat perkembangan teknologi yang satu ini diminati oleh banyak perusahaan. 

Risiko Investasi di Perusahaan Berbasis AI

Meskipun boleh dibilang bukan hal yang baru lagi di dunia teknologi, namun demikian investasi di perusahaan berbasis AI terbilang cukup beresiko sama seperti investasi di perusahaan teknologi lainnya. Bahkan menurut penelitian dari Boston Consulting Group (BCG), diperkirakan hanya ada 11% perusahaan yang akan terkena dampak positif dari teknologi ini, sementara 89% sisanya tenggelam. 

Secara produk, AI generatif sendiri memiliki beberapa kekurangan, seperti perlunya data yang besar untuk menghasilkan produk dengan akurasi data yang tinggi, bias pada emosi dan objektivitas produk, dan hal-hal lain yang menyangkut legalitas. 

Di sisi lain, penerapan teknologi AI di Indonesia khususnya juga memiliki tantangan secara makro, seperti pemutusan hubungan kerja massal, rendahnya literasi digital, hingga kurangnya kualitas sumber daya manusia yang memadai. Sebab, seberapa cepat apapun produksi teknologi AI, tapi kalau tidak diikuti dengan peningkatan permintaan terhadap teknologi ini, maka investasi di bidang ini juga tidak akan menghasilkan keuntungan. 

Sederhananya seperti ini. Katakanlah sebuah perusahaan sudah memproduksi atau menggunakan AI dalam kegiatan operasionalnya. Tidak dapat dipungkiri kalau dibutuhkan biaya yang cukup besar untuk mengimplementasikan AI ini. Hal ini bisa berakibat perusahaan meningkatkan harga jual produk untuk mendapatkan keuntungan. Apabila peningkatan harga jual produk ini tidak ditanggapi baik oleh konsumen, maka bisa jadi permintaan produk perusahaan tersebut justru akan menurun dan perusahaan akan merugi. 

Kesimpulan

Sebagai perkembangan teknologi terkini setelah adanya internet, artificial intelligence adalah instrumen investasi yang terbilang memiliki potensi besar di masa depan. Namun demikian, investasi di teknologi ini boleh dikatakan memiliki risiko tinggi mengingat industrinya yang belum mapan dan adanya risiko eksternal yang bisa mengancam.

Farichatul Chusna

Farichatul Chusna

Setelah lulus dari Ilmu Ekonomi Universitas Gadjah Mada, Farichatul Chusna aktif sebagai penulis artikel ekonomi, investasi, bisnis, dan keuangan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *