Salah satu tantangan pemerintah negara dengan populasi banyak dan didominasi oleh pemuda, seperti Indonesia adalah memperluas lapangan pekerjaan supaya potensi para pemuda tersebut bisa digunakan secara maksimal. Namun, kondisi pasar tenaga kerja (labour market) di dunia nyata acap kali membuat jumlah lowongan kerja yang tersedia tidak sebanding dengan jumlah calon tenaga kerja yang ada. Akibatnya, timbullah berbagai jenis pengangguran, termasuk pengangguran terselubung.
Pengertian Pengangguran Terselubung
Pengangguran terselubung adalah istilah bagi orang yang memiliki pekerjaan namun tingkat produktivitasnya rendah karena satu dan lain hal. Istilah lain dari pengangguran jenis ini adalah pengangguran tersembunyi, hidden unemployment, disguised unemployment atau underemployment.
Dalam beberapa sumber lain, pengangguran terselubung dapat didefinisikan sebagai seorang tenaga kerja yang bekerja dengan durasi yang lebih rendah dibandingkan dengan durasi kerja yang ditetapkan oleh pemerintah.
Dalam kasus Indonesia, jam kerja yang ditetapkan oleh pemerintah menurut UU No 13 Tahun 2003 dan PP No.35 Tahun 2021 adalah 40 jam dalam seminggu entah itu dibagi menjadi 8 jam per hari untuk 5 hari atau 7 jam per hari untuk 6 hari. Jadi, apabila bekerja di bawah rentang jam tersebut, seseorang boleh dikatakan sebagai pengangguran terselubung.
Adapun menurut BPS, yang dimaksud dengan underemployment adalah orang yang bekerja selama kurang dari 35 jam dalam seminggu dan masih mencari pekerjaan yang sesuai dengan keinginannya. Masih menurut institusi penerbit data tersebut, apabila seseorang bekerja di bawah jam kerja umum tapi tidak mencari lowongan, seperti part time worker masih bisa disebut underemployment.
Pengangguran terselubung acap kali terjadi di negara berkembang yang memiliki jumlah penduduk usia kerja banyak, seperti Indonesia. Hal ini karena minimnya jumlah lowongan kerja yang tersedia, susahnya pendidikan yang sesuai dengan lapangan pekerjaan dan banyak hal lainnya. Akibatnya, banyak tenaga kerja di negeri ini (khususnya fresh graduate) yang menerima apapun pekerjaan yang diberikan kepada mereka terlepas dari potensi mereka selaku calon tenaga kerja.
Penyebab Pengangguran Terselubung
Adanya pengangguran tersembunyi ini bisa disebabkan oleh banyak hal. Diantaranya adalah:
1. Ketimpangan supply dan demand pasar tenaga kerja
Supply tenaga kerja adalah orang-orang yang sedang dalam usia kerja dan berusaha mencari pekerjaan. Adapun demand-nya adalah para perusahaan yang mencari karyawan baru. Dengan kondisi demografis seperti Indonesia, jumlah supply tenaga kerja umumnya lebih banyak dibandingkan dengan permintaannya, kecuali di bidang-bidang tertentu.
Hal ini menyebabkan banyak tenaga kerja yang tidak direkrut oleh perusahaan yang diinginkannya. Akibatnya, dia harus bekerja paruh waktu terlebih dahulu atau bekerja di perusahaan lain yang tidak disukai, sehingga produktivitasnya rendah.
2. Ketidaksesuaian antara pendidikan dan pekerjaan
Salah satu hal yang dianggap dapat meningkatkan produktivitas karyawan adalah pendidikan. Asumsinya adalah, pendidikan yang sesuai akan membuat seorang karyawan menjadi lebih produktif.
Rendahnya produktivitas pada pengangguran terselubung juga bisa jadi disebabkan karena pendidikan yang sebelumnya dia tempuh tidak sesuai dengan pekerjaan yang sedang dijalankan. Akibatnya, produktivitas kerjanya rendah atau perusahaan perlu mengeluarkan biaya khusus untuk melatihnya.
Contohnya adalah seorang wanita lulusan SMA biasa yang diterima kerja di sebuah pabrik pembuatan sarung tangan. Ketika pertama kali masuk, wanita tersebut harus dilatih dulu oleh seniornya sebelum bisa mulai bekerja. Kalaupun sudah mulai bekerja, tidak menutup kemungkinan dia hanya bisa membuat 10 sarung tangan dalam satu hari ketika karyawan lain membuat 20 sarung tangan.
3. Minimnya jumlah wirausahawan
Ketimpangan di labour market juga bisa disebabkan minimnya jumlah wirausahawan yang berani membuka lowongan pekerjaan untuk menyerap tenaga kerja dalam negeri. Rendahnya jumlah wirausahawan ini sendiri bisa disebabkan oleh banyak hal, seperti minimnya sumber permodalan, rendahnya skill dan lain sebagainya.
Padahal, adanya wirausahawan dalam negeri baik itu dalam bentuk UMKM maupun mendirikan startup penting untuk menyerap supply tenaga kerja di negeri ini. Tidak hanya itu, keberadaan mereka juga dapat menggerakkan ekonomi nasional.
4. Minimnya informasi lowongan
Salah satu penyebab mengapa banyak orang mengambil pekerjaan yang tidak sesuai dengan potensinya adalah karena minimnya informasi mengenai lowongan pekerjaan yang tersedia. Khususnya di daerah-daerah tingkat dua maupun pedesaan.
Meskipun tampak sederhana, namun ketimpangan informasi ini merupakan hal yang harus diselesaikan oleh pemerintah jika pemerintah ingin menekan kesenjangan ekonomi antara wilayah perkotaan dan pedesaan.
Contoh Pengangguran Terselubung
- Seorang sarjana hukum diminta pulang ke rumahnya di desa karena satu dan lain hal. Karena di dalam desa tersebut tidak ada lowongan yang terkait dengan dunia hukum, sarjana tersebut lantas mengambil pekerjaan sebagai seorang guru Bahasa Inggris. Meskipun dia memiliki kemampuan berbahasa Inggris yang baik, namun bidang keahliannya tetap di dunia hukum dan dia hanya memiliki keterampilan mengajar yang terbatas. Akibatnya, tingkat produktivitasnya rendah atau bahkan tidak produktif sama sekali.
- Seorang sarjana ekonomi berpindah tempat tinggal ke luar pulau untuk mengikuti suaminya. Karena di tempat tinggal yang baru tidak ada lowongan yang sesuai dengan latar belakang pendidikannya, dia lantas mengambil pekerjaan paruh waktu sebagai penerjemah untuk sementara waktu.
- Seorang mahasiswa bekerja sebagai pramusaji di sebuah restoran cepat saji. Mengingat dia hanya bekerja selama 4 jam per hari atau 20 jam per minggu, maka boleh dikatakan dia adalah voluntary underemployment atau pekerja paruh waktu (part time worker).
Dampak Negatif dari Pengangguran Terselubung
Pengangguran terselubung, khususnya yang bukan part time worker dan masih sekolah, bisa memiliki dampak yang sama dengan pengangguran terbuka (unemployment), yaitu menurunnya pendapatan disposabel dan rendahnya daya beli masyarakat. Selain itu, pengangguran terselubung yang dibiarkan berlarut-larut juga bisa mengakibatkan terhambatnya karir para generasi muda.
Alasannya adalah para generasi muda tersebut sudah terlanjur bekerja di bawah kemampuan mereka, sehingga mereka harus dilatih skill mereka harus diasah lagi untuk bisa mengikuti pekerjaan yang sebenarnya sesuai dengan keahliannya.
Namun demikian, penggunaan voluntary underemployment, seperti part time worker, pekerja magang dan pekerja lepas juga harus diatur dengan baik. Sebab, tidak menutup kemungkinan perusahaan akan mengeksploitasi tenaga dan pikiran mereka.
Misalnya, dengan memberikan jumlah pekerjaan yang sama dengan pekerja penuh tapi memberikan gaji 50% lebih rendah, atau memperbanyak jumlah pekerja magang dan paruh waktu dibandingkan dengan mempekerjakan tenaga kerja secara penuh. Tentunya dengan alasan biaya.
Cara Mengatasi Pengangguran Terselubung
1. Memperluas persebaran informasi lowongan pekerjaan
Cara mengatasi pengangguran terselubung yang pertama adalah dengan memperluas persebaran informasi lowongan pekerjaan hingga ke daerah-daerah dan desa. Tujuannya adalah supaya angkatan kerja yang tinggal di daerah tersebut dapat mengetahui adanya peluang pekerjaan yang lebih baik.
Pemerintah, universitas atau pihak perusahaan dapat melakukan hal ini dengan berbagai cara. Misalnya, menyelenggarakan acara bursa kerja per tiga bulan sekali atau bahkan bulanan, menyebarkan informasi pekerjaan di laman resmi perusahaan maupun Disnaker hingga memperbaiki kualitas jaringan internet di daerah terkait. Sebab, tidak dapat dipungkiri bahwasanya internet dapat membantu memperluas informasi pekerjaan.
2. Meningkatkan penegakan hukum
Peningkatan penegakan hukum ini bertujuan untuk mencegah adanya eksploitasi voluntary underemployed, seperti part time worker, pekerja magang maupun pekerja lepas yang bekerja kurang dari 40 jam setiap minggunya. Tujuannya adalah supaya para underemployed tersebut selain mendapatkan pengalaman juga bisa mendapatkan upah yang sesuai dengan jam kerja dan usaha mereka.
3. Meningkatkan kerja sama industri
Kerja sama antara perusahaan dan sekolah, baik itu sekolah menengah maupun perguruan tinggi, perlu ditingkatkan lagi untuk meningkatkan efisiensi pasar tenaga kerja di Indonesia. Efisiensi ini bisa terjadi apabila sekolah dan universitas mampu menyediakan calon tenaga kerja yang sesuai dengan kebutuhan perusahaan, sehingga perusahaan tersebut tidak perlu lagi mengeluarkan biaya dan usaha untuk mencari tenaga kerja baru.
Efisiensi ini hanya terjadi apabila ada kerja sama yang erat antara akademisi dan praktisi. Tentunya, dengan didukung oleh pemerintah selaku otoritas pengambil kebijakan. Sayangnya, sejauh ini kerja sama industri ini masih hanya dilakukan oleh sekolah-sekolah dengan nama besar di ibukota negara dan ibukota provinsi saja, sehingga kurang merata untuk tenaga kerja di daerah-daerah.
4. Meningkatkan jumlah wirausahawan
Ada banyak cara yang bisa dilakukan oleh pemerintah untuk hal ini. Pertama, pemerintah dan kampus-kampus bisa mengadakan berbagai program, seperti pendanaan ide kewirausahaan, pendampingan mahasiswa wirausaha, lomba business plan, pelatihan kepemimpinan, dan lain sebagainya.
Kedua, pemerintah juga bisa mendukung pertumbuhan UMKM dengan cara mengembangkan ekosistem microfinance yang lebih pro terhadap usaha mikro, kecil, dan menengah tersebut. Harapannya adalah, dengan bertambahnya modal dan pelatihan kerja, UMKM tersebut dapat mengembangkan bisnisnya, sehingga merekrut tenaga kerja baru.
Ketiga, pemerintah bisa membantu pengembangan bisnis startup yang tersedia dengan cara memudahkan akses permodalan ke perusahaan teknologi yang lebih “senior”, memudahkan akses permodalan ke bank, angel investor, maupun venture capitalist, serta menciptakan ekosistem startup yang kondusif. Sama seperti UMKM, harapannya adalah semakin besar perusahaan startup tersebut, semakin besar pula tenaga kerja yang diserap.