Anda ingin membeli rumah dengan mengajukan KPR, tapi takut riba? Gampang! Sekarang Anda bisa mendapatkan rumah secara mengangsur tanpa riba dengan menggunakan mekanisme pembiayaan syariah, tentunya di bank syariah.
Namun, sebelum Anda pergi ke bank dan bertanya mengenai hal ini, sebaiknya Anda tahu terlebih dahulu apa itu pembiayaan syariah dan jenis-jenisnya. Sebab, jenis-jenis pembiayaan ini nantinya akan diwujudkan dalam bentuk berbagai produk pinjaman.
Dengan mengetahui jenis dan konsepnya terlebih dahulu, harapannya Anda dapat mudah memahami perbedaan antara berbagai produk yang diajukan oleh bank tersebut kedepannya. Lalu, apa itu pembiayaan syariah dan apa saja jenisnya? Simak lengkapnya berikut ini:
Pengertian Pembiayaan Syariah
Pembiayaan syariah adalah mekanisme pemberian pinjaman kepada nasabah sesuai dengan hukum syariah dan akad yang berlaku. Berbeda dengan pinjaman atau kredit biasa, layanan ini menggunakan mekanisme bagi hasil (profit sharing) alih-alih bunga.
Bedanya lagi adalah, untuk menjalankan mekanisme ini, bank harus taat pada hukum syariat Islam, peraturan DSN MUI (Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia) dan diawasi oleh Dewan Pengawas Syariah.
Terlepas dari perbedaan tersebut, produk pembiayaan syariah juga ada banyak, mulai dari bantuan angsuran kendaraan bermotor, pembelian rumah hingga pinjaman untuk keperluan konsumtif. Hanya saja, bank tidak akan menerima pengajuan pembiayaan dari Anda apabila bisnis Anda terkait hal-hal yang bertentangan dengan syariat Islam, seperti judi atau jual beli makanan dan minuman haram.
Jenis Akad Pembiayaan Syariah
Salah satu perbedaan utama antara pembiayaan syariah dengan produk pinjaman pada umumnya adalah, adanya jenis akad atau kontrak yang bisa Anda pilih. Adapun jenis-jenis kontrak tersebut adalah:
1. Murabahah
Murabahah adalah jenis akad jual beli. Dalam hal ini, bank berperan sebagai penjual dan nasabah berperan sebagai pembeli. Dalam akad ini, bank wajib memberitahukan nominal harga asli barang dan nominal keuntungan yang akan mereka peroleh. Nasabah, selaku pembeli bisa memilih nominal dan jangka waktu cicilan dari opsi yang diberikan bank.
Misalnya dalam transaksi KPR. Dalam transaksi murabahah untuk KPR, bank akan membeli rumah yang diinginkan nasabah terlebih dahulu lalu menjualnya kembali kepada nasabah tersebut. Jadi, baik nasabah maupun bank akan sama-sama tahu nominal harga rumah dan nominal keuntungan bank.
2. Musyarakah
Dalam jenis akad ini, nasabah dan bank adalah mitra. Hanya saja, nasabah adalah mitra aktif dan bank adalah mitra pasif. Lembaga keuangan tersebut hanya meminjamkan modal, sementara nasabah mengelola modal tersebut. Baik keuntungan maupun kerugian yang diperoleh nasabah akan ditanggung oleh kedua belah pihak.
3. Mudharabah
Konsep pembiayaan syariah menggunakan akad ini nyaris sama dengan konsep yang sebelumnya (musyarakah). Bedanya terletak pada distribusi risiko. Dalam hal ini, nasabah selaku mitra pengelola menanggung semua risiko kerugian.
4. Ijarah
Jenis akad lain yang sering digunakan dalam transaksi pembiayaan syariah adalah ijarah atau akad sewa menyewa. Dalam akad ijarah biasa, nasabah hanya mendapatkan hak untuk menggunakan barang yang diinginkan. Namun, umumnya dalam layanan ini, jenis akad yang digunakan adalah ijarah muntahiya bittamlik.
Ijarah muntahiya bittamlik adalah mekanisme sewa menyewa, dimana nasabah harus membayar uang sewa setiap bulannya, tapi ketika masa kontrak berakhir, aset tersebut sepenuhnya menjadi milik nasabah.
5. Wakalah
Bank syariah juga memiliki mekanisme letter of credit (LoC). Dalam hal ini, jenis akad yang digunakan adalah akad wakalah atau pendelegasian. Bank dalam transaksi ini berperan sebagai wakil atau pihak yang mendapatkan mandat dari nasabah (importir) untuk membayar biaya impor terlebih dahulu ketika tanggal jatuh temponya tiba. Baru kemudian, nasabah (importir) wajib menggantinya.
Biasanya, akad yang digunakan dalam transaksi ini adalah Wakalah Bil Ujrah alias kontrak pendelegasian dengan upah. Oleh karena itu, pada tanggal yang ditentukan, nasabah tidak hanya harus membayar pokok utang, tetapi juga ujrah atau upah yang berhak diterima oleh bank.
6. Qardh
Secara bahasa, qardh adalah kata dari Bahasa Arab yang bermakna potongan. Secara istilah, istilah qardh sering dimaknai sebagai pinjaman yang harus dikembalikan kepada si pemberi pinjaman ketika si peminjam telah mampu. Namun berbeda pada transaksi utang piutang di bank konvensional, akad qardh tidak seharusnya ditujukan untuk mencari keuntungan, melainkan untuk tolong menolong.
Manfaat Pembiayaan Syariah
Manfaat utama dari adanya pembiayaan syariah adalah adanya alternatif pinjaman yang bebas riba dan bebas dari transaksi yang dilarang oleh Agama Islam. Bagi nasabah penyimpan, hal ini menandakan kalau tambahan uang yang mereka dapatkan setiap bulannya berasal dari keuntungan bisnis yang halal.
Bagi nasabah peminjam, adanya layanan ini adalah alternatif pilihan untuk mencari tambahan modal untuk bisnis atau memenuhi kebutuhan sehari-hari. Bagi bank dan lembaga keuangan lainnya, adanya pembiayaan syariah adalah bidang bisnis baru yang berpotensi dapat meningkatkan keuntungan.
Pembiayaan Syariah vs Pembiayaan Konvensional
Berikut ini beberapa perbedaan pembiayaan syariah dengan pembiayaan atau kredit konvensional:
- Dasar hukum. Pembiayaan syariah tidak hanya harus patuh pada Undang-Undang dan peraturan OJK, tetapi juga harus patuh pada Al Qur’an, Hadits dan fatwa ulama’ yang dalam hal ini adalah Majelis Ulama’ Indonesia (MUI).
- Pengawasan. Bank syariah juga tidak hanya diawasi oleh OJK, tetapi diawasi oleh Dewan Pengawas Syariah, yang notabene memiliki pengetahuan lebih di bidang keagamaan Islam.
- Jenis akad. Umumnya dalam kredit bank konvensional, Anda hanya akan ditawari jenis kredit sesuai kebutuhan. Namun dalam layanan ini, ada beberapa akad berbeda yang bisa Anda pilih sesuai dengan rinciannya masing-masing. Untuk pembelian rumah misalnya, tak jarang bank akan memberikan opsi pembelian rumah menggunakan beberapa akad di atas sekaligus.
- Orientasi pinjaman. Bunga adalah nominal uang yang harus dibayarkan oleh nasabah kepada bank “sebagai ganti” kesempatan atau peluang yang bisa dimanfaatkan oleh bank tersebut dengan menggunakan uang yang dipinjamkan. Dalam pembiayaan konvensional, bunga dan konsep time value of money adalah orientasi bank. Sementara itu, dalam pembiayaan syariah orientasi bank adalah meminjamkan atau menjual barang dan jasa untuk mencari keuntungan dengan tetap memperhatikan aspek tolong menolong. Jadi, keuntungan yang diperoleh bank bukan berupa bunga melainkan upah, margin bagi hasil dan laba penjualan.
Contoh Lembaga Pembiayaan Syariah
Saat ini fasilitas pembiayaan syariah bisa disalurkan oleh bank syariah, seperti Bank Syariah Indonesia (BSI), atau disalurkan oleh sebuah unit dari bank umum yang khusus menyediakan layanan ini. Unit tersebut dinamakan Unit Usaha Syariah (UUS). Tidak hanya disediakan oleh bank, layanan ini kini juga bisa diperoleh melalui lembaga keuangan lainnya, seperti perusahaan multifinance (leasing), koperasi syariah dan juga Baitul Maal wat Tamwil (BMT).