Seiring dengan perkembangan pasar modal syariah di Indonesia, berkembang pula berbagai efek yang didesain khusus sesuai dengan hukum syariah Islam. Salah satu instrumen investasi tersebut adalah sukuk.
Pengertian Sukuk
Secara bahasa sukuk berasal dari kosa kata Bahasa Arab “sakk” yang berarti dokumen. Secara istilah, sukuk adalah surat berharga komersial yang menunjukkan kepemilikan seseorang terhadap suatu aset atau proyek. Instrumen ini bisa diterbitkan oleh pemerintah maupun perusahaan.
Definisi sukuk menurut Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institutions (AAOIFI) adalah sertifikat bernilai sama yang merupakan bukti kepemilikan atas suatu aset, hak mendapatkan manfaat, berbagai jasa, kepemilikan atas proyek atau kegiatan investasi tertentu.
Sukuk pertama kali disetujui sebagai efek syariah pada Organisation of Islamic Cooperation (OIC) pada tahun 1988. Instrumen ini disebut-sebut sebagai alternatif dari surat utang biasa (obligasi). Hal ini mengingat bahwasanya riba atau pendapatan bunga dalam Islam tidak diperbolehkan dan ada banyak transaksi yang tidak diperbolehkan juga dalam hukum keagamaan ini.
Produk sukuk disusun sedemikian rupa, sehingga bisa memenuhi hukum syariah. Biasanya, produk yang didanai dengan sukuk merupakan produk yang bisa dilihat atau disentuh (tangible asset), sehingga pendapatan dari sukuk bisa dianggap sebagai uang sewa alih-alih pendapatan bunga.
Misalnya, sukuk ritel SR017 yang digunakan untuk membangun proyek infrastruktur pemerintah, seperti asrama haji Makassar, Jembatan Youtefa (Holtekamp) di Papua, IAIN Salatiga dan beberapa proyek lainnya. Dengan membeli sukuk ini, secara tidak langsung investor memiliki bagian modal atau aset di proyek-proyek tersebut, sehingga penyewa proyek yang dalam hal ini adalah pemerintah wajib membayar keuntungan sewa.
Pengertian Obligasi
Obligasi adalah surat berharga yang membuktikan bahwa sebuah perusahaan atau pemerintah memiliki utang ke pihak pemegang obligasi tersebut. Oleh karena itu, nama lain dari obligasi adalah surat utang.
Berbeda dengan surat utang yang Anda tulis untuk kawan Anda, surat utang yang satu ini bisa diperjualbelikan di pasar sekunder (aplikasi trading) dan bisa dijadikan agunan ke bank. Bedanya lagi, pemilik surat utang tersebut tidak hanya berhak atas pelunasan yang tepat waktu, tetapi juga berhak atas keuntungan tambahan berupa uang yang disebut kupon.
Mengapa demikian? Hal ini karena jika tidak meminjamkan uang kepada emiten, pemilik surat utang tersebut bisa menggunakan uangnya untuk keperluan lain. Selain itu, bunga juga berperan sebagai instrumen yang membuat investor tertarik untuk meminjamkan uangnya kepada emiten terkait.
Obligasi juga bisa diterbitkan oleh pemerintah maupun perusahaan. Perusahaan menerbitkan surat utang ini untuk menambah modalnya, sementara pemerintah menerbitkan obligasi negara tidak hanya untuk menambah modal, tetapi juga untuk mensukseskan berbagai kebijakan moneter, seperti mengendalikan inflasi dan suku bunga.
Contoh obligasi di Indonesia juga ada banyak mulai dari Surat Utang Negara (SUN) yang hanya bisa dibeli oleh investor institusi, sampai dengan Obligasi Ritel Indonesia (ORI) yang bisa dibeli oleh investor retail hanya dengan uang Rp1.000.000.
Perbedaan Sukuk dan Obligasi
1. Sifat Instrumen
Seperti yang telah disebutkan di atas, bahwasanya obligasi adalah surat bukti kepemilikan utang, sementara sukuk adalah surat bukti kepemilikan aset. Oleh sebab itu, sukuk umumnya digunakan untuk membiayai proyek-proyek yang memiliki bentuk fisik (tangible asset). Beda halnya dengan obligasi yang bisa dipakai untuk membiayai proyek yang fisiknya tidak nampak, seperti penanganan covid19.
2. Underlying asset
Perbedaan pada nomor 1 di atas membawa perbedaan lainnya antara sukuk dan obligasi. Supaya bisa dianggap sah, sukuk harus diterbitkan dengan adanya aset yang mendasari (underlying asset). Maka dari itu, tidak heran jika umumnya emiten atau pemerintah menjelaskan proyek-proyek apa saja yang akan didanai menggunakan uang yang terkumpul dari sukuk tersebut secara rinci.
3. Penerbit
Meskipun boleh diterbitkan oleh pemerintah maupun perusahaan, sukuk tidak bisa diterbitkan oleh sembarang perusahaan. Perusahaan yang menerbitkan instrumen ini tidak boleh merupakan perusahaan yang bergerak di bidang yang dilarang oleh syariat, seperti produsen bir, rokok (masih abu-abu) dan lainnya. Perusahaan yang menerbitkan sukuk juga bukan merupakan perusahaan yang sumber pendapatan utamanya berasal dari riba.
Menurut PP Nomor 56 tahun 2008 tentang Perusahaan Penerbit Surat Berharga Syariah Negara (SBSN), sukuk negara yang satu ini juga bisa diterbitkan oleh Special Purpose Vehicle (SPV) atau Special Purpose Company (SPC). SPV adalah perusahaan yang dibentuk oleh pemerintah khusus untuk menerbitkan dan menjadi wali amanat SBSN.
Perusahaan ini berbeda dengan perusahaan pada umumnya. Perbedaan tersebut adalah:
- Tidak berbadan hukum Perseroan Terbatas (PT), sehingga tidak tunduk kepada Undang-Undang Perseroan Terbatas.
- Hanya terdiri dari minimal 3 direktur dan tidak punya karyawan.
- SPV tidak berstatus sebagai BUMN, sehingga tidak tunduk terhadap UU BUMN.
Dilansir dari laman DJPPR Kementerian Keuangan, obligasi tidak bisa diterbitkan oleh Special Purpose Vehicle ini, sehingga hal ini menjadi salah satu perbedaan antara sukuk dan obligasi.
4. Penggunaan dana
Sejalan dengan bidang usaha di atas, dana yang terkumpul dari sukuk juga tidak boleh digunakan untuk berbagai hal yang dilarang oleh agama Islam, seperti membiayai proyek judi, jual beli produk yang dilarang agama dan lain sebagainya. Hal ini tentu saja berbeda dengan obligasi biasa.
Emiten memiliki hak sepenuhnya untuk menggunakan uang yang terkumpul dari surat utang tersebut untuk berbagai bidang usahanya, termasuk apabila bidang usaha tersebut tidak sesuai dengan syariat Islam.
5. Sumber keuntungan
Sama seperti obligasi, sukuk juga bisa dijual ke pasar sekunder dan mendapatkan keuntungan dari capital gain (selisih harga jual dan beli). Hanya saja, investor sukuk tidak mendapatkan kupon, melainkan imbal hasil dari margin yang telah disepakati.
Kupon boleh dibilang sama seperti pendapatan bunga, sementara imbal hasil sukuk adalah bagian dari keuntungan proyek yang disampaikan dalam bentuk persentase. Namun demikian, kupon dan imbal hasil obligasi dan sukuk sama-sama dipengaruhi oleh suku bunga.
6. Pengawasan
Sukuk adalah instrumen keuangan yang diawasi tidak hanya oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), tetapi juga oleh Dewan Pengawas Syariah dari Majelis Ulama’ Indonesia (MUI). Maka dari itu, biaya administrasi investasi sukuk juga harus dibayarkan kepada MUI. Hal ini berbeda dengan obligasi biasa, dimana yang mengawasi hanya OJK, sehingga biaya administrasinya hanya diberikan kepada lembaga tersebut.
7. Biaya pungutan
Semua instrumen investasi yang diawasi oleh OJK dikenai biaya pungutan oleh lembaga tersebut, termasuk obligasi dan sukuk. Untuk obligasi, besaran biaya pungutan ini adalah sebesar 0,05% dari nilai emisi dan maksimal Rp750.000.000. Adapun untuk sukuk, nilai maksimalnya hanya sebesar Rp150.000.000.
Sukuk adalah instrumen investasi yang cocok untuk Anda yang ingin berinvestasi pada instrumen pasar modal yang sesuai dengan hukum syariah tapi tetap menguntungkan.