Lompat ke konten
Daftar Isi

Apa itu Sistem Ekonomi Komando? Pengertian, Contoh, dan Cirinya

Sistem Ekonomi Komando

Sistem ekonomi adalah suatu sistem yang mengatur tata cara para pelaku ekonomi memutar roda perekonomian di suatu negara. Saat ini, ada beberapa jenis sistem ekonomi yang diterapkan oleh berbagai negara di dunia sesuai dengan kebutuhannya masing-masing, salah satu diantaranya adalah sistem ekonomi komando atau planned economy

Pengertian Sistem Ekonomi Komando

Sistem ekonomi komando adalah sistem ekonomi yang memungkinkan pemerintah untuk mengatur sebagian besar sumber daya produksi, level produksi dan harga di pasar. Dalam sistem ini, kepemilikan individu dan swasta relatif tidak diakui. Dalam beberapa literatur, sistem ini juga sering disebut dengan sistem ekonomi komunis. 

Dahulu, sistem ekonomi ini diterapkan oleh Uni Soviet dan negara-negara di Eropa Timur, namun saat ini negara-negara tersebut sudah memasukkan unsur kapitalisme di dalamnya dan sistem ini hanya diterapkan oleh segelintir negara saja, seperti Kuba dan Korea Utara. 

Sejarah Sistem Ekonomi Komando

Salah satu kekurangan sistem ekonomi kapitalis dan feodalisme adalah ketimpangan antara pemilik bisnis dan tuan tanah kalau dalam feodalisme dan masyarakat kelas pekerja. Hal inilah yang dilihat dan dikritisi oleh Karl Marx dan Friedrich Engels dalam bukunya yang berjudul The Communist Manifesto pada tahun 1848. 

Dalam buku tersebut, Marx dan Engels menekankan bahwa dalam sistem kapitalis, kaum proletar (pekerja) terus menerus dieksploitasi oleh kaum borjuis (orang kaya), sehingga perlu aturan seperti penghilangan hak-hak kekayaan individu, integrasi antara sektor agrikultur dan industri, ketentuan semua orang harus dipekerjakan (full employment), dan penghilangan pekerja anak. 

Teori dari Marx dan Engels ini kemudian diterapkan dalam tingkat tertentu oleh kaum Marxist yang menggulingkan Tsar di Rusia (dulu Uni Soviet) sejak revolusi Bolshevik pada tahun 1917. Dalam revolusi ini, kelas sosial seperti tuan tanah dihapuskan, semua sumber daya produksi menjadi milik pemerintah dan surplus tenaga kerja dialihkan ke industri manufaktur demi mengejar ketertinggalan Rusia saat itu dengan negara-negara Eropa lainnya. 

Selain di Uni Soviet, teori Marx dan Engels ini juga diterapkan di berbagai negara, seperti Kuba, China dan dulu sempat di Indonesia dengan berbagai tingkatan adaptasi. Namun karena berbagai kelemahannya, penerapan sistem ini di China boleh dibilang banyak dikurangi sejak tahun 1979, dan terbilang runtuh di Rusia sejak tahun 1991. 

Ciri-Ciri Sistem Ekonomi Komando

1. Pemerintah memegang kendali utama ekonomi

Di Rusia sebelum perang dunia ke-2 misalnya, tanah-tanah menjadi milik negara. Begitu pula dengan pabrik. Pemerintah negara tersebut mengelola sumber daya tersebut dengan mempekerjakan manajer. Pemerintah dan manajer akan berdiskusi mengenai jumlah target produksi yang harus dicapai demi memenuhi kebutuhan. Pemerintah juga bisa memerintahkan orang-orang yang tidak bekerja atau surplus tenaga kerja untuk pindah kerja ke sektor-sektor yang dianggap menguntungkan, terlepas dari bakat dan kemampuan orang-orang tersebut. 

2. Masyarakat tidak memiliki hak atas sumber daya ekonomi

Dalam kasus di China pada masa pemerintahan Mao Zedong, misalnya. Tanah-tanah pertanian yang sebelumnya dimiliki oleh individu atau tuan tanah diambil alih oleh negara dan dibagikan secara merata sesuai dengan data-data yang telah dikumpulkan sebelumnya. Petani-petani penggarap tersebut juga diminta untuk menyesuaikan jenis tanaman yang ditanam sesuai dengan kebutuhan pemerintah. 

3.Pemerintah mengatur harga barang dan jasa di pasar

Harga barang dan jasa, termasuk gaji pegawai semua ditentukan oleh pemerintah secara kaku. Jika Anda menyaksikan film Tetris yang tayang pada awal tahun 2023 lalu, terlihat bahwasanya penemu game ini tidak berhak menentukan harga jual. Harga jual game tersebut ditentukan oleh instansi pemerintah yang bertugas, sementara penemu game ini hanya mendapatkan sebagian kecil keuntungan.  

Kelebihan Sistem Ekonomi Komando

Meskipun kekurangannya membuat sistem ini runtuh, namun bukan berarti sistem ini tidak memiliki kelebihan. Berikut ini diantaranya:

1. Tingkat ketimpangan rendah

Dengan dihapusnya hak-hak kepemilikan pribadi, gaji dan pekerjaan yang diatur oleh pemerintah, maka tidak heran jika tingkat ketimpangan ekonomi relatif lebih rendah. Sederhananya, dengan sistem ini jika satu orang kelaparan, maka orang lain juga kelaparan. Hal ini tentu berbeda dengan pengakuan hak kepemilikan individu dalam sistem ekonomi kapitalis yang membuat jurang ketimpangan semakin besar.

2. Tidak ada pengangguran

Seperti yang telah disebutkan di atas, dalam sistem ini, jika ada orang yang tidak memiliki pekerjaan atau menganggur orang tersebut akan dialihkan ke sektor yang dirasa menguntungkan oleh pemerintah. Ini artinya, dalam sistem ekonomi ini pemerintah menjamin semua orang akan bekerja dan tidak ada atau minim pengangguran

3. Alokasi sumber daya menjadi lebih mudah untuk kepentingan nasional

Karena kekuatan pemerintah dalam sistem ini sangat besar, maka pemerintah dapat dengan lebih mudah mengorganisir sumber daya produksi di negaranya untuk kepentingan nasional. Pada masa perang dunia ke-2 dan perang dingin, seringkali kepentingan nasional ini berupa perlengkapan untuk perang maupun perlombaan ke luar angkasa, sehingga tidak heran jika ketika itu banyak sumber daya manusia yang dialokasikan untuk industri alat berat. 

Kritik Terhadap Sistem Ekonomi Komando

1. Masalah insentif

Dalam sistem ekonomi komando, harga dan gaji ditentukan oleh pemerintah dengan cukup rigid. Dalam konteks perusahaan, hal ini bisa berakibat karyawan dan manajer tidak memberikan usaha terbaik mereka untuk meningkatkan efisiensi atau mengontrol biaya.Sederhananya, toh seberapa keras pun usaha mereka bekerja, gaji mereka akan tetap sama. Akibatnya, proses produksi menjadi tidak efektif dan efisien, serta daya beli masyarakat jadi rendah. 

Hal ini juga menjadi fokus dalam pelayanan publik. Ketika seorang politisi atau petinggi partai mendapatkan bayaran yang tetap terlepas dari kontribusi mereka terhadap masyarakat, maka mau tidak mau cara mereka meningkatkan pendapatan adalah dengan mendekati atasan dan melakukan korupsi. Apalagi tidak ada pengawasan dan konsekuensi dari tindakan tersebut. 

2. Masalah informasi

Dalam sistem ini, semua keputusan ekonomi harus diputuskan oleh pemerintah pusat, sehingga pemerintah pusat harus menguasai informasi dari hal-hal besar, seperti utang negara hingga hal-hal terkecil seperti kapasitas lahan pertanian di suatu daerah. 

Akibatnya, bisa jadi tidak semua informasi penting dapat disampaikan atau kebijakan yang dihasilkan dari informasi tersebut kurang akurat atau bahkan gagal. Hal ini tentu berbeda dengan sistem ekonomi pasar dimana masing-masing produsen memiliki informasi secara mandiri dan mengelola informasi tersebut sesuai dengan kebutuhannya masing-masing. 

3. Masalah inefisiensi

Kurangnya insentif untuk masyarakat, serta adanya kendala informasi membuat sistem produksi dan konsumsi dalam ekonomi komando menjadi kurang efisien. Belum lagi masalah korupsi yang sering menggerogoti tubuh pemerintahan dengan sistem ini. Bahkan dalam beberapa kasus, sistem ekonomi ini membuat supply produk bahan pangan menipis, sehingga belasan juta orang diperkirakan meninggal akibat kelaparan.

Negara dengan Sistem Ekonomi Komando

Saat ini tidak ada negara yang menerapkan sistem ekonomi komando secara penuh sejak runtuhnya Uni Soviet pada tahun 1991. Namun, beberapa negara berikut ini sedikit banyak memiliki porsi pengaruh pemerintah yang lebih besar dibandingkan negara lainnya dan dikendalikan oleh partai komunis atau sosialis. 

1. China

Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwasanya China pernah menganut sistem ekonomi terpusat ini di bawah kepemimpinan Mao Zedong (1949-1976). Salah satu program dari Mao yang paling kontroversial adalah “The Great Leap Forward”. Dengan program ini, Mao berharap China berubah dari negara agraris menjadi negara industri terkemuka. 

Demi menciptakan cita-cita ini, tanah-tanah pertanian dikumpulkan dan dibagi rata menjadi tanah pertanian umum dan para petani diminta untuk menggarap tanah tersebut. Apabila ada kelebihan tenaga kerja, maka tenaga kerja tersebut akan dialokasikan pada sektor industri. 

Tidak hanya tanah yang dikuasai pemerintah, petani juga diminta menggunakan teknik pertanian yang diinstruksikan oleh pemerintah, termasuk menanam tanaman yang telah disetujui sebelumnya. 

Pemilihan bibit yang kurang sesuai, berbagai bencana alam serta banyaknya hama belalang yang menyerang tanaman membuat supply produk pertanian pada masa Mao menurun drastis. Akibatnya, diperkirakan jutaan penduduk meninggal karena kelaparan. Mengenai jumlah ini, peneliti bervariasi mulai dari jutaan “saja” hingga belasan juta orang. 

Mengetahui tantangan besar ini, Deng Xiaoping, presiden China sejak tahun 1979 perlahan-lahan mulai memasukkan unsur ekonomi pasar ke China, mulai dari pembentukan kawasan ekonomi khusus, masyarakat diberi keleluasaan untuk menanam tanaman apapun, dukungan kepada UMKM dan lain sebagainya. Akibatnya, hingga kini China menjadi salah satu kekuatan ekonomi terbesar di dunia. 

Namun demikian, bukan berarti China menjadi negara kapitalis. Saat ini, negara tersebut masih dikuasai oleh 1 partai politik saja dan pemerintah mengelola 90 perusahaan milik negara (semacam BUMN) yang mana dalam sistem ekonomi kapitalis, sebaiknya ditiadakan sama sekali. 

2. Vietnam

Apabila ada negara di Asia Tenggara yang menjadi pesaing Indonesia dalam menarik investasi asing, maka itu adalah Vietnam. Sama seperti China, hingga saat ini Vietnam juga hanya dikuasai oleh satu partai politik, yaitu Partai Komunis Vietnam, sehingga boleh dibilang kalau negara ini masih menganut ideologi komunis meskipun sudah memasukkan ekonomi pasar. 

Perubahan haluan ekonomi Vietnam dimulai pada tahun 1986. Sebelum perubahan ini, petani di Vietnam juga diminta untuk mengelola tanah milik negara dan keberadaan pemerintah dalam industri juga kuat dengan 12,000 lebih BUMN pada tahun 1989. 

Inefisiensi BUMN dan masalah pangan membuat pemerintah negara ini mulai membuka diri terhadap perdagangan dan investasi luar negeri. Pemerintah juga mengurangi jumlah BUMN hingga menjadi kurang dari 600 perusahaan pada tahun 2016. Selain itu, Vietnam juga memanfaatkan bonus demografinya untuk menyediakan tenaga kerja dengan gaji terjangkau dan memanfaatkan lokasinya yang strategis untuk kebutuhan rantai pasok internasional. 

Akibatnya meskipun secara politik negara ini masih dikuasai oleh partai komunis, namun secara ekonomi pertumbuhan ekonomi Vietnam berhasil naik drastis dari 3,8% pada tahun 1985 menjadi 8% pada tahun 2022. 

Kesimpulan

Sistem ekonomi komando membuat pemerintah mengelola semua sumber daya produksi. Namun demikian, apabila struktur sistem ekonomi ini tidak diperhatikan dan dikelola dengan baik, maka sistem ini justru dapat menurunkan kualitas hidup masyarakat dan bahkan menghancurkan sistem ekonomi itu sendiri.

Farichatul Chusna

Farichatul Chusna

Setelah lulus dari Ilmu Ekonomi Universitas Gadjah Mada, Farichatul Chusna aktif sebagai penulis artikel ekonomi, investasi, bisnis, dan keuangan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *