Lompat ke konten
Daftar Isi

Apa itu Yield Curve?

Yield curve

Ada banyak istilah dan pemahaman ekonomi yang perlu Anda pelajari dalam investasi. Meskipun acapkali susah dipahami, namun pemahaman terhadap istilah-istilah ekonomi tersebut penting untuk membantu Anda memaksimalkan hasil investasi yang Anda ingin dapatkan dan menghindari risiko yang tidak perlu. 

Salah satu istilah ekonomi dalam investasi, khususnya investasi obligasi, tersebut adalah yield curve atau kurva yield. Apa itu yield curve dan bagaimana kurva ini dapat mempengaruhi keputusan investasi dan mengapa apabila kurva ini dibalik menandakan resesi? Simak ulasannya berikut ini:

Pengertian Yield Curve

Sebelum memahami yield curve, ada baiknya Anda paham terlebih dahulu apa itu yield. Secara sederhana, yield adalah tingkat imbal hasil investasi setelah kupon dan harga obligasi disesuaikan. Sama seperti kupon, variabel ini juga disampaikan dalam bentuk persentase. 

Bedanya adalah, besaran kupon ditentukan oleh emiten penerbit obligasi terkait, sedangkan yield dihitung oleh investor sendiri atau oleh otoritas moneter (dalam skala internasional) dengan menjadikan kupon sebagai salah satu komponen dan perkiraan kenaikan harga aset tersebut sebagai komponen yang lain. Kurang lebih variabel ini diperoleh dengan rumus berikut:

Nominal Yield = (Total kupon tahunan / harga obligasi)Oleh sebab itu, jika harga obligasi turun, sementara kupon yang ditawarkan oleh emiten tetap, maka nominal yield akan meningkat, begitupun sebaliknya. Nominal yield yang diinginkan oleh investor tentunya akan berubah seiring dengan lamanya tanggal jatuh tempo obligasi tersebut. Gabungan dari perubahan yield yang diinginkan oleh investor selama beberapa tahun tersebut diwujudkan dalam sebuah kurva bernama kurva yield. Berikut ini gambarnya:

Gambar 1: Yield curve (Sumber: Wikipedia)
Gambar 1: Yield curve (Sumber: Wikipedia)

Yield curve adalah kurva yang menggambarkan hubungan antara yield dan jangka waktu obligasi. Gambar diatas dibaca sebagai semakin lama periode obligasi, maka semakin tinggi nilai yield atau total keuntungan yang diinginkan oleh investor. 

Hal ini dikarenakan beberapa hal, seperti:

  1. Investor tentu tidak ingin meminjamkan uangnya kepada emiten dalam jangka panjang apabila keuntungan yang ditawarkan tidak setimpal. Apalagi jika jumlah uang yang dipinjamkan ada banyak. 
  2. Adanya ketidakpastian dalam jangka panjang (5 tahun ke atas). 5 tahun lalu mungkin masyarakat Indonesia tidak akan memperkirakan kalau covid19 akan membuat ekonomi mandeg. Ketidakpastian seperti inilah yang dihindari oleh investor jangka panjang. 
  3. Adanya kemungkinan kenaikan risk free rate dalam jangka panjang. Risk free rate adalah tingkat suku bunga investasi rendah risiko, seperti deposito atau obligasi pemerintah. 

Oleh sebab itu, obligasi jangka panjang umumnya juga memiliki kupon yang besar, sehingga yield-nya besar juga.

Sebelum masuk kepada alasan mengapa kurva ini penting, Anda perlu memahami satu hal, yaitu tingkat kemiringan kurva di atas (gradien, koefisien) menggambarkan selisih nilai yield dalam beberapa tahun tersebut. Maka dari itu, yield curve yang landai (flat) dapat dimaknai sebagai tidak ada peningkatan yield yang relatif menguntungkan antara obligasi dengan jangka waktu 2 atau 3 tahun dengan obligasi berjangka waktu 10 tahun.

Jenis-Jenis Yield Curve

1. Normal yield curve

Seperti gambar di atas, normal yield curve menunjukkan yield yang lebih tinggi untuk obligasi dengan periode jatuh tempo yang lebih panjang. Secara tidak langsung, kurva ini menggambarkan bahwa investor memperkirakan kalau ekonomi negara terkait akan berkembang dalam beberapa tahun kedepan. 

2. Flattened yield curve

Flattened yield curve adalah kurva yield yang berbentuk datar. Hal ini secara tidak langsung menggambarkan bahwa dalam beberapa tahun kedepan, ekonomi sebuah negara tidak akan banyak berubah, sehingga tidak banyak perbedaan antara yield yang mereka inginkan dalam jangka pendek dan jangka panjang.

3. Inverted yield curve

Inverted yield curve atau kurva yield terbalik menggambarkan bahwa yield pada jangka pendek lebih tinggi dibandingkan yield pada jangka panjang. Hal ini bisa dipicu karena investor memperkirakan kalau dalam beberapa tahun kedepan, suku bunga acuan akan naik, sehingga kupon akan naik banyak orang akan beralih dari saham ke obligasi. Akibatnya, harga obligasi naik dan yield turun dalam jangka panjang.

Mengapa Yield Curve itu Penting? 

Secara garis besar, kurva ini penting karena dapat menjadi indikator yang bagus untuk memperkirakan pertumbuhan ekonomi dalam beberapa tahun kedepan. Menurut penulis, hal ini karena kurva ini mencakup ekspektasi dan tanggapan investor terhadap perubahan suku bunga acuan. 

Untuk memahami hal ini, Anda perlu ingat dua hal, yaitu:

  1. Kalau harga obligasi naik, maka yield turun. 
  2. Suku bunga acuan mempengaruhi kupon obligasi

Ketika suku bunga acuan rendah, ekonomi sedang ekspansif alias banyak pelaku ekonomi yang berani meminjam ke bank. Bagi investor, hal ini adalah saatnya mencari instrumen investasi yang menawarkan tingkat imbal hasil yang lebih tinggi dibandingkan obligasi, yaitu saham. 

Akibatnya, permintaan obligasi menurun dan harga obligasi-pun turun juga. Kalau harga obligasi turun, maka yield-nya naik. Jika investor memperkirakan hal ini akan terjadi dalam jangka panjang, maka kurva yield yang muncul adalah kurva normal. 

Namun, ada waktunya kegiatan ekonomi yang terlalu ekspansif akan membuat inflasi yang tajam. Untuk meredam inflasi, bank sentral akan meningkatkan suku bunga acuan. Peningkatan suku bunga acuan akan mengerem laju kegiatan ekonomi dan memaksa kupon obligasi yang baru terbit untuk lebih tinggi. 

Selain karena menawarkan keuntungan yang tinggi, obligasi (khususnya obligasi negara) juga merupakan instrumen yang lebih aman dibandingkan saham, akibatnya investor beralih dari saham ke obligasi negara. Permintaan obligasi negara yang tinggi, akan membuat harganya naik. Kalau harganya naik, maka yield-nya akan turun. Jika investor memperkirakan kenaikan tajam pada harga barang-barang (inflasi) dan suku bunga acuan ini akan terjadi dalam jangka panjang, maka kurva yield yang muncul adalah inverted yield curve.

Maka dari itu, tidak heran kalau kurva terbalik ini disebut-sebut sebagai indikator yang mampu memprediksi terjadinya resesi. Hal ini dibuktikan oleh pemberitaan CNBC Amerika Serikat pada tahun 2018 lalu. Menurut pemberitaan tersebut, munculnya  inverted yield curve dalam 50 tahun terakhir beberapa kali tepat memprediksi akan adanya resesi di negeri Paman Sam tersebut. Meskipun tidak terjadi serta merta setelah kurva tersebut muncul, namun hal ini membuktikan bahwa indikator yang satu ini memang penting untuk diperhatikan. 

Meskipun kurva yield merupakan indikator yang penting untuk memperkirakan ekonomi dalam beberapa tahun kedepan, namun indikator yang satu ini tetap harus dibarengi dengan analisis terhadap indikator ekonomi yang lain, seperti inflasi, suku bunga acuan, pertumbuhan ekonomi dan lain sebagainya. Sebab, dengan perkembangan teknologi saat ini, kurva ini juga akan berubah dengan cepat seiring dengan perubahan ekspektasi investor terhadap kondisi ekonomi yang sedang berlangsung.

Farichatul Chusna

Farichatul Chusna

Setelah lulus dari Ilmu Ekonomi Universitas Gadjah Mada, Farichatul Chusna aktif sebagai penulis artikel ekonomi, investasi, bisnis, dan keuangan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *