Rumah adalah salah satu aset dengan nilai paling besar yang dimiliki oleh manusia. Rumah atau tempat tinggal juga merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia, khususnya manusia yang sudah memiliki keluarga sendiri. Sebab tidak jarang, tinggal bersama mertua atau orang tua di rumah justru akan menimbulkan konflik yang tidak perlu, sehingga banyak pasangan yang menilai perlu punya rumah sendiri.
Tidak hanya ratusan juta, satu unit rumah kini bisa dipatok dengan harga miliaran rupiah, khususnya yang terletak di daerah perkotaan. Dengan harga semahal ini, maka tidak heran jika generasi muda baik itu generasi milenial maupun generasi Z susah untuk membeli rumah. Berikut ini 7 alasan kenapa milenial susah beli rumah:
Alasan Gen Z dan Milenial Susah Beli Rumah
1. Kenaikan harga properti lebih besar dibandingkan dengan kenaikan gaji
Menurut hasil Survei Harga Properti Residensial (SHPR) Bank Indonesia, harga rumah naik sekitar 1,96% secara YoY pada triwulan 3 tahun 2023 (September). Persentase kenaikan harga rumah ini memang relatif lebih kecil dibandingkan dengan persentase kenaikan UMP yang rata-rata mencapai 7,16% (Bisnis), namun apabila mempertimbangkan nilai beli rumah yang besar, serta berbagai kebutuhan lainnya, kenaikan harga hunian ini tetap tidak tercapai.
Misalnya, Anda mengincar rumah dengan harga Rp150.000.000 pada September 2022. Dengan kenaikan 1,96% dalam satu tahun, harga rumah tersebut menjadi Rp152.940.000. Ini artinya, dalam 1 tahun pendapatan bulanan Anda harus naik sebesar Rp245.000. Nah, Anda tinggal di Yogyakarta dengan kenaikan UMK dari Rp2.324.775,50 menjadi Rp2.492.997.00 atau 7,24% sekitar Rp168.222. Secara persentase, kenaikan harga hunian memang lebih rendah, tapi secara nominal, kenaikan harga rumah yang sebesar Rp245.000 masih lebih besar dibandingkan dengan kenaikan gaji sebesar Rp168.222.
2. Inflasi
Tidak hanya kenaikan harga properti secara khusus, kenaikan harga barang-barang secara umum (inflasi) juga membuat milenial susah beli rumah. Menurut laporan Bank Indonesia, inflasi tahunan negeri ini pada tahun 2023 mencapai 2,61% (Bank Indonesia). Sederhananya, hal ini berarti jika harga beras pada tahun 2022 sebesar Rp12.000 per kg, maka pada akhir tahun 2023, harganya naik menjadi sekitar Rp12.500 per kg.
Meskipun tampak kecil, tapi kenaikan ini tidak hanya terjadi pada beras saja, melainkan juga pada bahan pokok lainnya, seperti telur, mie instan, ikan dan lain-lain. Akibatnya, jumlah kenaikan gaji atau pendapatan bulanan yang bisa disimpan untuk membeli hunian juga semakin kecil.
3. Gaya hidup
Tidak bisa dipungkiri kalau gaya hidup generasi milenial dan gen z juga mempengaruhi daya beli generasi ini untuk membeli rumah.Pergeseran gaya hidup ini seperti, kecenderungan milenial dan gen z untuk “healing” atau berlibur ke luar daerah, membeli barang-barang yang tidak diperlukan hingga keinginan untuk langganan layanan premium, seperti YouTube Premium atau Spotify Premium. Hal ini tentunya akan membuat kemampuan mereka untuk membeli hunian sendiri semakin kecil lagi.
4. Menjadi sandwich generation
Permasalahan lain yang dihadapi oleh generasi milenial dan generasi Z saat ini adalah mereka seringkali tidak hanya harus menghidupi dirinya sendiri, tetapi juga anak-anak mereka dan orang tua mereka yang sudah pensiun. Bahkan tidak jarang, generasi milenial dan Z yang menjadi anak pertama juga harus membantu membiayai adik-adiknya.
Kondisi ini membuat mereka semakin susah untuk menabung demi membeli rumah. Misalnya, dengan gaji kayak Rp10.000.000 per bulan saja, ada Rp2.0000.000 yang harus dikirim ke rumah dan Rp1.000.000 untuk biaya sekolah adik. Belum lagi biaya kebutuhan sehari-hari di perantauan. Tentu jumlah uang yang ditabung tidak akan cukup untuk membeli atau bahkan mencicil rumah.
5. Pengaruh lokasi
Dalam membeli sebuah hunian, faktor lokasi adalah faktor yang penting. Biasanya, masyarakat cenderung memilih rumah yang dekat dengan tempat kerja mereka dan berbagai fasilitas umum. Akibatnya, harga rumah di daerah-daerah seperti ini cenderung mahal.
Rumah subsidi dari pemerintah pun meskipun lebih terjangkau, biasanya lokasinya cukup jauh dari pusat kota dan keramaian. Oleh karena itu, opsi yang ada ada dua yaitu membeli rumah mahal tapi dekat kantor atau membeli rumah murah tapi jauh dari kantor dan ada biaya yang harus dikeluarkan untuk transportasi.
Selain 5 faktor di atas, ada juga milenial dan gen Z yang memilih untuk tidak membeli hunian. Hal ini bisa terjadi karena beberapa faktor, seperti belum siap untuk tinggal menetap, memilih sewa karena biaya sewa rumah bisa lebih masuk akal atau tinggal di rumah orang tua.
Tips Membeli Rumah Sendiri
1. Cek kondisi finansial dan buat skala prioritas
Tips punya rumah sendiri yang pertama adalah dengan mengecek kondisi finansial dan membuat skala prioritas terkini. Hal ini bertujuan untuk mengetahui apakah Anda memang perlu punya rumah sendiri atau tidak dan kalaupun perlu, kira-kira rumah tersebut dimana lokasinya dan berapa uang yang harus dikumpulkan untuk membelinya.
2. Pilih rumah kecil terlebih dahulu
Untuk dikatakan memiliki rumah yang layak, Anda tidak harus memiliki rumah yang besar. Jika anggaran Anda memang hanya mencukupi untuk membeli atau membangun rumah kecil di dalam gang, maka Anda tetap bisa dikatakan sudah memiliki rumah asalahkan rumah tersebut bisa melindungi Anda dan keluarga dari terik dan hujan.
Baru setelah ada dana tambahan, Anda bisa memperluas rumah tersebut. Selain itu, Anda juga bisa menjualnya dan menggunakan hasilnya untuk membeli rumah baru yang lebih luas.
3. Pastikan cicilan tidak lebih dari 30% pendapatan
Jika Anda memilih untuk mengambil KPR, pastikan cicilan KPR tersebut tidak lebih besar dari 30% pendapatan. Misalnya, pendapatan Anda dan pasangan total adalah sebesar Rp12.000.000 per bulan, maka maksimal cicilan KPR adalah sebesar Rp4.000.000.
4. Tidak menggunakan seluruh limit DP
Tips lain yang masih terkait dengan KPR adalah tidak menggunakan seluruh uang yang Anda miliki untuk memaksimalkan DP. Misalnya, Anda memiliki tabungan senilai Rp30.000.000, maka pastikan Anda memilih rumah yang hanya memiliki DP sebesar Rp20.000.000 saja, sementara Rp10.000.000 sisanya bisa Anda investasikan pada instrumen rendah risiko, seperti deposito atau reksa dana pasar uang (RDPU). Bunga dari deposito dan RDPU ini kemudian bisa Anda gunakan untuk membantu membayar cicilan.
5. Menabung dan berinvestasi sejak dini
Biasanya, orang mulai memikirkan untuk membeli rumah setelah menikah. Padahal, mempersiapkan dana untuk rumah lebih baik dimulai sejak sebelum menikah. Sebab, keperluan setelah pernikahan biasanya akan jauh lebih banyak dibandingkan dengan kebutuhan saat masih single. Oleh karena itu, siapkan dana untuk membeli atau membangun rumah Anda sendiri sejak dini.