Lompat ke konten
Daftar Isi

Strategi Buy On Weakness, Sell on Strength

Buy On Weakness, Sell on Strength

Keuntungan atau profit adalah selisih antara harga beli sebuah instrumen investasi dan harga jualnya. Semakin tinggi nilai selisih tersebut, maka semakin besar pula nilai keuntungan yang diperoleh. 

Maka dari itu, tidak heran jika investor yang mengambil posisi long (bukan short selling), sebaiknya membeli instrumen investasi ketika harganya sedang rendah (buy on weakness) dan menjualnya kembali setelah harganya naik (sell on strength). 

Mengenal ​​Strategi Buy On Weakness, Sell on Strength

Seperti yang telah disinggung di atas, buy on weakness (BOW) adalah strategi membeli saham atau instrumen investasi lainnya ketika harganya sedang rendah. Biasanya, trader atau investor mengambil posisi ini ketika harga sebuah aset sedang mengalami tren penurunan (downtrend) tapi berpotensi rebound. 

Adapun sell on strength (SOS) adalah strategi menjual kembali instrumen investasi tersebut ketika harganya sedang naik. Karena harga sebuah instrumen investasi berpotensi untuk berbalik turun lagi (bearish reversal), maka trader atau investor dituntut untuk berhasil menjual aset tersebut ketika harganya masih dalam posisi naik. 

Contoh Kasus

Contoh kasus sederhana dari penerapan strategi ini misalnya, Anda membeli saham BBCA pada Bulan Juni 2022 ketika harga saham bank tersebut berada di harga terendahnya selama 1 tahun terakhir, yaitu Rp7.250 per lembar (buy on weakness).  

Sell on strength (SOS) terjadi ketika Anda menjual saham bank tersebut kembali ketika harganya mencapai Rp8.775 per lembar. Ini artinya, untuk 1 lembar saham BBCA, Anda akan mendapatkan untung Rp1.550, sedangkan untuk 1 lot bisa untung Rp155.000, lumayan bukan?

Meskipun hasilnya lumayan, namun penerapan strategi ini memiliki beberapa tantangan, yaitu:

  1. Trader tidak bisa memperkirakan pergerakan harga instrumen dengan benar-benar akurat. Harga instrumen tersebut bisa jadi tetap menurun meskipun telah mencapai garis support (true breakout). Sebaliknya, meskipun trader telah memperkirakan titik resistance, bisa jadi pergerakan harga instrumen tersebut tidak bisa dengan cepat meraih titik tersebut. Bahkan, bisa jadi sebelum mencapai titik itu, harga mengalami pembalikan. 
  2. Godaan FOMOFear of missing out (FOMO) adalah masalah yang harus dihindari jika Anda ingin mengambil strategi ini. Sebab, bisa jadi Anda sudah ingin menggunakan strategi SOS namun tidak jadi menjualnya hanya karena melihat trader lain banyak melakukan pembelian. Sama halnya ketika membeli instrumen ketika harganya sedang turun, FOMO juga harus dihindari supaya Anda tidak salah membeli instrumen. 

Cara Menggunakan Strategi Buy On Weakness, Sell on Strength

1. Menentukan garis support dan resistance

Garis support adalah garis yang menghubungkan titik-titik harga terendah sebuah instrumen investasi, sementara garis resistance adalah garis yang menghubungkan titik-titik harga tertinggi sebuah instrumen investasi tersebut.

Kedua garis ini bisa dibuat dengan berbagai cara. Anda bisa membuatnya sekedar dengan menghubungkan titik-titik harga pada periode waktu tertentu atau menggunakan indikator teknis, seperti Fibonacci Retracement atau Bollinger Band. 

Kedua garis ini memegang peranan penting untuk menentukan entry point (ketika harga instrumen tersebut sedang turun) dan menentukan exit point ketika harganya sedang naik. Oleh sebab itu, sebaiknya Anda memasang kedua garis ini sebelum menggunakan strategi buy on weakness dan sell on strength. 

2. Menentukan level stop loss dan take profit

Salah satu hal penting yang harus dilakukan sebelum menggunakan strategi ini adalah menentukan level stop loss dan take profit. Untuk menentukan hal ini, Anda bisa menggunakan mekanisme fixed reward and ratio, fibonacci retracement maupun indikator teknis lainnya. 

Menentukan level stop loss dan take profit penting supaya Anda tahu kapan harus berhenti memiliki instrumen investasi tersebut. Stop loss membantu Anda untuk mencegah kerugian yang lebih dalam apabila ternyata harga aset turun lagi bahkan setelah Anda membelinya. Adapun take profit berguna untuk membantu Anda terhindar dari sikap FOMO ketika harga menembus level resistance.  

3. Mengamati trend harga pada jangka yang lebih panjang

Trend harga sebuah aset terbagi menjadi 3 klasifikasi, yaitu bullish trend, bearish trend dan sideways. Jika ingin menggunakan strategi ini, maka sebaiknya Anda memilih aset yang sedang mengalami bullish trend dalam jangka menengah hingga jangka panjang. Sebab, menggunakan strategi buy on weakness dan sell on strength pada trend kenaikan harga memiliki resiko yang relatif lebih rendah. 

Sebaliknya, menerapkan strategi ini ketika pasar sedang bearish merupakan tindakan yang berisiko tinggi. Sebab, trend penurunan harga yang kuat bisa jadi membuat harga turun menembus level support-nya. Lalu, bagaimana dengan trend sideways? Well, menggunakan strategi ini ketika pasar sedang sideways juga berisiko tinggi, sebab trader tidak bisa memperkirakan potensi arah pergerakan harga selanjutnya. 

4. Memilih instrumen investasi yang tepat

Sebelum menggunakan strategi ini, sebaiknya Anda juga menentukan instrumen investasi yang tepat terlebih dahulu. Jika Anda memilih saham misalnya, pastikan harga saham tersebut sedang menurun namun secara fundamental saham tersebut diterbitkan oleh perusahaan bagus, sehingga cepat atau lambat, harganya akan naik lagi. 

5. Awas terhadap potensi reversal

Trader yang menggunakan strategi ini juga diminta untuk lebih awas terhadap potensi pembalikan harga (reversal). Seperti yang telah disinggung di atas, hal ini penting sebab ada kemungkinan harga aset tersebut tidak akan mencapai titik harga take profit yang diinginkan karena keburu turun lagi. 

Untuk mencegah hal ini, Anda bisa menggunakan berbagai indikator teknis atau bisa juga menggunakan tanda-tanda yang ada pada candlestick. Tanda-tanda pembalikan dari bullish ke bearish (bearish reversal) pada candlestick tersebut seperti munculnya candlestick evening star, bullish harami, bearish engulfing dan lain sebagainya. Walaupun pola candlestick tersebut tidak 100% akurat, namun ada baiknya jika Anda waspada. 

6. Menggunakan market order

Market order adalah jenis eksekusi transaksi jual beli instrumen investasi menggunakan harga pasar yang berlaku. Jenis eksekusi ini cocok untuk Anda yang ingin menjual atau mendapatkan instrumen investasi tertentu dengan cepat. Menggunakan menu ini pada saat Anda menerapkan strategi buy on weakness, sell on strength memungkinkan Anda untuk membeli sebuah saham atau efek lainnya dengan harga semurah mungkin dan menjualnya secepat mungkin sebelum harga aset tersebut berbalik turun. Tentu hal ini akan menguntungkan Anda, apalagi biasanya biaya administrasi untuk menerapkan jenis eksekusi ini relatif lebih rendah dibandingkan dengan jenis eksekusi lain.

Farichatul Chusna

Farichatul Chusna

Setelah lulus dari Ilmu Ekonomi Universitas Gadjah Mada, Farichatul Chusna aktif sebagai penulis artikel ekonomi, investasi, bisnis, dan keuangan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *