Lompat ke konten
Daftar Isi

Exit Strategy: Pengertian, Jenis, dan Metodenya dalam Bisnis

exit strategy

Tahukah Anda kalau salah satu pendiri Tokopedia, William Tanuwijaya kembali menjual sahamnya atas perusahaan ini pada Desember tahun 2023 lalu? Diberitakan oleh Bisnis, William menjual 764,6 juta lembar saham milikinya atau setara 0,06% dari jumlah saham Goto. Dengan ini, kepemilikan William atas saham Goto turun dari 1,72% menjadi 1,66%. 

Tindakan yang dilakukan oleh William ini merupakan salah satu contoh exit strategy dalam bisnis. William bukan satu-satunya pendiri startup yang menjual saham miliknya begitu perusahaan yang didirikannya sudah besar. Beberapa founder startup juga keluar dari perusahaan lamanya untuk mendirikan bisnis baru lagi. 

Meskipun memiliki makna yang terkesan negatif, namun pada dasarnya exit strategy dalam bisnis adalah hal yang penting untuk dipikirkan sejak dini bahkan sejak perusahaan yang Anda dirikan menjadi besar. Mengapa demikian? Simak selengkapnya berikut ini:

Pengertian Exit Strategy dalam Bisnis

Menurut Corporate Financial Institute, exit strategy dalam bisnis adalah rencana yang disusun oleh seorang entrepreneur untuk mengubah kepemilikan perusahaan dari dirinya selaku pendiri kepada investor maupun perusahaan lain yang lebih besar.

Apabila dilakukan dengan tepat, strategi ini juga bisa mendatangkan pendapatan untuk pendiri. Misalnya, modal awal yang dikeluarkan oleh pendiri untuk mendirikan suatu perusahaan adalah sebesar Rp10.000.000. Lambat laun valuasi perusahaan tersebut meningkat hingga menjadi Rp1.000.000.000. Dengan menjual perusahaan tersebut kepada orang atau investor lain, maka ini artinya secara moneter pendiri tersebut mendapatkan untung hingga Rp990.000.000. 

Manfaat Exit Strategy bagi Bisnis

Exit strategy ini penting untuk disusun oleh seorang entrepreneur sejak dini karena:

  1. Entrepreneur tersebut tentunya tidak bisa mengelola bisnis selamanya. Pasti akan tiba waktunya dia harus meninggalkan kursi kepemimpinan dan mengalihkannya kepada orang lain, baik itu keluarga maupun bukan. 
  2. Memastikan efisiensi kepemimpinan bisnis. Sederhananya, apabila pendiri sebuah perusahaan sudah beranjak tua, tentunya harus ada sosok yang lebih muda dan inovatif untuk mengelola bisnis tersebut dengan efisien supaya perusahaan tetap relevan dengan perubahan zaman. 
  3. Membantu menentukan arah bisnis sejak dini. Misalnya, Anda ingin perusahaan yang Anda dirikan menjadi perusahaan keluarga. Jika demikian, tentunya Anda harus mempersiapkan generasi pimpinan perusahaan sejak dini. 
  4. Mencegah kebangkrutan.

Bagi pendiri, kebijakan ini juga bermanfaat supaya dia bisa menikmati hari-hari tua atau mendirikan bisnis baru yang lebih bermanfaat untuknya dan masyarakat dibandingkan dengan perusahaan lama. 

Jenis-jenis Exit Strategy 

Berikut ini beberapa jenis exit strategy:

  1. Bangkrut/pailit. Bangkrut atau pailit juga termasuk jenis exit strategy dalam bisnis meskipun pada dasarnya tentu tidak diinginkan oleh pengusaha manapun. Dalam kasus seperti ini tidak hanya founder yang dipaksa untuk keluar dari perusahaan, tetapi juga perusahaan tersebut harus keluar dari pasar. 
  2. Management buyout (MBO). MBO adalah tindakan pembelian saham pemilik atau pendiri sebuah perusahaan oleh manajemen perusahaan tersebut. Misalnya para direktur membeli saham perusahaan dari owner atau pendiri. Biasanya, manajemen ini tidak hanya menggunakan dana pribadi untuk membeli saham perusahaan tersebut, melainkan juga menggunakan dana pinjaman. Oleh sebab itu, tidak heran jika management buyout seringkali juga disebut sebagai salah satu jenis leverage buyout.
  3. Merger dan akuisisi. Merger dan akuisisi adalah salah satu contoh exit strategy yang paling terkenal. Dalam merger, ada dua perusahaan yang bergabung menjadi satu, sementara akuisisi adalah tindakan pembelian sebuah perusahaan oleh perusahaan lain yang lebih besar. Biasanya, merger dan akuisisi diikuti dengan penyesuaian manajerial, termasuk bangku kepemimpinan dan kepemilikan perusahaan. 

GOTO adalah salah satu contoh perusahaan hasil merger dua startup besar. Tidak hanya itu, GOTO juga beberapa kali mengakuisisi startup lain yang memiliki valuasi lebih kecil, seperti Moka. 

  1. Initial public offering (IPO). IPO juga merupakan salah satu exit strategy dalam bisnis yang terkenal. IPO berarti saham sebuah perusahan bisa diperjualbelikan secara legal oleh investor publik di Bursa Efek Indonesia (BEI). Dengan cara ini, pendiri yang awalnya memiliki banyak saham di perusahaan tersebut bisa secara perlahan-lahan menjual saham tersebut kepada investor publik.  

Menurut beberapa sumber, mewariskan bisnis kepada anak atau cucu juga termasuk ke dalam exit strategy yang bisa dilakukan oleh pendiri sebuah perusahaan, khususnya apabila dia ingin perusahaan yang didirikannya menjadi milik keluarga.

Apa yang Perlu Dipertimbangkan Sebelum Melakukan Exit Strategy?

Tidak semua jenis exit strategy cocok untuk sebuah bisnis. Bahkan ada founder yang membeli kembali sebagian besar atau semua saham perusahaan yang didirikannya setelah IPO karena merasa ternyata exit strategy IPO kurang cocok untuk perusahaannya. Oleh karena itu, terdapat beberapa hal yang harus dipertimbangkan dalam menyusun exit strategy, yaitu:

1. Tujuan

Apakah Anda mendirikan sebuah bisnis hanya semata-mata untuk keuntungan atau untuk diwariskan kepada keluarga? Jika Anda ingin tujuan kedua, tentunya perusahaan tidak akan melakukan exit strategy dengan cara menjual semua sahamnya kepada publik. Sebagian besar saham akan tetap diwariskan kepada keturunan dari pendiri perusahaan tersebut.

Contoh dari bisnis keluarga seperti ini adalah Gudang Garam Group. Meskipun sebagian saham GGRM bisa dibeli di Bursa Efek Indonesia, namun mayoritas saham perusahaan ini masih dimiliki oleh keluarga pendirinya, yaitu Keluarga Wonowidjojo. 

2. Jangka waktu

Melakukan exit strategy membutuhkan waktu yang cukup lama, termasuk jika pendiri perusahaan tersebut menggunakan tim ahli. Untuk IPO misalnya, perusahaan perlu menggunakan jasa underwriter dan profesi penunjang lainnya, mengurus dokumen ke OJK dan BEI, melakukan proses bookbuilding dan masih banyak lainnya. Maka dari itu, tidak heran jika banyak startup yang sempat dicanangkan akan IPO pada tahun 2021, namun hingga kini belum terlaksana. 

3. Kondisi pasar

Founder juga perlu mengamati kondisi pasar sebelum memutuskan untuk menjual saham miliknya di perusahaan tersebut. Hal ini penting sebab, supaya founder tersebut tidak hanya mendapatkan keuntungan, tetapi juga bisa mendapatkan pembeli saham yang sesuai. 

Hal ini khususnya jika founder tersebut ingin menjual kepemilikannya kepada perusahaan investasi atau perusahaan yang lebih besar. Karena kedua perusahaan ini tentunya tidak akan membeli bisnis tersebut apabila kondisi pasar sedang tidak memungkinkan.

Farichatul Chusna

Farichatul Chusna

Setelah lulus dari Ilmu Ekonomi Universitas Gadjah Mada, Farichatul Chusna aktif sebagai penulis artikel ekonomi, investasi, bisnis, dan keuangan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *