Lompat ke konten
Daftar Isi

Apa itu Leveraged Buyout (LBO)?

leverage buyout

Ketika ingin mengakuisisi sebuah perusahaan atau membuat bisnis baru, sebuah perusahaan bisa menggunakan dua sumber pendanaan, yaitu modal (saham atau ekuitas) dan utang. Setiap sumber modal, memiliki risiko dan biaya sendiri yang disebut dengan cost of capital. Oleh karena itu, hal ini harus dilakukan dengan mempertimbangkan risiko dan biaya ini secara hati-hati. 

Ada kalanya proses akuisisi perusahaan dilakukan dengan menggunakan saham atau modal dengan rasio yang lebih banyak dibandingkan dengan menggunakan utang. Sebaliknya, ada juga perusahaan yang karena sangat ingin mengakuisisi bisnis lainnya rela berhutang dulu untuk memenuhi harga perolehan. Tindakan perusahaan yang mengakuisisi bisnis lain dengan cara berhutang inilah yang disebut dengan leveraged buyout atau LBO. 

Pengertian Leveraged Buyout

Leveraged buyout adalah kebijakan akuisisi perusahaan lain menggunakan dana pinjaman sebagai sumber pendanaan utamanya. Alih-alih hanya 60% utang 40% saham, rasio utang dibanding saham dalam leverage buyout adalah 90% banding 10% atau 100% banding 0%. 

Misalnya untuk mengakuisisi PT B, PT A membutuhkan dana sebesar Rp2.000.000.000 (dua miliar rupiah). Dengan LBO, PT A hanya mengeluarkan Rp 200.000.000 (dua ratus juta rupiah) dari saham atau modal mereka, sementara 1,8 miliar sisanya menggunakan dana pinjaman dari bank. 

Karena nominal pinjaman yang besar, maka tidak heran jika bank atau instansi keuangan lainnya membutuhkan aset sebagai jaminan. Nah, dalam proses LBO ini, acap kali baik aset perusahaan yang diakuisisi maupun yang mengakuisisi akan dijadikan sebagai agunan pinjaman. 

Selain pinjaman dari bank, sumber dari leverage buyout adalah obligasi atau surat utang. Obligasi atau surat utang yang diterbitkan demi tercapainya tujuan ini seringkali tidak masuk dalam kategori investment grade (rating obligasi yang baik) dan bahkan termasuk ke dalam obligasi sampah. 

Tujuan Leveraged Buyout

LBO seringkali diimplementasikan untuk mencapai 3 tujuan, yaitu:

  1. Membuat perusahaan publik (emiten di bursa) menjadi private. Untuk kembali menjadi private, sebuah perusahaan publik atau perlu membeli kembali saham mereka (stock buyback). Biasanya, investor akan mau menjual saham yang mereka miliki kembali ke perusahaan dengan harga yang lebih tinggi. Akibatnya, perusahaan membutuhkan dana yang besar untuk menjalankan program ini. 
  2. Membuat spin-off. Spin-off adalah kebijakan sebuah perusahaan untuk mendirikan entitas perusahaan baru untuk divisi bisnisya. Entitas baru ini didirikan karena perusahaan merasa kalau divisi ini akan bekerja dengan lebih baik jika menjadi entitas terpisah. Dalam pembuatan spin-off ini, sebuah perusahaan bisa mendistribusikan sahamnya atau menukar saham investor dengan saham entitas baru tersebut tentunya dengan nilai yang lebih tinggi. 
  3. Pemindahan hak kepemilikan aset biasa. Misalnya, sebuah UMKM yang berkembang membeli bisnis UMKM lainnya dengan menggunakan utang ke bank. 

Dari segi keuangan, pendanaan menggunakan LBO lebih diminati oleh perusahaan karena dianggap memiliki cost of capital atau biaya modal yang lebih rendah dibandingkan jika menggunakan saham. Hal ini karena pembayaran kupon atau bunga pinjaman umumnya akan mengurangi kewajiban perusahaan untuk membayar pajak, sementara pembayaran dividen saham tidak. 

Jenis Leveraged Buyout

Leverage buyout bisa terjadi dalam berbagai bentuk. Di antaranya adalah:

1. Management buyout

Management buyout akan terjadi jika manajemen sebuah perusahaan mengambil alih kepemilikan perusahaan tempat mereka bekerja. Hal ini bisa terjadi karena beberapa hal, seperti pemilik sebelumnya melepas kepemilikan, atau manajemen melihat potensi bisnis yang tidak dilihat oleh pemilik bisnis tersebut. 

Pihak manajemen umumnya tidak memiliki dana yang cukup untuk mengambil alih perusahaan secara keseluruhan. Maka dari itu, pinjaman dari pihak ketiga dibutuhkan. Jenis lain yang mirip dengan management buyout adalah management buy in,  dimana manajemen perusahaan pengakuisisi mengambil alih manajemen perusahaan yang diakuisisi. 

2. Secondary and tertiary buyout

Secondary buyout adalah tipe buyout yang dilakukan oleh pihak ketiga sebagai penjual maupun pembeli. Pihak ketiga ini bisa merupakan seorang financial sponsor,  bank, private equity,  maupun lembaga keuangan lain. Proses ini terjadi karena lembaga keuangan yang menjual perusahaan tersebut merasa bahwa IPO, penjualan ke mitra strategis atau tipe exit plan yang lain kurang realistis dibandingkan dengan LBO.

Kelebihan dan Risiko Leveraged Buyout 

Kelebihan

  1. Kontrol yang lebih baik. Apabila LBO ditujukan untuk delisting secara sukarela dari bursa (going private), maka keuntungannya adalah manajemen perusahaan bisa mendapatkan kontrol penuh atas kinerja perusahaan tersebut. Hal ini tentu akan lebih susah diperoleh apabila tetap menjadi perusahaan publik, sebab dalam mekanisme bursa, perusahaan dituntut untuk menyesuaikan kinerja dengan keinginan investor. 
  2. Keuntungan finansial. Seperti yang telah disebutkan di atas bahwasanya cost of capital yang dibutuhkan untuk LBO dianggap relatif lebih rendah dibandingkan dengan menerbitkan saham baru. 
  3. Keberlanjutan operasi. Bagi perusahaan yang diakuisisi dan memiliki kondisi keuangan yang rentan, keberadaan LBO dapat mempercepat proses akuisisi sehingga operasional perusahaan tetap akan berlanjut. 

Risiko

  1. Kebangkurutan. Apabila perusahaan tidak mengakuisisi perusahaan lain yang memiliki kinerja baik, maka kebangkrutan adalah risiko terbesar LBO. Pasalnya, dengan LBO, perusahaan pengakuisisi wajib membayar beban bunga yang acap kali juga besar. 
  2. PHK besar-besaran. Pembayaran bunga yang besar menuntut perusahaan untuk melakukan efisiensi. Akibatnya, banyak pekerja yang akan dirumahkan. 

Untuk meminimalisir risiko ini, perusahaan yang diakuisisi setidaknya harus memenuhi kriteria berikut:

  1. Memiliki kondisi arus kas (cash flow) yang stabil. Dengan demikian, mereka bisa membayar pokok dan bunga pinjaman setiap bulannya. 
  2. Memiliki biaya tetap (fix cost) yang relatif rendah. Fix cost adalah biaya yang tetap harus dibayarkan oleh perusahaan terlepas dari kondisi keuangan perusahaan tersebut. Ini artinya, apabila perusahaan yang diakuisisi memiliki biaya tetap yang tinggi, ada kemungkinan mereka akan kesulitan untuk membayar pokok dan bunga pinjaman. 
  3. Sebelumnya belum memiliki utang atau memiliki utang tapi dengan rasio yang rendah. Sederhananya, semakin banyak utang yang harus dibayarkan oleh sebuah perusahaan, semakin rentan bangkrut pula perusahaan tersebut. Oleh sebab itu, sebaiknya perusahaan yang diakuisisi menggunakan mekanisme ini tidak memiliki utang sebelumnya. 
  4. Undervalued. Undervalued artinya perusahaan tersebut memiliki kinerja yang bagus namun sering dipandang sebelah mata oleh pasar, sehingga nilai jualnya relatif lebih rendah dibandingkan dengan nilai kinerjanya. Lembaga keuangan lebih suka membantu akuisisi perusahaan seperti ini karena ada potensi nilai pasarnya akan meningkat di kemudian hari. 
  5. Memiliki manajemen yang kuat. Kuatnya manajemen, terutama level board of director (BOD), secara tidak langsung menjamin kuatnya koordinasi kinerja perusahaan tersebut. 

Di Indonesia sendiri, leverage buyout adalah kebijakan perusahaan yang diperbolehkan oleh Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.  Strategi pengambilalihan kepemilikan perusahaan menggunakan mekanisme ini juga sudah pernah diterapkan di Indonesia, meskipun dengan berbagai skandal yang meliputinya.

Farichatul Chusna

Farichatul Chusna

Setelah lulus dari Ilmu Ekonomi Universitas Gadjah Mada, Farichatul Chusna aktif sebagai penulis artikel ekonomi, investasi, bisnis, dan keuangan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *