Lompat ke konten
Daftar Isi

Fisher Equation: Pengertian, Rumus, Contoh

Fisher Equation

Dalam artikel mengenai kebijakan moneter, kita dapat menyimpulkan bahwasanya untuk mengatasi kenaikan inflasi, suku bunga (interest rate) juga harus dinaikkan. Harapannya adalah supaya semakin banyak orang yang menabung, sehingga jumlah uang yang beredar di pasaran semakin minim dan inflasi tertekan. 

Hubungan dasar antara kedua indikator ekonomi ini pertama kali dicetuskan oleh seorang ekonom asal Amerika Serikat, Irving Fisher. Hubungan antara keduanya lantas disebut dengan Fisher Equation. Dengan memahami Fisher Equation di bawah ini, harapannya Anda akan lebih paham mengapa kenaikan inflasi bisa direm dengan kenaikan suku bunga. 

Pengertian Fisher Equation

Fisher equation adalah persamaan yang mendeskripsikan hubungan antara inflasi dan suku bunga. Menurut teori ini, suku bunga bank dibagi menjadi dua yaitu suku bunga riil (real interest rate) dan suku bunga nominal (nominal interest rate).  

Nominal interest rate adalah besaran bunga bank yang belum dikurangi tingkat inflasi. Bunga jenis inilah yang acap kali tampil di layar atau website bank ketika Anda ingin mengajukan kredit atau menabung dan menyetorkan deposito di bank tersebut. 

Di sisi lain, real interest rate adalah tingkat bunga bank yang telah dikurangi dengan tingkat inflasi atau perubahan daya beli. Oleh karena itu, real interest rate akan turun jika kenaikan inflasi tidak diiringi dengan kenaikan nominal interest rate. Bunga jenis ini umumnya harus Anda hitung sendiri, karena pihak bank tidak akan memperlihatkannya kepada Anda. 

Teori ini pertama kali dicetuskan oleh seorang ekonom asal Amerika Serikat yang hidup pada zaman the Great Depression, Irving Fisher. Selain konsep ini, Fisher juga menyempurnakan konsep monetarism lain yang sebelumnya sudah ada, seperti quantity theory of money (QTM/ teori kuantitas uang). Baik Fisher Equation maupun QTM sama-sama masih digunakan hingga kini.  

Rumus Fisher Equation

Rumus Fisher Equation adalah Suku bunga riil = suku bunga nominal − tingkat inflasi.

Ini sama dengan:

Suku bunga nominal =  tingkat inflasi + suku bunga riil

Contoh:

Anda menabung deposito di sebuah bank dengan setoran Rp10.000.000 dan bunga per bulan atau 6% per tahun. Maka dari itu, total uang yang Anda depositokan menjadi Rp10.600.000 pada akhir tahun (tanpa dipotong pajak). 

Pada saat yang sama, tingkat inflasi tahunan adalah sebesar 4%. Maka, jumlah real interest rate yang Anda peroleh adalah sebesar:

Suku bunga riil = 6%− 4%

Apabila diubah menjadi nominal:

Interest rate yang sebenarnya Anda dapatkan dalam 1 tahun adalah sebesar 2% * Rp10.000.000 atau sebesar Rp200.000. Ini artinya, bisa jadi uang yang ada di dalam deposito Anda naik Rp600.000. Akan tetapi karena tergerus inflasi, nilai 600.000 itu jadi setara dengan nilai Rp200.000 sebelumnya. 

Misal, jika uang Rp600.000 pada awal tahun bisa dipakai untuk beli 3 baju, kini uang Rp600.000 di akhir tahun hanya bisa dipakai untuk membeli 1 baju. Oleh karena itu, jika inflasi naik, maka suku bunga nominal harus naik. Supaya, nilai uang yang sama dapat digunakan untuk membeli barang dalam jumlah yang sama atau tidak jauh berbeda dari yang sebelumnya. 

Penggunaan Fisher Equation

Fisher equation saat ini masih banyak digunakan baik dalam ekonomi makro maupun mikro:

1. Kebijakan moneter

Dalam kebijakan moneter, persamaan ini digunakan dengan cara menyesuaikan suku bunga acuan ketika inflasi naik. Hal ini berdasarkan asumsi bahwasanya real interest rate tidak akan dipengaruhi oleh kebijakan moneter maupun kenaikan tingkat inflasi. Oleh sebab itu, kenaikan inflasi harus mempengaruhi nominal interest rate

2. Time value of money

Pada konsep waktu adalah uang (time value of money), pemberi pinjaman memiliki opportunity cost (biaya peluang) yang harus dikorbankan jika dia meminjamkan uangnya untuk orang lain. Misalnya, Anda meminjamkan uang Rp100.000 ke teman Anda hingga bulan depan. 

Padahal, pada saat yang sama Anda membutuhkannya untuk membeli paket data sebesar 60GB. Paket data dan uang Rp100.000 itulah yang menjadi biaya peluang Anda. Nah, untuk mengkompensasi biaya peluang ini, Anda menerapkan bunga kepada teman Anda. 

Masalahnya adalah, uang Rp100,000 di bulan depan bisa jadi tidak dapat digunakan untuk membeli paket data sebesar 60GB, karena adanya inflasi 10%, sehingga bulan depan, harga paket data 60GB menjadi Rp110.000. Nah, makanya Anda sebaiknya juga menerapkan suku bunga 10% kepada teman Anda untuk mengkompensasi biaya peluang tersebut. 

3. Obligasi

Pada dasarnya, keuntungan riil dari investasi obligasi diperoleh dari %kupon atau nominal interest rate – nilai ekspektasi inflasi. Oleh karena itu, jika %kupon tetap, sementara inflasi yang sebenarnya terjadi tinggi, maka keuntungan yang diperoleh investor juga akan mengecil. 

Misalnya, Anda membeli obligasi pada tahun 2022 sebesar Rp1.000.000 dengan kupon sebesar 6%. Jika inflasi pada tahun 2022 sebesar 4%, maka keuntungan riil (real interest rate) yang bisa Anda peroleh adalah sebesar 2% (6%-4%). 

Namun, jika pada tahun 2023 tingkat inflasi naik sebesar 5% dan kupon yang Anda peroleh tetap 6% setahun, maka keuntungan riil yang bisa Anda peroleh menipis jadi 1%. Hal ini mengakibatkan, investor obligasi cenderung akan berpindah ke obligasi yang baru terbit ketika ada kenaikan inflasi atau suku bunga acuan. Oleh sebab itu, korelasi antara suku bunga acuan dengan obligasi yang telah terbit sebelumnya adalah negatif. 

4. Forex trading

Pengembangan selanjutnya dari Fisher Equation seringkali juga digunakan untuk trading forex. Dalam pembahasan di atas jelas bahwasanya kenaikan inflasi, sebaiknya diikuti dengan kenaikan suku bunga nominal supaya tidak menekan daya beli masyarakat. 

Dalam dunia forex, suku bunga nominal adalah “harga” atau potensi keuntungan yang bisa diperoleh dengan memegang mata uang sebuah negara. Di satu sisi, hal ini berarti bahwa semakin tinggi nominal interest rate yang ditawarkan oleh sebuah negara, maka semakin tinggi pula potensi keuntungan yang bisa diperoleh trader forex yang memiliki mata uang negara tersebut. Maka dari itu, tidak heran jika negara-negara berkembang seperti Indonesia meningkatkan suku bunga acuan ketika indikator ini di Amerika Serikat naik.

Namun karena adanya ekspektasi inflasi yang tinggi serta risiko tinggi yang mengiringi tingginya nominal interest rate di pasar negara berkembang, trader forex cenderung akan memilih negara yang menawarkan suku bunga lebih rendah, tapi dengan inflasi yang lebih rendah dan ekonomi yang lebih mapan. 

Bagi masyarakat awam, pengetahuan mengenai fisher equation ini bermanfaat untuk memahami konteks mengapa Bank Indonesia dan bank umum meningkatkan bunga tabungan dan pinjaman ketika inflasi naik.

Farichatul Chusna

Farichatul Chusna

Setelah lulus dari Ilmu Ekonomi Universitas Gadjah Mada, Farichatul Chusna aktif sebagai penulis artikel ekonomi, investasi, bisnis, dan keuangan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *