Lompat ke konten
Daftar Isi

Apa itu Flat Rate?

Flat rate

Saat mengajukan pinjaman di bank, Anda akan ditawari berbagai produk pinjaman yang memiliki karakteristik yang berbeda, entah itu rincian produknya yang berbeda atau metode pembayaran dan penghitungan bunganya yang berbeda. Setidaknya, terdapat 4 istilah dalam metode pembayaran suku bunga bank, yaitu flat rate, effective rate, floating rate dan anuitas.

Dalam artikel kali ini, penulis akan membahas mengenai apa itu flat rate sembari sedikit banyak membahas mengenai perbedaannya dengan dua jenis lainnya di atas. Dengan demikian harapannya Anda sebagai nasabah bank dapat memilih produk pinjaman yang terbaik.

Pengertian Flat Rate

Flat rate adalah penerapan pembayaran suku bunga dengan rasio yang tetap dan mengacu pada jumlah pokok pinjaman awal. Misalnya, Anda meminjam uang senilai Rp12.000.000 ke bank dengan bunga sebesar 6% per tahun. Maka, perbulannya Anda harus mengangsur senilai Rp1.000.000 + (6%/12) alias Rp1.000.000 + 0,5%. 

Ini artinya, jumlah bunga yang harus Anda bayarkan akan tetap terlepas dari pokok pinjaman Anda yang telah berkurang seiring waktu. Umumnya, mekanisme pembayaran bunga ini digunakan dalam pinjaman jangka pendek, entah itu kredit tanpa agunan (KTA) atau jenis produk pinjaman lainnya. Nama lain dari flat rate adalah suku bunga tetap. 

Contoh Simulasi Pinjaman dengan  Sistem Flat Rate

Rumus dari penghitungan pembayaran suku bunga per bulan menggunakan sistem ini adalah:

Nominal flat rate per month = (P x I) : Jb

Keterangan

P : Pokok pinjaman awal.

I : Suku bunga per tahun.

Jb : Jangka waktu pinjaman dalam bentuk bulan.

Mari kita ambil contoh pinjaman pada subbab di atas. Katakanlah Anda meminjam uang sebesar Rp12.000.000 kepada bank dengan jangka waktu pelunasan selama 1 tahun (12 bulan). Bank kemudian menyetujui pinjaman yang Anda ajukan dan menawarkan suku bunga flat dengan rasio 6% per tahun. Maka dari itu, jumlah bunga yang harus Anda bayarkan setiap bulannya adalah:

Nominal flat rate per month  = (12.000.000 x 6%) : 12

= 720.000 : 12

= 60.000. 

Jumlah ini tetap akan Anda bayarkan meskipun Anda membayar angsuran sebesar Rp 1.000.000 maupun Rp100.000 per bulannya. 

Keuntungan Flat Rate

1. Mudah dihitung, dicatat dan diingat

Dengan jumlah suku bunga tetap, Anda dapat dengan mudah mengingat berapa jumlah bunga yang harus Anda bayarkan setiap bulannya. Dengan demikian, Anda juga dapat dengan mudah mencatat berapa uang yang harus Anda keluarkan untuk melunasi utang ke bank dengan tepat waktu. 

Hal ini tentu akan berbeda jika Anda mengambil produk pinjaman dengan floating rate. Dengan sistem floating, Anda harus up to date dengan jumlah bunga yang harus Anda bayarkan setiap bulannya, karena nominalnya terus berubah.

2. Cocok untuk Anda yang berpendapatan tetap

Pinjaman dengan flat rate akan semakin mudah diingat, dihitung dan dicatat apabila Anda memiliki pendapatan tetap setiap bulannya, entah itu dengan menjadi PNS, atau karyawan. Apalagi saat ini bank juga memungkinkan mekanisme pembayaran menggunakan autodebet yang artinya pinjaman akan diambil secara otomatis dari sisa tabungan Anda setiap bulannya. Dengan demikian, Anda tidak perlu datang ke bank setiap bulan untuk membayar cicilan. 

Bagi investor deposito, adanya suku bunga flat menandakan bahwa investasi tersebut memiliki risiko yang rendah. Sebab itu artinya, mereka akan mendapatkan keuntungan dengan nominal yang tetap terlepas dari kondisi pasar yang sedang berlaku. 

Kekurangan Flat Rate

1. Mahal

Pinjaman dengan sistem flat rate akan terasa mahal apabila ada penurunan suku bunga acuan yang seharusnya menurunkan suku bunga perbankan. Misalnya, Anda mengambil pinjaman flat rate dengan rasio 6% ketika BI7DRR masih 4,5%. 

Ternyata sebelum Anda melunasi utang tersebut, BI7DRR turun ke 3% yang mengakibatkan suku bunga pinjaman Anda harusnya turun ke 4,5%. Namun karena sifatnya flat, Anda harus membayar bunga dengan nominal yang lebih mahal. Sebaliknya, kalau BI7DRR naik, nominal bunga yang harus Anda bayarkan juga akan terasa lebih murah. 

2. Tidak menyesuaikan dengan sisa pinjaman

Perlu diingat bahwasanya rasio flat rate dihitung berdasarkan  total pokok pinjaman awal. Hal ini artinya terlepas dari berapapun cicilan utang yang Anda bayarkan, nominal bunga akan tetap sama. Ini berbeda dengan memilih produk pinjaman dengan effective rate

Nominal suku bunga yang harus dibayarkan pada produk pinjaman effective rate akan menyesuaikan dengan sisa pokok pinjaman. Hal ini memungkinkan Anda untuk membayar bunga dengan nominal yang lebih rendah dengan cara membayar cicilan utang dengan nominal yang lebih besar. 

Perbedaan Flat Rate, Effective Rate, dan Anuitas

Flat rate berbeda dengan effective rate atau suku bunga efektif dan floating rate atau suku bunga mengambang. Pada effective rate, persentase suku bunga yang harus Anda bayarkan bisa jadi tetap, namun effective rate mengacu pada sisa pokok pinjaman, sehingga jumlah bunga yang harus Anda bayarkan ikut mengecil seiring dengan menurunnya sisa pokok pinjaman. 

Adapun floating rate adalah tingkat suku bunga perbankan yang berubah-ubah sesuai dengan suku bunga acuan yang ditetapkan oleh BI terlepas dari jumlah pokok pinjaman atau sisa pinjaman Anda kepada bank. Dengan demikian nominal bunga dan cicilan yang harus Anda bayarkan berbeda setiap bulan. 

Flat rate juga berbeda dengan anuitas. Sederhananya, jika pada flat rate nominal dan rasio bunga yang dibayarkan yang bersifat tetap, dalam anuitas, total cicilan per  bulan yang dibuat tetap, sementara total bunganya bisa berubah-ubah sesuai dengan perubahan sisa pokok pinjaman.

Anda perlu berhati-hati dengan perbedaan sistem pembayaran bunga ini. Sebab, tidak jarang bank memberlakukan sistem campuran. Misalnya, bunga pinjaman akan flat selama 1 tahun dan kemudian akan floating. Hal ini khususnya untuk kredit-kredit yang sifatnya jangka panjang, seperti KPR.

Lalu, bagaimana cara memilih produk pinjaman yang baik? Pertama, selain harus memikirkan kebutuhan dan kemampuan Anda membayar, Anda harus menghitung nominal suku bunga yang harus Anda bayarkan kepada bank terlebih dahulu. Untuk membantu mengatasi hal ini, Anda bisa menanyakan rincian pembayaran bunga ke customer service bank terkait.

Kedua, perhatikan potensi perekonomian nasional, apakah ada kemungkinan ekonomi naik selama Anda mengangsur pinjaman tersebut atau malah menurun. Kondisi ekonomi makro yang naik biasanya akan diikuti dengan kenaikan suku bunga, begitu pula sebaliknya.

Farichatul Chusna

Farichatul Chusna

Setelah lulus dari Ilmu Ekonomi Universitas Gadjah Mada, Farichatul Chusna aktif sebagai penulis artikel ekonomi, investasi, bisnis, dan keuangan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *