Lompat ke konten
Daftar Isi

Greenshoe Option dalam IPO

Greenshoe Option

Dalam proses initial public offering (IPO), sebuah perusahaan yang akan listing di bursa dibantu oleh berbagai lembaga dan profesi penunjang pasar modal. Termasuk diantaranya adalah perusahaan efek.

Tugas dari perusahaan ini adalah membantu perusahaan untuk bisa listing di bursa, membantu perusahaan dalam menentukan harga saham saat IPO, dan termasuk diantaranya adalah membeli saham perusahaan tersebut apabila ternyata tingkat permintaannya lebih rendah dibandingkan dengan yang diperkirakan. 

Lalu, bagaimana jika ternyata jumlah permintaan saham sebuah perusahaan lebih tinggi dibandingkan yang seharusnya? Nah, disinilah istilah greenshoe option digunakan. 

Pengertian Greenshoe Option

Greenshoe option adalah opsi yang diberikan perusahaan kepada perusahaan efek untuk menjual atau membeli saham, untuk mengontrol harga saham tersebut setelah IPO. Istilah lain yang digunakan untuk menggambarkan opsi ini adalah over-allotment option

Biasanya, opsi ini bisa digunakan oleh perusahaan efek apabila jumlah permintaan saham tersebut lebih tinggi atau lebih rendah dari perkiraan. Misalnya, sebuah emiten baru awalnya ingin menjual saham sebanyak 100.000 lembar, namun karena tingginya minat masyarakat, emiten tersebut memberikan greenshoe option kepada perusahaan efek yang membantunya untuk memiliki 15% saham tambahan, sehingga saat ini total saham emiten tersebut yang beredar di pasaran menjadi 115.000 lembar. 

Istilah ini pertama kali digunakan oleh Green Shoe Manufacturing Company (Stride Rite Corporation). Pemberian opsi ini diperbolehkan karena dua alasan, yaitu memberikan keleluasaan kepada perusahaan sekuritas untuk menentukan nilai akhir proses penawaran dan yang kedua adalah karena instrumen ini dibutuhkan untuk menstabilkan harga pasca IPO. 

Greenshoe option adalah opsi yang banyak ditemukan di pasar modal Amerika Serikat maupun di Indonesia. Di Indonesia sendiri, maksimal persentase saham yang bisa dijual karena adanya opsi ini adalah 15% dari total jumlah saham yang beredar. Hal ini berdasarkan pada aturan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK), yaitu Nomor IX.B.4 tentang Stabilisasi Harga Saham dalam Rangka Penawaran Umum Perdana. 

Cara Kerja Greenshoe Option

Perlu diketahui bahwasanya harga saham sebuah perusahaan yang baru IPO cenderung berfluktuasi. Dalam hal ini tugas dari perusahaan efek adalah membuat harga saham tersebut stabil mendekati harga pembukaan IPO. Untuk melakukan hal ini, perusahaan tersebut diberi hak greenshoe option

Cara kerjanya adalah, ketika IPO sukses dan harga penawaran saham tersebut naik, Perusahaan Penjamin Emisi Efek ini akan membeli 15% saham tambahan dari emiten dan menjualnya ke pasaran dengan menggunakan mekanisme short selling

Sebaliknya, kalau setelah 30 hari harga instrumen ini lebih rendah dibandingkan saat IPO, perusahaan efek akan akan membeli kembali sebagian saham yang telah dijual di pasar dan menjualnya ke emiten dengan harga IPO. 

Dengan demikian, jumlah supply akan menurun dan harga akan kembali naik. Saham yang telah dibeli kembali oleh perusahaan efek tersebut kemudian akan dijual kembali kepada emiten, tapi dengan harga yang sama saat IPO.

Misalnya, emiten A akan IPO di Bursa Efek Indonesia dengan menerbitkan 100.000 lembar saham seharga Rp1.000 per lembar dan dibantu dengan perusahaan efek B. perusahaan efek B ini diberi greenshoe option untuk menstabilkan harga. 

30 hari setelah IPO, ternyata harga saham tersebut naik menjadi Rp1.200 per lembar. Agar harga tetap stabil, perusahaan efek B lantas membeli 15.000 saham tambahan dari emiten A dan menjualnya ke pasar dengan mekanisme short selling. Akibatnya, jumlah supply saham A di pasaran meningkat dan harga kembali turun mendekati Rp1.000 per lembar. 

Setelah sempat turun selama beberapa waktu, ternyata harga saham tersebut kembali merangkak naik. Perlu diingat bahwasanya short seller akan mendapatkan keuntungan apabila harga turun, sehingga kalau harga naik mereka rugi. Agar tidak rugi, perusahaan efek B harus membeli saham tersebut kembali dari pasar dan menjualnya kembali kepada emiten tapi dengan harga IPO. 

Secara tidak langsung, eksekusi opsi greenshoe ini membutuhkan kemampuan Perusahaan Penjamin Emisi Efek untuk menentukan waktu yang tepat kapan harus menjual saham cadangan dan tambahan di atas dan kapan harus membelinya kembali. 

Contoh Greenshoe Option

Salah satu perusahaan terkenal yang pernah menerapkan opsi ini adalah Facebook atau META, saat perusahaan tersebut IPO pada tahun 2012. Ketika itu, Facebook meminta Morgan Stanley dan beberapa perusahaan lainnya untuk menjadi underwriter dan menerbitkan saham sebanyak 421 juta lembar untuk dijual di bursa. 

Namun ternyata, Morgan Stanley dan beberapa perusahaan lainnya justru menerbitkan 484 juta saham. Ini artinya, secara tidak langsung perusahaan tersebut menerbitkan 63 juta lembar saham tambahan yang ditransaksikan menggunakan mekanisme short selling. 

Apabila harga saham Facebook naik di atas harga IPO-nya, yaitu $38 per lembar, Morgan Stanley dkk harus membeli kembali saham tambahan tersebut dari bursa supaya tidak tambah rugi. Saham tersebut kemudian diserahkan kembali kepada Facebook untuk dibeli seharga $38 per lembar sesuai perjanjian. 

Akan tetapi, harga saham perusahaan Mark Zuckerberg ini justru turun di bawah harga IPO-nya. Karena nominal penurunan harga saham tersebut lebih kecil dibandingkan fee underwriting yang dibayarkan Facebook kepada perusahaan-perusahaan tersebut, Morgan Stanley dkk lantas tidak mengeksekusi opsi greenshoe yang mereka miliki, sehingga mereka tetap memiliki sebagian saham Facebook. 

Dampak Kepada Investor Retail

Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa opsi ini memungkinkan perusahaan efek untuk mengubah jumlah supply sebuah saham yang ada di bursa setelah IPO. Perubahan jumlah saham ini nantinya juga akan mempengaruhi harga instrumen tersebut di pasar modal. 

Oleh sebab itu, investor, khususnya investor retail harus hati-hati terhadap tindakan perusahaan efek ini. Pastikan sebelum membeli saham IPO, Anda sebagai investor untuk mengetahui siapa perusahaan efek yang menjadi mitra emiten tersebut. 

Setelah mengetahuinya, jangan lupa untuk terus mengecek kinerja lembaga penunjang pasar modal tersebut di bagian Broker Summary. Tujuannya adalah supaya Anda tahu kira-kira apa yang dilakukan perusahaan efek tersebut dan apa dampaknya terhadap harga saham emiten. Jangan lupa juga untuk tetap membaca berita-berita ekonomi supaya Anda tahu langkah yang akan dilakukan oleh perusahaan efek terkait untuk menstabilisasi harga saham yang Anda miliki.

Harga saham dari emiten yang baru IPO memang cenderung fluktuatif karena berbagai hal. Maka dari itu, pastikan Anda membeli saham IPO dengan hati-hati.

Farichatul Chusna

Farichatul Chusna

Setelah lulus dari Ilmu Ekonomi Universitas Gadjah Mada, Farichatul Chusna aktif sebagai penulis artikel ekonomi, investasi, bisnis, dan keuangan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *