Lompat ke konten
Daftar Isi

Non-performing Loan (NPL): Pengertian, Rumus, Cara Menghitung

Non-performing Loan

Bank adalah lembaga keuangan yang bertugas untuk menyalurkan dana dari nasabah yang memiliki kelebihan kepada nasabah yang membutuhkan uang (debitur). Oleh sebab itu, kembali atau tidaknya uang yang telah dipinjamkan dan bunganya menjadi sesuatu yang penting bagi bank. 

Sederhananya, apabila uang yang dipinjamkan tersebut tidak kembali, maka bank tidak mendapatkan pendapatan bunga dan tidak bisa mengembalikan dana yang diinvestasikan nasabah dalam bentuk simpanan. Kondisi seorang nasabah tidak dapat membayarkan utangnya tersebut disebut dengan non-performing loan atau NPL.

Pengertian Non-performing Loan (NPL)

Non-performing loan (NPL) adalah kondisi ketika nasabah tidak bisa melunasi utangnya kepada bank dalam jangka waktu yang telah ditentukan. Bank Indonesia, mendefinisikan kondisi ini tidak hanya pada nasabah yang gagal membayar utang (macet), tetapi juga pada nasabah yang pembayaran utangnya tidak lancar dan kualitasnya diragukan. 

Perlu diingat bahwa terdapat 5 kelas dalam pembagian kualitas kredit di BI Checking atau SLIK. 5 kelas tersebut adalah:

  1. Kredit lancar, yaitu ketika nasabah tidak pernah menunggak cicilan. 
  2. Dalam perhatian khusus, yaitu ketika nasabah pernah menunggak cicilan selama 1-90 hari. 
  3. Kredit tidak lancar, status yang akan nasabah dapatkan jika nasabah pernah menunggak selama 91-120 hari. 
  4. Kredit diragukan, ketika nasabah sudah pernah menunggak cicilan selama 120-180 hari.
  5. Kredit macet, yaitu ketika nasabah menunggak cicilan selama lebih dari 180 hari. 

Ini artinya, pinjaman seorang nasabah akan dihitung sebagai NPL apabila nasabah tersebut menunggak pinjaman selama lebih dari 90 hari. 

Semakin rendah nilai NPL sebuah bank, maka semakin bagus pula kinerja bank tersebut. Bagi bank, nilai NPL yang tinggi dapat mengurangi jumlah pendapatan bunga yang bisa diperoleh, dan bisa menjadi indikasi kalau mekanisme penagihan bank tersebut kurang efektif, sehingga perlu ditingkatkan. 

Bagi investor, tingginya nilai NPL dapat mengindikasikan kalau bank tersebut kurang selektif dalam memilih debitur atau kurang efisien dalam menjalankan operasinya. Karena hal ini juga mempengaruhi pendapatan dan laba, maka sebaiknya investor saham perbankan juga memperhatikan faktor ini sebagai salah satu tolok ukur kesehatan keuangan sebuah bank. 

Lalu bagaimana jika nasabah sempat gagal membayar kredit karena satu dan lain hal, tapi kemudian membayarnya kembali? Kondisi seperti ini disebut dengan reperforming loans. Biasanya, nasabah yang mengalami reperforming loans adalah perusahaan yang sempat bangkrut sebelum akhirnya mengajukan restrukturisasi kredit dan membayar cicilan pinjamannya setelah proses tersebut. 

Rumus NPL

Menurut Bank Indonesia dalam Peraturan BI No.06/10/PBI/2004 12 April 2004, angka 5% adalah angka yang ideal untuk non-performing loan. Apabila nilai NPL lebih dari 5%, maka dapat dikatakan kalau jumlah kredit macet lebih tinggi dibandingkan dengan jumlah kredit lancar. 

Angka 5% ini diperoleh dengan rumus:

Rasio NPL= ((Kurang Lancar + Diragukan + Macet)/Total Kredit) X 100%

Contoh:

Berikut ini data penyaluran kredit PT. Bank Serasi Jaya Semesta:

PT. Bank Serasi Jaya Semesta Data Kredit Januari 2022- Desember 2022
Lancar27.150.000
Dalam Perhatian Khusus16.750.000
Kurang Lancar350.000
Diragukan535.000
Macet472.500
Total Kredit45.257.500
Contoh Penghitungan NPL

Rasio NPL= ((350.00 + 535.000 + 472.500)/45.257.500) X 100%

Rasio NPL = 3%

Ini artinya, kondisi utang yang kurang baik di PT. Bank Serasi Jaya Semesta masih cukup bagus. 

Penyebab Terjadinya NPL

Rasio NPL sebuah bank kemungkinan besar akan fluktuatif dari satu periode ke periode lainnya. Misal, pada tahun 2022, nilai NPL PT. Bank Serasi Jaya Semesta bisa saja 3%, namun pada tahun 2023 bisa menjadi 5% atau bahkan 6%. 

Seorang investor yang baik tentunya tidak hanya akan menilai kinerja sebuah bank hanya dengan satu periode NPL saja. Jika Anda benar-benar tertarik untuk berinvestasi ke sebuah perusahaan perbankan, sebaiknya Anda menganalisis nilai NPL bank tersebut lebih dari 5 periode tertentu. Hal ini supaya analisis Anda lebih komprehensif dan valid. Sebab, ada berbagai penyebab yang bisa membuat rasio NPL sebuah bank naik turun. Berikut ini beberapa diantaranya:

  1. Nasabah tidak bisa membayar pinjamannya karena adanya gangguan tak terduga pada bisnis mereka, misalnya bencana alam atau pandemi. Biasanya, pihak bank akan mendorong nasabah yang mengalami hal ini untuk mengajukan restrukturisasi kredit, supaya mereka tetap bisa membayar walaupun dengan jangka waktu yang lebih panjang atau bunga yang lebih ringan.  
  2. Bank kurang teliti dalam menganalisis keuangan atau bisnis debitur, akibatnya bank memberikan kredit pada pihak yang tidak seharusnya. Sebelum menerima sebuah pengajuan kredit, bank harus memeriksa kondisi keuangan dan bisnis debitur terlebih dahulu, supaya dapat memberikan kredit dengan skema yang sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan debitur tersebut. Namun, tidak jarang staf bank kurang teliti dalam menganalisis hal ini, sehingga memberikan pinjaman kepada debitur yang salah. 
  3. Adanya kongkalikong antara direktur perusahaan dan pihak lain untuk memberikan pinjaman kepada pihak lain tersebut, meskipun mereka tidak memiliki kemampuan untuk membayarnya. Meskipun bank adalah salah satu lembaga keuangan dengan aturan paling ketat di Indonesia, namun tidak menutup kemungkinan kalau tindakan kriminal semacam ini masih bisa terjadi. 

Lalu, bagaimana cara seorang investor mengetahui penyebab tersebut? Khususnya untuk penyebab nomor 1, Anda bisa melihat pembahasan mengenai tinggi rendahnya NPL pada bagian Tata Manajemen Perusahaan atau bagian Laporan Direktur dalam laporan tahunan perusahaan. 

Dampak NPL Yang Buruk

Walaupun adanya nasabah yang gagal membayar utang sebenarnya tidak dapat dihindari dalam bisnis perbankan, akan tetapi hal ini harus dijaga dengan baik. Sebab, rasio NPL yang buruk akan menyebabkan masalah pada:

1. Likuiditas

Risiko likuiditas yang bisa timbul akibat tingginya NPL adalah minimnya kas bank, sehingga tidak ada uang yang bisa digunakan untuk membayar karyawan atau mengembalikan uang nasabah dan pihak ketiga lainnya. Apabila hal ini dibiarkan berlarut-larut, bukan tidak mungkin bank tersebut bangkrut. 

2. Rentabilitas

Uang yang digunakan bank untuk memberikan pinjaman kepada debitur adalah uang dari nasabah, sehingga apabila debitur tidak bisa membayar utangnya, bank juga akan kesulitan untuk mengembalikan uang tersebut kepada nasabah penabung yang bersangkutan. 

3. Solvabilitas

Dengan rendahnya jumlah uang yang ada di dalam sebuah bank akibat tingginya NPL, operasional bank tersebut secara keseluruhan bisa terganggu. 

Ada banyak cara yang dilakukan oleh bank untuk meminimalisir nilai NPL. Mulai dari meneliti data keuangan debitur sebaik mungkin, mengalokasikan sebagian uang nasabah untuk investasi (bukan dalam kontrak kredit atau pinjaman), hingga membantu debitur yang kesulitan membayar untuk menyusun ulang kontrak kreditnya. Karena tidak hanya bagi investor, tingginya NPL juga merugikan bank itu sendiri.

Farichatul Chusna

Farichatul Chusna

Setelah lulus dari Ilmu Ekonomi Universitas Gadjah Mada, Farichatul Chusna aktif sebagai penulis artikel ekonomi, investasi, bisnis, dan keuangan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *