Lompat ke konten
Daftar Isi

Apa itu Pengangguran Struktural? Contoh dan Cara Mengatasi

Pengangguran struktural

Jika Anda menyaksikan film Hollywood berjudul Hidden Figures yang dibintangi oleh aktris Taraji P. Hanson, Anda pasti dapat menemukan bagaimana perkembangan teknologi komputer mengancam para wanita yang bekerja sebagai penghitung di NASA pada tahun 1960-an. 

Meskipun dalam film tersebut wanita-wanita tersebut masih dapat dipertahankan, namun secara langsung hal ini membuktikan bahwa perkembangan teknologi baru dapat membuat banyak orang kehilangan pekerjaannya, atau bahkan pekerjaan tersebut sendiri hilang. Orang-orang yang keluar dari pekerjaannya akibat adanya perkembangan teknologi baru tersebut disebut dengan pengangguran struktural. 

Pengertian Pengangguran Struktural

Menurut Will Kenton dalam laman Investopedia, pengangguran struktural adalah jenis pengangguran yang disebabkan oleh perubahan mendasar (fundamental) pada perekonomian sebuah negara. Perubahan fundamental ini bisa semakin parah karena adanya kebijakan pemerintah, perkembangan teknologi, dan kompetisi. 

Pengangguran jenis ini bisa terjadi ketika tenaga kerja tidak memiliki skill yang mencukupi untuk mengambil pekerjaan yang ada di daerahnya, atau pekerjaan yang sesuai keinginannya ada tapi gaji yang ditawarkan rendah atau dia tinggal jauh dari lokasi tersebut dan tidak bisa pindah rumah. 

Pengangguran struktural berbeda dengan pengangguran siklis. Pada pengangguran siklis, pemutusan hubungan kerja terjadi karena adanya perubahan siklus ekonomi sebuah negara, seperti resesi, yang mana bisa terjadi hanya dalam waktu 18 bulan. Adapun pengangguran struktural penyebabnya bersifat lebih fundamental, sehingga bisa terjadi selama beberapa tahun. 

Penyebab Pengangguran Struktural

1. Perubahan teknologi

Penyebab pengangguran struktural yang pertama adalah perkembangan teknologi. Seperti yang disebutkan dalam awal pembukaan artikel di atas, perkembangan komputer sempat mengancam eksistensi tenaga kerja wanita penghitung di NASA. 

Contoh mudah lainnya adalah bagaimana keberadaan kendaraan bermotor lambat laun menggantikan sepeda, becak, bendi dan berbagai kendaraan tradisional lainnya. Disadari atau tidak, adanya kendaraan bermotor ini memaksa banyak tukang becak menutup usahanya dan beralih ke menjadi tukang ojek atau profesi lainnya. 

2. Kebijakan pemerintah

Salah satu tantangan yang harus dihadapi oleh tenaga kerja Indonesia ketika Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) sepenuhnya diterapkan adalah persaingan kerja. Kesepakatan antara pemerintah Indonesia dan negara-negara tetangga di Asia Tenggara ini rencananya akan memungkinkan kebebasan lalu lalang tenaga kerja antar negara. Artinya, orang asing bisa bebas bekerja di Indonesia, dan orang Indonesia juga bisa bebas bekerja di luar negeri. 

Tidak menutup kemungkinan jika tenaga kerja asing tersebut menawarkan upah yang lebih rendah atau skill yang lebih tinggi, akan ada banyak warga negara Indonesia yang kehilangan pekerjaannya, meski hanya sementara waktu. 

3. Perubahan gaya hidup

Pengangguran struktural juga bisa disebabkan karena adanya perubahan gaya dan taraf hidup. Contohnya, taraf hidup masyarakat Indonesia kini tentu jauh lebih baik dibandingkan taraf hidup dalam 3 atau 4 dekade terakhir. Menurut publikasi dari Bank Dunia,dalam 20 tahun terakhir, mayoritas masyarakat miskin di Indonesia sudah keluar dari garis kemiskinan. 

Peningkatan taraf hidup ini secara pelan-pelan mempengaruhi permintaan tenaga kerja. Misalnya, kini jumlah pengendara motor lebih banyak dibandingkan dengan pengendara sepeda maupun becak, atau kini masyarakat Indonesia banyak yang berbelanja online dan tidak pergi ke pasar tradisional. Akibatnya, banyak pasar tradisional yang jadi sepi dan pedagangnya terpaksa pindah profesi. 

Dampak Negatif dari Pengangguran Struktural

Sama seperti pengangguran jenis lainnya, pengangguran struktural (structural unemployment) juga bisa berdampak bagi kondisi finansial maupun kesehatan masyarakat. Menurut The Balance Money berkaca dari krisis finansial 2008, dampak adanya perubahan struktur ekonomi ini akan lebih parah pada generasi yang lebih tua atau sekitar 55 tahun ke atas. 

Hal ini disebabkan oleh 5 hal, yaitu:

  1. Generasi tersebut lebih susah beradaptasi dengan teknologi, Jangankan dengan big data atau machine learning, ayah dan ibu Anda mungkin agak kesusahan menggunakan smartphone. 
  2. Lebih susah kembali ke sekolah. Selain masalah usia, hal ini juga acap kali masalah kapabilitas badan dan otak yang sudah menurun. 
  3. Susah pindah rumah, sehingga enggan mencari pekerjaan di tempat baru yang menuntut adaptasi ulang. 
  4. Enggan mendapatkan gaji yang lebih rendah. 
  5. Adanya diskriminasi usia pada lowongan pekerjaan. Tentu sudah tidak asing jika sebuah lowongan pekerjaan memiliki batas usia tertentu. Sebab, di Indonesia pun hal yang seperti ini berlaku. 

Cara Mengatasi Pengangguran Struktural

1. Mempelajari skill baru

Tidak dapat dipungkiri bahawasanya tenaga kerja di Indonesia saat ini dituntut untuk bisa beradaptasi dengan perkembangan teknologi terbaru. Belajar teknologi baru ini terbukti sedikit banyak mampu membuat seseorang masih tetap bekerja di bidang yang sama, mirip atau bidang yang berlainan tapi masih disukai. 

Contohnya adalah banyak penyiar radio atau teknisi radio yang kini berpindah haluan atau berkembang dengan menjadi podcaster, audio editor atau voice actor. Sebab, meskipun teknologi lama, namun radio, podcast dan voice acting sama-sama menjual konten berbasis suara.

Akibatnya,  skill yang dibangun dan dikembangkan dalam dunia radio masih bisa dipertahankan dengan menjadi profesi-profesi tersebut di atas. Bedanya terletak pada cara penyampaiannya, jika radio relatif lebih kaku di studio dengan segala SOP-nya, menjadi podcaster hanya tinggal menggunakan laptop dan handphone,tinggal bagaimana cara menyuntingnya.

2. Menyediakan platform untuk belajar skill baru

Jika tugas seorang individu untuk terhindar dari menjadi pengangguran struktural adalah belajar skill baru, maka kini tugas pemerintah maupun perusahaan swasta menyediakan platform atau sarana prasarana untuk mempelajari skill baru tersebut. Hal ini karena tidak semua keahlian tersebut diajarkan di sekolah maupun universitas. Maka dari itu, tidak heran jika kini banyak startup berbasis teknologi pendidikan yang berkembang di Indonesia. 

Sementara itu, pemerintah dapat menyediakan beasiswa belajar untuk siswa-siswa terpilih dengan bekerja sama dengan perusahaan startup pendidikan di atas, maupun dengan lembaga-lembaga kursus lain yang sudah ada. Harapannya adalah dengan mengikuti kursus tersebut, tenaga kerja Indonesia dapat lebih adaptif mengikuti perkembangan zaman. 

3. Memberikan pendampingan kepada pengangguran berusia senja

Seperti yang telah disebutkan di atas, pengangguran akibat perubahan struktur perekonomian relatif lebih memukul tenaga kerja usia lanjut. Bagi orang yang telah bekerja selama puluhan tahun dan atau menjadi pencari nafkah bagi keluarganya, tentu bukan hal yang mudah jika tiba-tiba menganggur. 

Di sini, pemerintah bisa terlibat dengan melakukan dua hal, yaitu memberikan pendampingan secara psikologis, dan membuka peluang untuk para pekerja lanjut usia tersebut untuk mendirikan bisnisnya sendiri, misalnya dengan memberikan bantuan pendanaan dan pelatihan untuk ternak lele, ternak ayam, membuka bisnis catering, atau pekerjaan lainnya yang bisa mereka lakukan di rumah.

Meskipun bisa jadi tidak bisa berbuat banyak untuk mengembalikan pendapatan mereka, atau kepercayaan diri mereka, namun setidaknya hal ini akan membuat mereka sibuk, sehingga lupa sejenak kalau mereka menganggur.

Farichatul Chusna

Farichatul Chusna

Setelah lulus dari Ilmu Ekonomi Universitas Gadjah Mada, Farichatul Chusna aktif sebagai penulis artikel ekonomi, investasi, bisnis, dan keuangan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *