Lompat ke konten
Daftar Isi

Stock Split: Pengertian, Tujuan, Dampak, Contoh

Stock Split

Investor ritel adalah salah satu investor yang berperan penting dalam likuiditas transaksi saham sebuah perusahaan. Sayangnya, biasanya tipe investor ini tidak memiliki uang banyak untuk membeli saham perusahaan-perusahaan bagus sehingga perusahaan-perusahaan tersebut akan kesulitan menjual sahamnya. 

Salah satu cara supaya saham sebuah perusahaan blue chip bisa dibeli oleh investor ritel adalah dengan stock split. Program ini memungkinkan Anda untuk membeli saham perusahaan keren dengan harga yang lebih terjangkau. Tapi, apakah stock split itu? Simak penjelasannnya di bawah ya.

Pengertian Stock Split

Stock split adalah tindakan pemecahan nilai harga saham dengan rasio tertentu. Tujuan stock split adalah agar harga saham perusahaan tersebut jadi terasa lebih murah di mata investor ritel. 

Contohnya, jika harga saham perusahaan X sebelumnya Rp40.000 per lembar. Dengan harga ini, tentu saja investor ritel akan kesusahan membeli saham X karena agar bisa membelinya, investor perlu keluar uang Rp4.000.000 untuk membeli 1 lot (100 lembar saham).

Akibatnya, perdagangan bursa perusahaan X jadi sepi. Padahal perusahaan ini adalah salah satu perusahaan bagus.

Akhirnya supaya perdagangan ramai kembali, perusahaan X melancarkan program stock split dengan rasio 1:5 artinya saham X yang awalnya dijual Rp40.000 per lembar kini hanya dijual dengan harga ⅕ nya yaitu Rp8.000 per lembar. 

Ilustrasi visual stock split

Stock split biasanya dilakukan oleh perusahaan-perusahaan dengan kinerja bagus sebab umumnya perusahaan seperti ini punya saham dengan harga mahal. Program ini juga tidak akan mempengaruhi jumlah modal yang disetor ke perusahaan tersebut. 

Misalnya, pada saat IPO perusahaan X memutuskan menjual Rp1.000.000 lembar. Ketika harganya masih 40.000, jumlah tambahan modal yang disetor ke perusahaan adalah Rp40.000.000.000 (40.000 * 1.000.000). 

Saat sahamnya dipecah (stock split) 1:5 jadi Rp8.000 per lembar, kini jumlah saham XXX yang beredar di pasaran adalah sebanyak 5 * 1.000.000 atau Rp5.000.000 sehingga jumlah modal yang disetor ke perusahaan tetap Rp40.000.000.000 (8.000 * 5.000.000).

Jadi, stock split tidak mengubah besaran kapitalisasi pasar sebuah perusahaan, namun hanya menambah jumlah saham beredar dengan harga lebih rendah.

Adapun mengenai rasio pemecahan bisa bervariasi. Perusahaan bisa memecah saham mereka dengan rasio 1:2, 1:3, 1:4 dan seterusnya sepanjang mereka memandang kalau rasio tersebut sudah pas untuk mengundang investor ritel membeli aset tersebut. 

Tujuan Perusahaan Melakukan Stock Split

Program ini bisa bermanfaat bagi emiten maupun investor.

Berikut ini tujuan perusahaan di pasar saham melakukan stock split:

1. Supaya harga sahamnya makin terjangkau

Jika harga saham perusahaan X adalah Rp40.000 per lembar dan investor harus punya uang Rp4.000.000 rupiah untuk membelinya, tentu tidak sembarang investor bisa membeli aset tersebut. Namun ketika saham X telah dipecah menjadi Rp8.000 per lembar, kini harga yang dibutuhkan untuk membeli 1 lot turun menjadi Rp800.000. 

2. Agar transaksi bisa lebih likuid

Ketika harga saham perusahaan bagus murah, tentu banyak orang berbondong-bondong membelinya sehingga transaksi saham perusahaan tersebut jadi lebih likuid. Ketika pasar saham lebih likuid, investor bisa membeli dan menjual saham perusahaan tersebut kapan saja. 

Dampak Stock Split Bagi Investor

Stock split menjadikan harga saham perusahaan bagus jadi lebih murah. Hal ini tentunya mengundang investor ritel baru untuk memperjualbelikan aset tersebut. Bagi investor yang sudah punya saham perusahaan tersebut sebelumnya, program ini juga bermanfaat untuk menjual sebagian saham sesuai kebutuhan. 

Misalnya, investor A punya saham XXX 100 lembar atau sebesar Rp4.000.000. Saat dia butuh uang Rp900.000, dia tidak bisa menjual saham perusahaan tersebut pas 900.000 karena itu artinya dia harus menjual 22,5 lembar. Namun setelah harganya dipecah dengan rasio 1:4 (jadi Rp10.000 per lembar), investor A bisa menjual 90 lembar saham yang dia miliki supaya kebutuhannya terhadap uang Rp900.000 bisa terpenuhi. 

Karena saham tersebut jadi lebih likuid, investor juga bisa lebih mudah menjualnya ke pasar sekunder ketika mereka sedang membutuhkan uang. Jika harga masih Rp40.000 per lembar, investor tidak hanya akan kesulitan untuk membelinya saja tapi juga kesulitan untuk menjual saham perusahaan tersebut.

Contoh Stock Split

Program stock split pernah diterapkan oleh beberapa emiten besar diantaranya:

  1. Bank BCA (BBCA). Perusahaan perbankan swasta terbesar di Indonesia ini pernah tiga kali melakukan stock split. Pertama terjadi pada tahun 2001 dengan rasio 1:2 dari Rp1.750 menjadi Rp875. Kedua pada tahun 2004 dengan rasio yang sama dari Rp3.550 menjadi Rp1.750. Terakhir tahun 2008 dari Rp7.100 menjadi Rp3.550. 
  2. Unilever (UNVR). Salah satu perusahaan consumer goods terbesar di Indonesia ini pernah melakukan stock split pada tahun 2019. Ketika itu Unilever memecah saham mereka dengan rasio 1:5 dari yang awalnya Rp43.425 per lembar menjadi Rp8.685 per lembar. 
  3. Bank BRI (BBRI). Pada tahun 2017 Bank BRI pernah melakukan program pemecahan saham sehingga harga sahamnya berubah dari kisaran Rp15.000 per lembar menjadi Rp3.000-an per lembar saham (Okezone).

Reverse Stock Split

Kebalikan dari stock split adalah reverse stock split. Program ini adalah program penyatuan beberapa lembar saham perusahaan menjadi satu lembar saham saja. Misalnya, jika perusahaan YYY melakukan reverse stock split dengan rasio 5:1. Itu artinya 5 lembar saham perusahaan tersebut kini hanya akan dihitung menjadi 1 lembar saham saja. 

Jadi, jika sebelumnya perusahaan YYY punya 1.000.000 lembar saham yang diperdagangkan di bursa, kini perusahaan tersebut hanya punya 200.000 lembar saham saja (1.000.000/5). 

Biasanya program ini ditujukan supaya harga saham bisa tetap dinilai wajar oleh otoritas terkait. Hal ini penting supaya investor tidak salah mengira mengenai kemampuan perusahaan yang menerbitkan saham tersebut. 

Salah satu perusahaan yang pernah menerapkan kebijakan ini adalah PT. Smartfren Telecom atau penerbit kartu prabayar Smartfren. Pada tahun 2012, perusahaan berkode FREN ini pernah melakukan program ini dengan rasio 20:1 dari yang awalnya Rp100 per 1 lot menjadi Rp2.000 per lot.

Dengan demikian perdagangan saham di perusahaan ini bisa berjalan dengan semestinya. Likuiditas adalah salah satu faktor penting yang harus dipertimbangkan investor sebelum membeli sebuah saham.

Oleh sebab itu, perusahaan dituntut untuk mampu menjaga rasio likuiditas perdagangan sahamnya di bursa. Salah satu caranya adalah dengan program stock split supaya harga saham bisa jadi lebih murah dan likuiditas perdagangannya meningkat.

Farichatul Chusna

Farichatul Chusna

Setelah lulus dari Ilmu Ekonomi Universitas Gadjah Mada, Farichatul Chusna aktif sebagai penulis artikel ekonomi, investasi, bisnis, dan keuangan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *