Saat ini, perekonomian suatu negara saling terkoneksi dengan negara lainnya baik itu dengan perdagangan internasional (ekspor impor), ekspatriat atau TKI dan juga dengan lalu lintas modal. Untuk bagian yang terakhir, kini investor luar negeri bisa memberikan pendanaan langsung kepada pebisnis di Indonesia untuk membangun perusahaan atau sekedar membeli saham perusahaan Indonesia.
Sistem ekonomi yang terkoneksi ini di satu sisi memiliki manfaat, yaitu negara pendapatan menengah maupun miskin bisa mendapatkan gelontoran dana untuk membangun negaranya. Di satu sisi, sistem ini membuat perekonomian sebuah negara rentan dipengaruhi oleh ekonomi negara lain atau kebijakan investor dari luar negeri.
Salah satu kebijakan investor dari luar negeri yang bisa membuat ekonomi sebuah negara miskin dan berkembang gonjang ganjing adalah capital flight. Sederhananya, capital flight adalah fenomena yang terjadi ketika investor luar negeri memindahkan investasi mereka dari Indonesia ke luar negeri.
Apa itu Capital Flight?
Capital flight adalah fenomena pelarian modal investor luar negeri dari satu negara atau daerah ke negara lain secara besar-besaran. Misalnya, investor asing yang sebelumnya memiliki Surat Berharga Bank Indonesia (SBI) menjualnya kembali untuk membeli Treasury Bond dari bank sentral Amerika Serikat. Dalam beberapa kasus, capital flight juga sering disebut dengan capital outflow.
Pada dasarnya, capital flight merupakan fenomena yang wajar terjadi asalkan masih dalam batas yang wajar. Namun apabila dibiarkan saja, fenomena ini bisa berdampak pada perekonomian negara secara keseluruhan, misalnya pembangunan pabrik perusahaan multinasional yang berhenti atau penurunan nilai IHSG dan penurunan nilai tukar rupiah.
Penyebab Terjadinya Capital Flight
1. Ketidakstabilan politik
Investor tentu ingin berinvestasi di sebuah negara yang memiliki kondisi sosial dan politik yang aman dan tentram. Sebab dengan kondisi tersebut, bisnis mereka bisa berjalan dengan lancar. Oleh sebab itu, jika kondisi politik sebuah negara sedang gonjang ganjing, misalnya banyak kerusuhan dan demo, maka investor asing bisa jadi akan memilih untuk menarik modalnya dari negara tersebut.
Ketidakstabilan politik ini juga termasuk pergantian presiden atau gubernur. Sebab, biasanya kebijakan antara satu presiden atau gubernur dengan penerusnya akan berbeda, sehingga investor asing bisa jadi memilih untuk menarik uangnya dan menunggu hingga beberapa waktu.
2. Ketidakstabilan ekonomi
Sama seperti ketidakstabilan politik, ketidakstabilan ekonomi seperti inflasi yang terlalu tinggi atau fluktuasi kurs yang terlalu tajam juga bisa membuat investor asing wait and see. Karena tentunya investor asing ingin berinvestasi di negara dengan ekonomi yang mapan dan menguntungkan.
3. Suku bunga investasi yang tidak menguntungkan
Capital flight juga bisa disebabkan oleh penawaran suku bunga yang kurang menguntungkan dari negara berkembang. Hal ini bisa terjadi karena, banyak investor dan spekulan asing yang berinvestasi portofolio (seperti saham atau obligasi) di negara berkembang untuk mendapatkan keuntungan dari bunga yang ditawarkan dalam surat berharga tersebut. Kalau ternyata bunga yang ditawarkan tidak naik, maka spekulan dan investor asing bisa menjual surat berharga tersebut kembali (menarik modalnya).
4. Pajak yang besar
Jika poin nomor 3 bisa terjadi di investasi portofolio (saham, obligasi), maka poin 4 ini bisa terjadi di investasi portofolio maupun investasi langsung (foreign direct investment). Besar kecilnya nilai pajak pendapatan investasi tentu akan mempengaruhi keuntungan investasi, sehingga kalau nilai pajak ini besar, akan banyak investor asing yang keluar dari suatu negara dan memilih untuk berinvestasi di negara lainnya yang menawarkan pajak lebih rendah.
5. Depresiasi nilai tukar
Depresiasi nilai tukar sebuah mata uang bisa menggambarkan penurunan kepercayaan investor terhadap perekonomian negara yang menerbitkan mata uang tersebut. Oleh karena itu, jika hal ini terjadi, bukan tidak mungkin semakin banyak investor asing yang menjual mata uang tersebut.
Dampak Capital Flight bagi Perekonomian
1. Penurunan nilai mata uang
Saat ini, nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing menggunakan sistem “floating exchange rate”. Ini artinya, kurs rupiah ditentukan sesuai dengan hukum permintaan dan penawaran dengan intervensi minimum dari Bank Indonesia.
Jika terjadi pelarian modal asing (capital flight) besar-besaran dari Indonesia, maka jumlah penawaran rupiah akan naik dan permintaannya akan turun. Sesuai dengan hukum permintaan dan penawaran, peningkatan supply dan penurunan demand mata uang akan membuat nilai kurs rupiah akan turun (depresiasi).
2. Perlambatan investasi
Ketika investor asing, khususnya yang menanamkan modal melalui investasi langsung pergi dari Indonesia, maka tidak menutup kemungkinan pembangunan proyek yang didanai oleh investasi asing tersebut akan mangkrak. Akibat dari berhentinya proyek yang mangkrak ini bisa bermacam-macam, mulai dari pemutusan hubungan kerja, gaji yang tidak dibayar dan lain sebagainya.
3. Penurunan daya beli masyarakat
Poin 1 dan 2 juga bisa membuat penurunan daya beli masyarakat. Penurunan nilai mata uang bisa membuat harga barang-barang impor akan lebih mahal, dan jika barang impor ini merupakan kebutuhan pokok atau bahan baku industri maka tidak menutup kemungkinan akan terjadi inflasi.
Poin ke-2 bisa menurunkan daya beli masyarakat karena seiring dengan perlambatan investasi karena investor luar negeri keluar dari Indonesia, akan banyak masyarakat yang di-PHK, sehingga pendapatannya menurun.
4. Efek domino
Hal ini khususnya terjadi di pasar modal dan pasar keuangan. Seringkali, investor luar negeri dianggap sebagai investor dengan modal besar dan pengetahuan keuangan yang lebih baik, sehingga ketika sejumlah besar investor luar negeri menjual asetnya dari Indonesia, bukan tidak mungkin investor lokal juga akan ikut-ikutan (bandwagon effect).
Lebih lanjut lagi, hal ini bisa berakibat pada penurunan harga saham dan nilai IHSG. Maka dari itu tidak heran jika BEI sangat senang ketika ada penguatan jumlah investor lokal di pasar modal dalam beberapa tahun ini. Sebab, semakin banyak investor lokal yang masuk ke pasar modal, semakin ringan pula dampak capital flight dari investor asing.
5. Meningkatkan risiko default sebuah negara
Selain berdampak pada ekspor impor, penurunan nilai mata uang juga berdampak pada kemampuan negara dalam membayar utang luar negerinya. Jika capital flight tinggi dan kurs rupiah terhadap dolar (khususnya) anjlok, maka semakin banyak rupiah yang harus dikumpulkan oleh pemerintah Indonesia untuk membayar utang. Hal ini pernah terjadi pada krisis moneter 1998 dimana capital flight sebesar $80 billion (Bank of International Settlement) dari Indonesia, Malaysia, Korea Selatan, Thailand dan Filipina membuat negara-negara ini berada di ambang kebangkrutan.
Cara Pemerintah Menangani Capital Flight
Seperti yang telah disebutkan di atas bahwasanya capital flight adalah fenomena yang umum terjadi asalkan dalam jumlah yang terbatas. Beberapa kebijakan yang bisa dilakukan oleh pemerintah untuk mengontrol capital flight adalah:
- Memperketat aturan investor asing di pasar modal dan pasar keuangan, sebab instrumen pasar modal seperti saham, obligasi dan lain sebagainya relatif lebih likuid dibandingkan dengan investasi langsung.
- Mendorong investor asing untuk berinvestasi secara langsung, karena investasi secara langsung umumnya bersifat jangka panjang.
- Meningkatkan suku bunga acuan, memberikan berbagai paket kemudahan investasi untuk menarik investor asing.
Adanya investasi asing memang memberikan dampak positif terhadap perekonomian sebuah negara, namun seharusnya pemerintah negara tersebut sudah mempertimbangkan konsekuensi yang bisa timbul, salah satunya adalah adanya capital flight ini.