Lompat ke konten
Daftar Isi

8 Cara Warren Buffett Memilih Saham, Ini Rahasianya

Rahasia Warren Buffett memilih saham

Menurut Forbes, Warren Buffett adalah investor paling sukses di dunia. Laki-laki yang kini telah berusia 91 tahun ini mulai berinvestasi sejak berusia 11 dan hingga kini kekayaan beliau telah mencapai 75,6 milyar USD. Dengan kesuksesan ini, maka pantaslah jika beliau disebut sebagai investor paling sukses di dunia.

Buffett memiliki sejarah panjang dalam dunia keuangan. Selain sudah berinvestasi sejak usia 11 tahun, beliau juga mengambil studi sarjana dan master pada bidang ini di University of Pennsylvania dan Columbia University. 

Buffett telah bekerja di industri keuangan sejak tahun 1952 sebelum pada akhirnya mengakuisisi Berkshire Hathaway, sebuah perusahaan tekstil yang kemudian berekspansi ke berbagai sektor industri karena keahlian Buffett, pada tahun 1962.

Berikut ini cara Warren Buffett memilih saham:

1. Memegang Teguh Filosofi Investasi

Banyak ahli yang menilai bahwa Buffett adalah pengikut setia filosofi value investing ala Benjamin Graham. Dalam filosofi ini Buffett berpendapat bahwa pergerakan harga saham di dalam pasar modal tidak selalu menggambarkan nilai intrinsik saham tersebut. 

Nilai intrinsik adalah nilai yang membangun harga sebuah komoditas termasuk harga saham. Dalam konteks saham, nilai intrinsik yang dimaksud adalah kondisi fundamental perusahaan secara keseluruhan. 

Menurut filosofi yang dipegang Buffett, harga saham bagus di Bursa cenderung lebih rendah daripada nilai intrinsik saham tersebut. Oleh sebab itu, alih-alih menentukan keputusan investasi hanya berdasarkan faktor pergerakan harga, Buffett cenderung menganalisis kondisi fundamental sebuah perusahaan secara keseluruhan sebelum akhirnya memutuskan harga wajar saham perusahaan tersebut. 

2. Melihat Data ROE Selama Lebih Dari 10 Tahun

ROE atau Return on Equity adalah matriks keuangan yang menunjukkan seberapa besar perbandingan antara pendapatan perusahaan dibandingkan dengan imbal hasil yang diperoleh investor atas setiap saham yang mereka miliki. 

Untuk mendapatkan analisis yang solid, investor harusnya tidak melihat nilai ROE perusahaan dalam satu tahun saja, melainkan 10 tahun sekaligus. Hal ini untuk melihat konsistensi pencapaian perusahaan (pendapatan bersih) dan komitmen perusahaan tersebut terhadap investor (tingkat ekuitas). 

3. Rasio Utang Perusahaan

Utang adalah rasio kekayaan yang hilang sebab harus dikembalikan kepada pemberi pinjaman. Buffett lebih senang pada perusahaan yang memiliki utang sedikit sehingga kekayaan perusahaan tersebut akan mengalir ke investor alih-alih ke bank. 

Matriks yang digunakan oleh Buffett adalah debt to equity ratio atau rasio yang membandingkan antara ekuitas perusahaan dengan besaran nilai utang yang harus dibayarkan oleh perusahaan tersebut. Matriks ini menunjukkan apakah utang ataukah investasi dari investor sumber pendanaan utama yang digunakan oleh perusahaan untuk membiayai setiap operasinya. 

4. Melihat Data Profit Margin Selama 5 Tahun

Profit margin adalah matriks yang menunjukkan jumlah pendapatan bersih yang diperoleh oleh perusahaan pada masing-masing barang dan jasa yang terjual. Cara mengetahui profit margin adalah dengan membagi pendapatan bersih (net income) dengan penjualan bersih (net sales). 

Nilai profit margin yang tinggi secara langsung menunjukkan bahwa sebuah perusahaan mampu menghasilkan keuntungan yang baik dari setiap penjualan. Namun, nilai profit margin yang tinggi dan konsisten meningkat menunjukkan bahwa kinerja perusahaan tersebut sudah efisien sebab, itu tandanya perusahaan tidak hanya mampu meningkatkan pendapatan tetapi juga menekan biaya produksi. 

Maka dari itu, Buffett lebih suka melihat data Profit Margin perusahaan selama 5 tahun dan tidak hanya 1 tahun saja. Ini untuk memastikan bahwa kinerja perusahaan tersebut tidak hanya menguntungkan, tetapi juga efektif dan efisien. 

5. Memilih Perusahaan Lama

Apabila melihat poin nomor 4 dan 2 di atas, tampak bahwasanya Buffett cenderung lebih suka perusahaan lama daripada perusahaan baru. Alasannya sederhana, data historis keuangan perusahaan lama cenderung lebih panjang daripada perusahaan baru. 

Data histori keuangan ini penting sebab data ini secara langsung menunjukkan bagaimana kinerja bisnis sebuah perusahaan selama rentang tahun tertentu. Biasanya, semakin banyak data historis yang bisa terkumpulkan maka analisis yang dihasilkan juga semakin komprehensif. 

Misalnya, perusahaan X dalam 5 tahun hanya 2 kali mengalami kerugian sementara perusahaan Y dalam 10 tahun hanya mengalami 3 kali kerugian sehingga harus melakukan cut loss lebih sering. Dalam contoh kasus ini, perusahaan Y bisa dibilang lebih stabil sebab, dia hanya rugi dengan prosentase 1/3 atau 33% dari seluruh waktu analisis sementara perusahaan X merugi dalam 2/5 atau 40%. 

6. Memilih Industri Yang Dipahami

Buffett sudah malang melintang di industri ini selama lebih dari setengah abad dan memiliki gelar master di bidang ekonomi tetapi beliau masih enggan berinvestasi di perusahaan teknologi. Alasannya adalah beliau tidak paham pola bisnis perusahaan ini.

Jika logikanya di balik, hal ini mengindikasikan bahwa Buffett akan berusaha ‘mengenali’ perusahaan tersebut luar dalam termasuk cara kerja bisnisnya sebelum memutuskan untuk berinvestasi. Ini patut untuk ditiru oleh investor-investor baru agar tidak mudah terkena sindrom FOMO (fear of missing out) alias takut ketinggalan. 

7. Keunikan Produk Yang Ditawarkan 

Selain aspek keuangan, Buffett juga melihat lini produk yang ditawarkan oleh sebuah perusahaan. Apabila beliau menilai jika produk tersebut kurang unik, tidak memiliki moat, dan gampang digantikan oleh kompetitor, maka beliau tidak akan berinvestasi di perusahaan tersebut. Sebaliknya, jika daya saing produk tersebut tinggi bisa jadi beliau tertarik untuk berinvestasi di perusahaan terkait. 

Contohnya pada industri penambangan minyak. Minyak sendiri menurut Buffett bukan sebuah komoditas yang kompetitif namun sebuah perusahaan penambangan minyak bisa dikatakan kompetitif jika mampu menghasilkan minyak dalam jumlah tertentu dengan cara yang lebih efektif. 

8. Intrinsic Value vs Market Price

Setelah mengetahui nilai intrinsik saham sebuah perusahaan, kini saatnya membandingkan nilai tersebut dengan harga saham perusahaan. Apabila nilai intrinsik masih lebih rendah daripada harga saham perusahaan tersebut di pasar, maka itu artinya perusahaan tersebut masih belum mencapai titik maksimum sehingga potensi keuntungan yang diperoleh investor akan semakin besar. 

Keahlian inilah yang membuat Buffett berada di posisinya yang sekarang. Dia mampu menghitung nilai intrinsik saham perusahaan dan membandingkannya dengan harga pasar saham tersebut secara akurat. 

Skill seperti ini bisa jadi tidak terbangun dalam satu malam. Buffett perlu menikmati asam garam praktik dan pendidikan investasi selama berpuluh tahun sebelum mencapai apa yang beliau capai sekarang. Maka dari itu, untuk menjadi seperti Warren Buffett seorang investor harusnya juga tidak berhenti praktik dan belajar. 

Kesimpulan

Setidaknya ada tiga poin yang bisa disimpulkan mengenai cara mengevaluasi saham ala Warren Buffet. Poin pertama adalah memegang teguh prinsip. Poin kedua adalah fokus menilai fundamental perusahaan dan membandingkannya dengan harga saham perusahaan tersebut di pasar modal. Poin ketiga adalah mengenali sebuah perusahaan dengan baik entah itu dari sisi keuangan ataupun industri. 

Farichatul Chusna

Farichatul Chusna

Setelah lulus dari Ilmu Ekonomi Universitas Gadjah Mada, Farichatul Chusna aktif sebagai penulis artikel ekonomi, investasi, bisnis, dan keuangan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *