Lompat ke konten
Daftar Isi

Privatisasi BUMN: Manfaat dan Kekurangan

Privatisasi BUMN

Tahukah Anda kalau tidak semua saham BUMN dimiliki oleh pemerintah? Meskipun namanya adalah Badan Usaha Milik Negara, namun ada kalanya pemerintah hanya memiliki 60% atau bahkan 51% dari saham perusahaan tersebut. 

PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (Persero), misalnya. Pemerintah hanya memiliki 53,19% saham BRI, sementara 10,14% saham BRI dimiliki oleh masyarakat Indonesia baik itu lembaga maupun individu dan 36,67% sisanya dimiliki oleh investor asing baik lembaga maupun individu. 

Hal ini bisa terjadi karena banyak BUMN di Indonesia yang sudah melalui proses bernama “Privatisasi BUMN”. Ketahui apa itu privatisasi BUMN, manfaat dan kekurangannya dengan membaca artikel berikut ini:

Pengertian Privatisasi BUMN

Menurut Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 privatisasi BUMN adalah penjualan saham perusahaan BUMN kepada pihak lain (swasta). Pemerintah bisa bisa menjual sebagian saham miliknya (maksimal 49%, sehingga pemerintah memiliki 51% saham perusahaan tersebut) maupun menjual seluruh saham perusahaan itu dan merubahnya menjadi Badan Usaha Milik Swasta (BUMS). 

BRI dan banyak perusahaan BUMN lainnya adalah salah satu contoh BUMN yang diprivatisasi sebagian. Adapun contoh BUMN yang dijual sepenuhnya kepada pihak swasta adalah PT Indosat (Persero) Tbk atau yang kini dikenal dengan nama Indosat Ooredoo Hutchison. 

Indosat sempat menjadi milik Pemerintah Indonesia pada tahun 1980-2003. Ketika itu, Pemerintah Indonesia menjual perusahaan ini kepada swasta untuk mengurangi defisit keuangan negara (Wikipedia). Dilansir dari laman resmi perusahaan ini, saat ini pemerintah memiliki saham sebanyak 0% di Indosat, namun salah satu perusahaan afiliasi BUMN yang bernama PT Perusahaan pengelola aset negara memiliki saham Indosat sebanyak 9,6%. 

Tujuan Privatisasi

Menurut Pasal 74 UU BUMN, beberapa tujuan dari privatisasi BUMN ini adalah:

1. Meningkatkan efisiensi perusahaan

Dengan berkurangnya kepemilikan saham pemerintah dalam sebuah perusahaan, maka berkurang pula “kewajiban pemerintah untuk membantu operasional perusahaan tersebut”. Akibatnya, manajemen perusahaan itu dituntut supaya bisa bergerak dengan lebih efektif dan efisien. 

2. Meningkatkan kepemilikan masyarakat atas saham perseroan

Sebaliknya, semakin banyak kepemilikan masyarakat atas saham sebuah perusahaan BUMN, maka semakin banyak pula pihak yang mengawasi kinerja BUMN tersebut. Sama seperti poin pertama, hal ini diharapkan juga mampu membuat BUMN bisa beroperasi dengan lebih efektif dan efisien. 

3. Membuat struktur industri menjadi lebih kompetitif dan sehat

Ketika sebuah perusahaan sepenuhnya dimiliki oleh negara, maka perusahaan tersebut secara tidak langsung “bisa memonopoli” pasar. Contohnya adalah Pertamina untuk supply Bahan Bakar Minyak dan PLN untuk supply tenaga kelistrikan.

Apabila tidak diatur dengan baik, monopoli industri ini bisa membuat perusahaan berlaku semena-mena kepada konsumen, misalnya dengan menaikkan harga sembarangan. Oleh karena itu, privatisasi terkadang diperlukan supaya terdapat persaingan harga dan kualitas di pasar, sehingga perusahaan tidak bisa bertindak sembarangan. 

Namun demikian, memang ada perusahaan-perusahaan tertentu yang sebaiknya tetap dikuasai oleh pemerintah, yaitu perusahaan yang berkaitan dengan hajat hidup orang banyak, seperti Pertamina dan PLN. Akan tetapi, tentunya kedua perusahaan ini harus diatur dan diawasi secara ketat oleh pemerintah maupun DPR. 

4. Memperkuat struktur dan manajemen keuangan perusahaan maupun negara

Seperti pada contoh Indosat di atas, ada kalanya BUMN memang perlu dijual kepada pihak swasta untuk memperbaiki kondisi keuangan negara. Hal ini juga bisa berlaku pada BUMN yang memiliki omzet kecil, sehingga perlu adanya perampingan. 

Cara Privatisasi BUMN

Menurut Pasal 2 Nomor PER-01/MBU/2010 Tentang Cara Privatisasi, sebuah BUMN bisa diprivatisasi dengan 3 cara, yaitu:

  1. Menjual saham BUMN tersebut ke Bursa Efek Indonesia (melakukan IPO). Dengan demikian, investor publik baik individu maupun lembaga bisa memiliki saham perusahaan BUMN ini. 
  2. Menjual saham secara langsung kepada investor. Dengan cara ini, sebuah perusahaan BUMN bisa menjual sahamnya langsung kepada investor tertentu melalui mekanisme private placement. Hal ini bisa dilakukan untuk perusahaan BUMN yang belum melakukan IPO. 
  3. Menjual saham kepada manajemen. Tidak hanya kepada pihak eksternal, saham sebuah perusahaan, termasuk perusahaan BUMN juga bisa dijual kepada karyawan atau manajemen perusahaan itu sendiri. Hal ini biasanya melalui mekanisme yang disebut dengan Employee Stock Ownership Plan (ESOP).

Privatisasi BUMN biasanya juga diikuti dengan perubahan struktur manajemen. Misalnya, status badan hukum perusahaan ini berubah dari Perusahaan Umum (PERUM) menjadi Perseroan Terbatas (PT) atau perubahan status karyawan yang awalnya semua berstatus PNS menjadi Karyawan Tetap (PKWT) dan Karyawan Kontrak (PKWTT). 

Manfaat Privatisasi BUMN 

Meskipun kebijakan privatisasi BUMN seringkali menimbulkan kontroversi dan dianggap tidak nasionalis, namun pada dasarnya program ini memiliki beberapa manfaat, diantaranya adalah:

1. Memperbaiki keuangan pemerintah

Sama seperti investor lainnya, ketika Pemerintah Indonesia menjual sebagian maupun seluruh sahamnya kepada pihak swasta, maka pemerintah juga akan memperoleh pendapatan tambahan. Selain itu, dengan merampingkan BUMN yang memiliki kinerja buruk, pemerintah juga tidak perlu terus menerus mengirimkan bantuan atau subsidi untuk perusahaan tersebut. 

Akibatnya, pemerintah bisa mendapatkan penghasilan tambahan dan mengurangi beban. Hasil dari peningkatan pendapatan tersebut kemudian dapat digunakan untuk hal-hal lain yang lebih esensial, seperti membayar utang luar negeri atau memberikan subsidi untuk kebutuhan-kebutuhan strategis masyarakat. 

2. Membuat BUMN menjadi lebih efisien

Adanya investor publik maupun lembaga dalam tubuh BUMN dapat memberikan pengaruh positif kepada BUMN tersebut. Pertama, dengan adanya investor selain pemerintah, kinerja BUMN akan diawasi oleh banyak pihak. Kedua, investor tersebut bisa memberikan ide dan masukan yang bermanfaat untuk BUMN kedepannya. 

Perubahan struktur karyawan dari PNS menjadi PKWT dan PKWTT juga membuat perusahaan BUMN menjadi lebih fleksibel dalam mengubah komposisi tenaga kerja mereka sesuai dengan situasi dan kondisi bisnis. Dengan demikian, kinerja BUMN tersebut diharapkan bisa menjadi lebih efektif dan efisien. 

3. Membantu pertumbuhan pasar modal

Masuknya BUMN kedalam Bursa Efek Indonesia (BEI) tentunya akan membawa pengaruh baik bagi ekosistem pasar modal di negeri ini. Khususnya apabila BUMN tersebut memiliki kinerja yang baik. Tentunya akan semakin banyak investor, dalam negeri maupun luar negeri yang akan membeli saham di BEI. 

4. Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam perekonomian

Ketika masyarakat sudah bisa membeli saham BUMN, maka mereka berhak untuk mengevaluasi dan menentukan arah kinerja BUMN tersebut. Hal ini secara tidak langsung akan mendorong masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembuatan ekosistem ekonomi publik yang lebih efektif, efisien dan transparan. 

Kekurangan Privatisasi BUMN

Privatisasi BUMN harus dipikirkan dengan hati-hati oleh pemerintah maupun DPR. Hal ini karena kebijakan ini memiliki beberapa kekurangan dan tantangan, seperti:

1. Bukan kebijakan yang populis

Secara politis, kebijakan untuk menjual sebagian maupun seluruh saham BUMN kepada investor publik  tidak pernah menjadi kebijakan yang populis di mata masyarakat. Bahkan apabila tidak dilakukan dengan baik, hal ini bisa berakibat turunnya kepercayaan masyarakat kepada DPR maupun pemerintah. 

2. Dapat berakibat pada kenaikan harga barang dan jasa

Ketika status badan hukum sebuah BUMN berubah dari PERUM menjadi PT dan dari BUMN menjadi BUMS, maka mau tidak mau orientasi bisnis perusahaan tersebut juga akan berubah dari melayani masyarakat menjadi mencari keuntungan. Perubahan orientasi bisnis ini ditambah dengan penurunan penanaman modal dari pemerintah bisa membuat harga produk dan layanan yang disediakan oleh BUMN tersebut naik di pasaran. 

Lalu, apakah semua BUMN harus menjadi perusahaan private (diprivatisasi)? Jawabannya adalah tidak. Sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 ayat 3, sumber daya yang berkaitan dengan hajat hidup orang banyak tetap harus dikuasai oleh negara untuk kemampuan rakyat. Tugas negara adalah memastikan kalau operasional perusahaan-perusahaan peting ini tetap efektif dan efisien meskipun tidak berubah menjadi perusahaan swasta.

Farichatul Chusna

Farichatul Chusna

Setelah lulus dari Ilmu Ekonomi Universitas Gadjah Mada, Farichatul Chusna aktif sebagai penulis artikel ekonomi, investasi, bisnis, dan keuangan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *